Beberapa faktor yang disoroti Arif sebagai penyebab situasi ini antara lain adalah pengelolaan anggaran yang kurang efektif. Meskipun anggaran besar tersedia, penggunaannya yang tidak tepat sasaran atau tidak efisien dapat menjadi penyebab utama.
“Misalnya, alokasi dana yang tidak tepat sasaran atau penggunaan dana yang tidak sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat,” kata Arif kepada Rabu (3/7/2024).
Selain itu, korupsi dan penyalahgunaan dana juga dipandang sebagai faktor yang menggerogoti dana yang seharusnya digunakan untuk program pengentasan kemiskinan, baik di tingkat provinsi maupun di desa-desa.
Arif juga menyoroti kualitas infrastruktur yang kurang memadai sebagai hambatan utama dalam pertumbuhan ekonomi dan akses masyarakat terhadap pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi.
“Ditambah lagi, investasi yang kurang memadai di sektor-sektor produktif seperti pertanian, perikanan, dan industri kecil menengah juga menjadi faktor yang memperlambat pertumbuhan ekonomi lokal dan penciptaan lapangan kerja,” ujarnya.
Kemudian, efektivitas program-program yang dirancang untuk mengurangi kemiskinan juga dipertanyakan oleh Arif. Menurutnya, program-program tersebut mungkin tidak efektif atau tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
“Di samping itu, stabilitas sosial dan politik sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembangunan ekonomi. Konflik atau ketidakstabilan politik juga bisa menghambat berbagai upaya pembangunan di Aceh,” tuturnya.
Untuk mengatasi masalah ini, Arif menekankan pentingnya adopsi kebijakan yang komprehensif dan koordinasi yang baik antara berbagai pihak terkait, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat sipil.
“Transparansi dalam pengelolaan anggaran serta pemberantasan korupsi juga menjadi langkah penting dalam upaya mengurangi tingkat kemiskinan yang tinggi di Aceh,” pungkasnya. []