Pesan dan pandangan yang disampaikan oleh Syekh Abdul Wahhab As-Sya‘rani bukan mengada-ada. Mereka semua merujuk pada larangan Al-Quran pada Surat Al-Hujurat:7 “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak sangka. Sungguh, sebagian sangka merupakan sebuah dosa. Jangan kalian mencari-cari kesalahan orang lain. Janganlah sebagian kalian mengghibah sebagian lainnya. Apakah salah seorang dari kalian senang memakan daging bangkai saudaranya? Kalian tentu tidak menyukainya. Takutlah kepada Allah. Sungguh, Allah maha penerima tobat lagi penyayang,”
Mencela orang lain adalah cerminan diri si pencela tersebut, tidak mungkin keburukan terhadap orang lain lahir dari jiwa yang baik, tentu jiwa yang penuh keburukanlah yang suka memfitnah orang lain lebih lagi memfitnah ulama, begitu pula tidak mungkin jiwa baik akan menikmati kontent keburukan, hanya jiwa yang dilumuri keburukan yang menikmati keburukan tersebut.
Mereka yang seakan merasa sangat lezat menghina para ulama, tentu saja efek negatif dan akibat buruk akan dirasakan oleh mereka pencela baik di dunia terlebih di akhirat nantinya. Salah satu di antara sekian banyaknya yang akan dirasakan oleh pencela dann penghina ulama, akhir hidup mereka akan berhujung dengan titel su-ul khatimah.
Pernah diceritakan pada zaman dulu salah seorang bernama Al-Qadhi Az-Zubaidi, ketika dia meninggal dunia lisannya berubah menjadi hitam, hal ini disebabkan beliau semasa hidupnya suka mencibir salah seorang ulama terkemuka di dunia Islam Al-Imam An-Nawawi.
Beranjak dari itu mari kita menghormati ulama sebagai warisatul ambiya dan mengajak diri dan keluarga serta masyarakat untuk tidak ikut mencaci ulama baik secara langsung maupun tidak langsung. Mari terus kita doakan ulama dan guru kita diberi sehat wal afiyat dan umur panjang nan berkah demi pengabdiannya untuk umat sekalian.[]
**). Penulis adalah Ketua PD IPARI Pidie, Pengurus ISAD Aceh, Pengurus ISNU Pidie