BANDA ACEH – Israel mengecam Fatah yang dipimpin Presiden Palestina Mahmud Abbas karena menandatangani perjanjian rekonsiliasi dengan kelompok Hamas.Difasilitasi oleh China, pada Selasa (23/7/2024), Fatah dan Hamas sepakat menandatangani perjanjian rekonsiliasi untuk memerintah Jalur Gaza bersama-sama usai agresi brutal Israel sejak Oktober 2023 berakhir.
“Hamas dan Fatah menandatangani perjanjian di China untuk menguasai bersama Gaza setelah perang. Alih-alih menolak terorisme, Mahmud Abbas malah merangkul para pembunuh dan pemerkosa Hamas, mengungkapkan wajah aslinya,” kata Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, melalui unggahannya di X.
“Pada kenyataannya, hal ini tidak akan terjadi karena kekuasaan Hamas akan dihancurkan, dan Abbas akan mengawasi Gaza dari jauh,” papar Katz menambahkan.
Pejabat senior Hamas, Musa Abu Marzuk, mengumumkan bahwa pihaknya telah menandatangani perjanjian upaya rekonsiliasi dengan Fatah dan beberapa kelompok Palestina lainnya di Beijing, China.
“Hari ini kami menandatangani perjanjian untuk persatuan nasional dan kami mengatakan bahwa jalan untuk menyelesaikan perjalanan ini adalah persatuan nasional,” kata Marzuk seperti dikutip AFP, Selasa.
“Kami berkomitmen terhadap persatuan nasional dan kami menyerukannya (persatuan nasional),” paparnya menambahkan.
Dilansir dari Al Jazeera, Fatah dan Hamas memang tengah menggelar pertemuan selama tiga hari di Beijing, China. Pertemuan itu dihadiri oleh petinggi Hamas, Fatah, dan sejumlah faksi Palestina lainnya dengan fokus membahas rekonsiliasi nasional.
Pertemuan yang berlangsung sejak Minggu (21/7/2024) itu pun dihadiri oleh wakil kepala Fatah, Mahmoud Alloul, sampai Kepala Bidang Politik Hamas, Ismail Haniyeh.
“Kami, Fatah, terbuka untuk menyelesaikan dan menghilangkan semua hambatan dalam rekonsiliasi di bawah kondisi sulit yang dialami Palestina seiring dengan perang genosida di Gaza,” kata pemimpin senior Fatah, Abdel Fattah Dawla.
Rekonsiliasi ini kembali diupayakan menyusul agresi brutal Israel ke Jalur Gaza yang masih terus berlangsung sejak Oktober 2023 lalu dan telah menewaskan lebih dari 39.000 warga Palestina.