Rangkaian Kegiatan:
- Syukuran Milad 65 Tahun;
- Launching Buku;
- Bedah Buku.
Narasumber Bedah Buku
- Prof. Dr. Irfan Idris, M.A (Direktur Pencegahan BNPT RI);
- Prof. Dr. Ir. K.H. Mohammad Nuh, DEA (Komisaris Utama Bank Mega Syariah);
- Romo Agustinus Heri Wibowo (Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan antara Agama dan Kepercayaan KWI).
Peserta Kegiatan
- Tokoh-Tokoh Agama dan Bangsa;
- Lembaga-Lembaga Pemerhati Islam dan Keagamaan;
- Akademisi dan Perguruan Tinggi;
- Civil Society Organisations.
Judul Buku dan Poin-Poin Pembahasan
Adanya pemisahan urusan negara dan urusan agama tidak otomatis menjadikan negara itu negara sekuler. Sebaliknya, keterlibatan negara di dalam mengurus agama tidakotomatis pula menjadikan negara itu sebagai negara agama. NKRI menempatkansubstansi dan kristalisasi nilai-nilai agama di dalam kehidupan berbangsa dan bernegaraamat penting, sebagaimana tercantum di dalam sila pertama Pancasila dan di dalamalinea-alinea Pembukaan UUD 1945. Menurut Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.Asikap mesti ditunjukkan sebagai bentuk ketaatan pada Allah dan kesetiaan pada bangsa. Buku ini menghadirkan berbagai isu terkait cara pandang tawassutiyah (moderasi) dalambersikap dan menjalankan ketaatan pada Allah dan rasul-Nya, dan di saat yang samamampu menunjukkan kesetiaan dan komitmen kebangsaan yang kuat dan mengakar. Karenanya buku ini menawarkan pembahasan tentang moderasi beragama, membangunsikap toleran dan upaya-upaya meredam konflik yang telah atau potensial muncul dalammasyarakat.
- Beragama berarti menginternalisasikan nilai-nilai ajaran agama di dalam kehidupansehari-hari, baik secara pribadi, bersama keluarga, maupun sesama anggotamasyarakat, tanpa membedakan etnik , kewarganegaraan , agama , dan kepercayaan.
- Perbedaan bukan alasan untuk merusak kedamaian. Sebaliknya, perbedaan dan pluralitas dalam kehidupan bermasyarakat diharapkan bisa menawarkan keindahan.
- Islam itu sendiri barasal dari kata aslama- yuslimu berarti memberi kedamaian. Ironisjika atas nama Islam lalu manusia melakukan tindakan yang mencederai kedamaian, apalagi menciptakan rasa takut kepada orang lain.
- Tuhan memberi nama agamanya dengan Islâm, bukan salâm, bukan juga istislâm yang mengisyaratkan eksklusifisme. Islâm (bentuk rubâ’i) lebih bernuansa moderat.
- Nilai-nilai keis laman dan keindones iaan sama-sama menekankan pentingnyakedamaian dan persaudaraan . Sangatlah tidak tepat jika atas nama keagamaan(Islam) dan kebangsaan (keindonesiaan) lantas suasana kedamaian terusik.
- Islam dan keindonesiaan sama-samamemberikan nuansa kedamaian. Jika antarakeislaman dan keindonesiaan berhadap-hadapan, apalagi berkonflik satu sama lain maka tentu sangat disayangkan.
Pada dasarnya, perdebatan ideologis tentang agama dan negara di Indonesia dianggaptelah selesai dan final sejak penetapan asas tunggal. Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.Amenawarkan penjelasan dan analisis tentang dinamika diskursus Islam dan negara pascaasas tunggal yang kesemuanya memang mengarahkan pembaca untuk menerimaPancasila sebagai ideologi negara yang final. Secara spesifik, Prof. Dr. KH. NasaruddinUmar, M.A mengulas tentang bentuk-bentuk yang dapat dijadikan narasi penting terkaitnasionalisme indonesia serta relasi khusus agama dan negara, baik di masa lalu, maupundi masa akan datang. Untuk melengkapi isu Islam dan negara, Prof. Dr. KH. NasaruddinUmar, M.A menafsirkan Bhinneka Tunggal Ika dan pancasila secara detail. Selain itu, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A memberikan catatan penting bagi model-model Islam transnasional yang sampai di Indonesia.
- Indonesia merupakan bagian masyarakat dunia yang tidak akan bisamenghindari kontakdan komunikasi dengan penduduk dunia lainnya. Karenanya, Indonesia sangat potensial menjadi target utama ideologi dunia.
- Ada fenomena deindonesianisasi pemahaman ajaran agama di dalam masyarakatdengan isu pemurnian agama. Namun yang dimaksud pemurnian agama itu lebihkepada penafsiran teks ajaran agama berdasarkan tradisi lokal tempat turunnya, seperti Arabisasi, Iranisasi, Pakistanisasi, pemahaman agama.
- Indonesia memiliki hak budaya (cultural right) untuk menafsirkan teks ajaran agama.
- Demi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia kita juga bisa memformulasikanpenafsiran ajaran dalam bentuk “Islam Nusantara” seperti yang digagas ulama NU atau “Fik ih Kebhinekaan” seperti yang digagas ilmuan Muhammadiyah.
- Perlu meneladani sikap dan kearifan the founding fathers bangsa Indonesia, dalammengakomodir pluralitas dan merumuskan dasar-dasar dan ideologi berbangsa dan bernegara, tanpa menunggalkan prinsp-prinsip Islam sebagai agama mayorita yang dianut di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
- Perlunya undang-undang kerukunan antar umat beragama atau apapun namanya, yang intinya untuk mengayomi seluruh komunitas bangsa Indonesia tanpa membedakankelompok mayoritas dan minoritas.
Semua Kitab Fikih selalu dan akan selalu menghadirkan bagian yang terkait dengan jualbeli dan model-model kontak ekonomi antar umat manusia. Dalam Kitab Fikih, pembahasan ini disebut dengan istilah Kitâb al-Buyû’ (pembahasan jual-beli) yang juga kadang-kadang diterjemahkan dengan Fikih Mu’amalat. Buku ini membahas berbagaibentuk kontrak ekonomi yang dapat, mungkin akan terjadi di tengah-tengah masyarakatkarena kebutuhan yang selalu hadir dengan kepemilikannya masing-masing. Bentukpaling sederhananya adalah jual beli. Model kontrak ekonomi ini akan terus berkembangmencari bentuk-bentuk baru. Tugas para ulama kemudian mencari justifikasi ataudejustifikasi atas perkembangan-perkembangan itu berdasarkan pemahaman fikih yang komprehensif, khususnya atas pembahasan jual-beli. Selain menghadirkan pembahasanklasik atas berbagai kontrak ekonomi yang banyak disinggung dalam banyak Hadis, bukuini juga memberikan antisipasi bagi pengembangan model-model kontrak ekonomi dalammasyarakat modern.