Aborsi Legal, Zina Tetap Skandal

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ilustrasi Aborsi. FOTO/Net. Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

PERATURAN Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan telah disahkan, dengan adanya aturan pelaksana Undang-Undang No 17 Tahun 2023.

Isi dari peraturan baru ini cukup mencengangkan. Di antaranya, dibolehkannya nakes (tenaga kesehatan) dan tenaga medis melakukan aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan atau korban tindak pidana kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan.

Ketentuan itu tercantum dalam Pasal 116, dimana disebutkan jika  setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana.

Dalam PP, disebutkan lagi,  kedaruratan medis harus diindikasikan dengan kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu serta kesehatan janin dengan cacat bawaan yang tidak bisa diperbaiki, sehingga tidak memungkinkan hidup di luar kandungan.

Pada kehamilan akibat tindak pidana perkosaan atau akibat tindak pidana kekerasan seksual bisa diaborsi dengan catatan harus dapat dibuktikan dengan surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lainnya.

Kemudian pada Pasal 118 huruf b, aborsi juga dapat dilakukan dengan keterangan penyidik mengenai dugaan perkosaan atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan. Sedangkan pelaksana aborsi hanya dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut yang sumber daya kesehatannya sesuai dengan ketetapan menteri disebutkan pada pasal 119.

Fasilitas kesehatan yang dimaksud hanyalah rumah sakit pemerintah, rumah sakit kepolisian, dan Kemenkes membuka peluang bagi faskes swasta terbaik di daerah. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Azhar Jaya, Azhar menegaskan, poin penting pelaksanaan PP Kesehatan tentang aborsi adalah kepastian ketersediaan tenaga medis atau tenaga kesehatan dengan kompetensi mumpuni, seperti dokter obgyn forensik, sekaligus memiliki kemampuan untuk memahami kasus hukum.

Selain itu, ada hal-hal lain juga yang perlu diperhatikan, misalnya usia kehamilan, sebelum melakukan aborsi. Juga ada konseling untuk nakes. Sebab sebagai pelaksana tindakan aborsi, nakes pun pasti mengalami tekanan mental  (Tirto.id, 6/8/2024).

Selanjutnya pada pasal 121 ayat 3, menyebutkan proses pelayanan aborsi harus diberikan oleh tim pertimbangan dan dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan. Dimana tim pertimbangan ini harus diketuai oleh komite medik rumah sakit dengan anggota tenaga medis yang memiliki kompetensi dan kewenangan.

Pasal 124 ayat 1 menyebutkan bagi korban tindak pidana kekerasan seksual yang hendak melakukan aborsi harus mendapatkan pendampingan konseling sebelumnya, apabila selama pendampingan korban hendak berubah pikiran dan membatalkan aborsi  maka ia berhak mendapat pendampingan hingga persalinan.

Anak yang dilahirkan berhak diasuh oleh ibu atau keluarganya, namun bila tak mampu dapat diasuh oleh lembaga pengasuhan anak atau menjadi anak yang dipelihara oleh negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Aborsi Legal Solusi?

Menurut salah satu artikel di laman United Nation (UN), pelarangan aborsi di Amerika Serikat tidak hanya karena mengancam nyawa, tapi juga menyebabkan pelanggaran hak perempuan atas privasi, integritas dan otonomi tubuh, kebebasan berekspresi, kebebasan berpikir, hati nurani, agama atau kepercayaan, kesetaraan dan non-diskriminasi, dan kebebasan dari penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat serta kekerasan berbasis gender.

Aborsi tetap menjadi polemik meski pelegalan aborsi berangkat dari maraknya praktik kasus aborsi Ilegal sebab menyangkut keselamatan jiwa perempuan dan beban mental bagi tenaga medis yang melakukan tindakan. Amerika negara pengusung kebebasan kelabakan menghadapi dampaknya, salah satunya aborsi ilegal, akankah Indonesia mengikuti langkah itu?

Ketua MUI Bidang Dakwah, M. Cholil Nafis mengatakan bahwa pasal terkait aborsi masih belum sesuai dengan ketentuan agama Islam. Aborsi hanya bisa dilakukan ketika terjadi kedaruratan medis, korban pemerkosaan, dan usia kehamilan sebelum 40 hari atau sebelum peniupan ruh. Perlunya ada tambahan tentang ketentuan  bolehnya aborsi karena diperkosa itu harus usia kehamilannya sebelum usia 40 hari. Ulama sepakat tidak boleh aborsi sesudah ditiupnya ruh, usia kehamilan di atas 120 hari.

Cholil menambahkan, adanya fatwa Nomor 1/MUNAS VI/MUI/2000 menyebut melakukan aborsi (pengguguran janin) sesudah nafkh al-ruh hukumnya adalah haram, kecuali jika ada alasan medis, seperti untuk menyelamatkan jiwa si ibu. Demikian pula tindakan aborsi sejak terjadinya pembuahan ovum, walaupun sebelum nafkh al-ruh, hukumnya adalah haram, kecuali ada alasan medis atau alasan lain yang dibenarkan oleh syari’ah Islam. Sekaligus  mengharamkan semua pihak untuk melakukan, membantu, atau mengizinkan aborsi.

Tanpa Islam, Akar Persoalan Tak Pernah Selesai

Lagi-lagi pemerintah meresmikan peraturan pemerintah dengan rincian pasal karet, alias bisa ditarik kemana-mana sesuai keinginan. Setelah ada pasal yang membolehkan pemberian alat kontrasepsi kepada pelajar meski ditambah dengan konseling , kini ada kebolehan aborsi untuk  korban pemerkosaan yang hamil. Seolah menegaskan, tak mengapa anda seks bebas, ada undang-undang yang membolehkan anda aborsi jika ada janin yang tak diinginkan, soal indikasi yang harus disertakan agar aborsi bisa dilakukan seperti biasa akan ada banyak kecurangan hingga seribu alasan bisa diajukan.

Dalam PP 28/2024 kebolehan ini  dianggap sebagai salah satu solusi untuk korban pemerkosaan. Padahal sejatinya tindakan aborsi akan menambah beban korban karena tindakan aborsi meski legal tetap berisiko. Mengapa bukan akar persoalan yang diperhatikan kemudian diadakan pencegahan?

Apalagi negeri ini mayoritas beragama Islam, jelas harus memperhatikan hukum islam atas  aborsi yang haram dilakukan, kecuali ada kondisi-kondisi khusus  yang dibolehkan hukum syara dan penyebab hingga terjadi pemerkosaan. Tidak lantas hanya karena menjadi korban pemerkosaan bisa begitu saja mengambil opsi menggugurkan janin.

Namun, alih-alih menggodok boleh tidaknya praktik aborsi kepada korban pemerkosaan akar persoalan tak tersentuh samasekali. Diawali dengan kasus aborsi Ilegal yang ternyata di lapangan bukan dongeng belaka. Bahkan hingga ada oknum tanpa keahlian di bidang kesehatan sama sekali berani membuka praktik aborsi adalah satu tanda permintaan aborsi sangat tinggi dan sistem kapitalisme menjadikannya sebagai salah satu cara mereka mendapatkan pendapatan.

Adanya kasus pemerkosaan di negeri ini sejatinya juga menunjukkan bahwa negara tidak mampu memberi jaminan keamanan bagi perempuan. Meski sudah ada UU TPKS pula, kriminal terhadap perempuan tetap marak.   Oleh karena itu, negara harus mengupayakan pencegahan dan jaminan  keamanan yang kuat atas perempuan. Dan hal ini mustahil bisa terwujud dalam sistem sekuler hari ini, dimana agama hanya dijadikan aturan ibadah individu, bukan pengatur urusan umat secara keseluruhan.

Perempuan dalam sistem sekuler terus saja menjadi korban, sebab dianggap hanya obyek. Baik ekonomi, sosial maupun lainnya. Padahal potensi yang dimilikinya sama dari Allah SWT. sebagaimana pria. Perempuan juga diperintahkan taat, jujur, amanah, dakwah dan lain sebagainya.

Dan Islam memuliakan perempuan,  memberikan jaminan keamanan atas perempuan, sebab yang lebih istimewa, perempuan adalah ibu  pengatur rumah tangga dan pendidik pertama, perempuan pencetak generasi, maka Islam juga memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan. Hanya agar tujuan utama sebagai pencetak generasi itu tercapai.

Sistem islam juga meniscayakan terbentuknya kepribadian islam yang menjaga indiividu berperilaku sesuai tuntunan Islam sehingga dapat mencegah terjadinya pemerkosaan juga pergaaulan bebas. Melalui pendidikan di berbagai tahapan dan semuanya berbasis akidah Islam.

Islam juga mewajibkan negara hanya menerapkan sistem Islam termasuk dalam sistem sanksi dan sistem sosial. Hal inilah yang luput dari perhatian sistem sekuler hari ini. Justru zina adalah komoditas. Yang dianggap sebagai peluang menciptakan jalan-jalan menuju perolehan pendapatan beberapa pihak yang hanya ingin memancing di air keruh. Sedemikian lengkapnya isi peraturan pemerintah ini, seolah sudah yang terbaik, namun jika tidak dibangun di atas landasan akidah Islam tetap bukan solusi terbaik.

Allah SWT berfirman yang artinya,”Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS al-Maidah: 50).  Hanya Islam yang mampu melindungi hak-hak perempuan, hingga jika terjadi pemerkosaan sekalipun. Wallahualam bissawab.

Exit mobile version