Hamas Menyala! 20 Roket Ditembakkan dari Khan Younis, Negara Teroris Israel Sempat Ketar-ketir

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH  – Militer Israel sempat ketar-ketir ketika Hamas menembakkan sekitar 20 roket dari wilayah Kota Khan Younis, Gaza selatan, Senin (1/7/2024).

Dari pernyataan Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Hamas menargetkan wilayah Israel selatan.

Padahal, wilayah yang digunakan Hamas untuk menembakkan roket-roket itu, saat ini tengah menjadi lokasi pertempuran sengit antara IDF dan kelompok tersebut.

“Sekitar 20 proyektil diidentifikasi melintas dari wilayah Khan Younis. Sejumlah proyektil dicegat dan beberapa proyektil jatuh di dalam wilayah Israel selatan,” kata IDF, dikutip dari Arab News.

Sayap bersenjata Jihad Islam, Brigade Al-Quds mengatakan telah melepaskan tembakan salvo yang menargetkan beberapa komunitas Israel selatan di sepanjang perbatasan dengan Gaza.

“Kami mengebom … permukiman di sepanjang Jalur Gaza dengan rentetan rudal sebagai tanggapan atas kejahatan musuh Zionis terhadap rakyat Palestina kami,” tulis Brigade Al-Quds dalam pernyataannya.

Baca juga: Butuh tenaga kerja terbaik untuk bisnismu? Cari di sini!

Dewan Daerah Eshkol dalam pernyataannya menyebut roket yang ditembakkan Hamas hampir semuanya jatuh di daerah terbuka.

“Sekitar 18 roket diluncurkan ke wilayah kami, sebagian besar jatuh di area terbuka di luar komunitas, dan satu roket berhasil dicegat oleh Iron Dome,” lapor dewan tersebut.

“Salah satu roket jatuh di area pagar Kibbutz Holit,” lanjutnya.

Dewan Regional Eshkol mencakup wilayah yang membentang dari perbatasan dengan Mesir dan Gaza hingga utara Be’eri.

Tidak ada korban luka yang dilaporkan akibat serangan roket tersebut, dan IDF menyatakan bahwa mereka telah menanggapi dengan tembakan artileri, yang menyerang sumber peluncuran.

Sirene Berkumandang di Israel

Sebelumnya, roket-roket tersebut memicu sirene di komunitas Israel di daerah tersebut.

Dikutip dari The Jerusalem Post, sirene pertama kali berbunyi di Nir Oz dan Ein Hashlosha pada pukul 07.57 pagi waktu setempat.

Kemudian, di berbagai komunitas mulai membunyikan sirene tanda bahaya, termasuk di Ein Hashlosha yang menyalakan beberapa kali akibat serangan Hamas ini.

Meskipun serangan roket dan pesawat tak berawak lebih sering terjadi di Utara dalam beberapa bulan terakhir, serangan roket di Israel selatan, selama beberapa minggu terakhir, tetap terjadi hampir setiap hari.

Pertempuran Sengit di Shujaiya

Sebelum Hamas meluncurkan puluhan roketnya, pertempuran sengit terjadi di Distrik Shujaiya Kota Gaza pada hari Minggu (30/6/2024).

Militer Israel mengatakan pasukan darat dan udara telah melakukan penggerebekan terhadap kompleks yang digunakan oleh militan dan “menghilangkan beberapa orang” selama 24 jam terakhir.

Mereka juga melaporkan bentrokan di Gaza tengah dan wilayah Rafah selatan, seminggu setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa “fase intens” perang yang berkecamuk sejak 7 Oktober hampir berakhir.

Dikutip dari Arab News, badan kemanusiaan PBB OCHA memperkirakan “60.000 hingga 80.000 orang mengungsi” dari Shujaiya sejak pertempuran baru terjadi di sana pada hari Kamis.

Bagi mereka yang masih tinggal, “hidup kami seperti neraka,” kata Siham Al-Shawa (50), warga Shujaiya.

Dia mengatakan kepada AFP bahwa orang-orang terjebak karena serangan bisa terjadi “di mana saja” dan “sulit untuk keluar dari lingkungan yang diserang”.

“Kami tidak tahu ke mana harus pergi untuk melindungi diri kami sendiri,” katanya.

Netanyahu mengatakan “pasukan Israel beroperasi di Rafah, Shujaiya, dan di mana pun di Jalur Gaza”.

Menurut pernyataan dari kantor Netanyahu, ia mengatakan kepada kabinetnya bahwa “puluhan Hamas dibasmi setiap hari”.

Enam orang tewas dalam serangan udara dini hari yang menargetkan sebuah rumah di Rafah, kata petugas medis di Rumah Sakit Nasser tempat jenazah diambil.

Penembakan artileri juga mengguncang beberapa bagian kota, kata para saksi mata.

“Semuanya hanyalah puing-puing,” kata Louise Wateridge dari UNRWA.

“Tidak ada air di sana, tidak ada sanitasi, tidak ada makanan. Dan sekarang, orang-orang kembali tinggal di gedung-gedung kosong ini,” lanjutnya

Exit mobile version