Anggap Bukan Diskriminasi, MK Tolak Gugatan Batas Usia Pelamar Kerja

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ilustrasi Pelamar Kerja (kiri), Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). FOTO/Kolase. Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materiil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. MK menilai, batas usia pelamar kerja dalam lowongan pekerjaan bukan bentuk diskiriminasi.

ADVERTISEMENTS

Diketahui, gugatan dengan nomor perkara 35/PUU-XXII/2024 itu dilayangkan oleh pemuda asal Bekasi bernama Leonardo Olefins Hamonangan. Sidang putusan digelar pada Selasa (30/7).

ADVERTISEMENTS

“Amar putusan, mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo dikutip dari keterangan tertulis pada Sabtu (3/8/2024).

ADVERTISEMENTS

Dalam pertimbangan hukum Mahkamah, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan, hak asasi manusia dikatakan sebagai tindakan diskriminatif apabila terjadi pembedaan yang didasarkan pada agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan Politik.

ADVERTISEMENTS

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka batasan diskriminasi tersebut tidak terkait dengan batasan usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan.

ADVERTISEMENTS

“Sehingga menurut Mahkamah tidak terkait dengan diskriminasi dalam mendapatkan pekerjaan,” kata Arief.

Meski begitu, MK menegaskan, dalam penempatan tenaga kerja harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja serta pada saat yang bersamaan harus pula mempertimbangkan kebutuhan dunia usaha yang dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha.

Untuk mendukung hal tersebut, maka penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, objektif, serta adil dan setara tanpa diskriminasi.

Selain itu, juga harus menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum. Dengan demikian, pemberi kerja yang menentukan syarat tertentu seperti batasan usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan bukanlah merupakan tindakan diskriminatif.

“Terlebih, pengaturan mengenai larangan diskriminasi bagi tenaga kerja telah tegas dinyatakan dalam Pasal 5 UU 13/2003,” kata Arief.

Dalam putusan itu, Hakim MK Guntur Hamzah menyatakan dissenting opinion atau beda pendapat. Menurutnya, MK dapat mengambulkan sebagian permohonan dari pemohon.

Menurutnya, pembatasan syarat pekerjaan seperti syarat usia, dan “berpenampilan menarik” merupakan bentuk diskriminatif dalam lowongan pekerjaan.

“Saya berpandangan, adanya lowongan pekerjaan yang mensyaratkan adanya usia tertentu memang dapat menghambat masyarakat yang sejatinya memiliki kompetensi dan pengalaman lebih namun terhalang usia,” kata Guntur.

“Apalagi, pembatasan demikian tentunya bertentangan dengan prinsip yang selama ini saya pegang teguh dalam memutus perkara di Mahkamah Konstitusi yakni prinsip memberi kesempatan dan menghapus pembatasan (to give opportunity and abolish restriction) secara rasional, adil, dan akuntabel,” lanjutnya.

Sebelumnya, Pemohon merupakan warga Bekasi bernama Leonardo Olefins Hamonangan.

Dalam sidang yang digelar pada Senin (13/3/2024) lalu dengan agenda perbaikan permohonan, Pemohon mengatakan, Pasal 35 ayat 1 UU Ketenagakerjaan menghasilkan keterbatasan akses dan kesempatan bagi tenaga kerja untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan dan keahlian mereka.

Norma ini juga menimbulkan ketidakpastian hukum karena ketidakjelasannya serta kurangnya pedoman dapat menyebabkan interpretasi yang berbeda-beda dalam praktiknya dan menciptakan konflik hukum antara pemberi kerja dan tenaga kerja atau pemberi kerja dan regulator.

Exit mobile version