Hancurnya Raja Lalim

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ilustrasi Hancurnya Raja Lalim. Jokowi alias Joko Widodo saat menggunakan pakai Raja Kesultanan Yogyakarta. FOTO/Net. Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

image_pdfimage_print

Penulis: Suroto**

ADVERTISEMENTS
ad39

DUNIA hari ini adalah hasil dari pergulatan ide, dan juga desakan keadaan hari kemarin. Hal-hal yang penuh rekayasa dan atau sesuatu yang terjadi secara alamiah. Tetapi tata dunia hari ini sepertinya tak pernah berubah dalam gambarkan hegemoni yang panggah dari kepentingan satu, atau sekelompok orang yang sakit jiwa. Mereka yang ingin terus perlu merasa berharga dan dihargai oleh dunia.

ADVERTISEMENTS

Segelintir orang menghegemoni dan menguasai secara material harfiah hingga hal-hal imaterial spiritual. Lalu sebagian besarnya tunduk dan taat mengamini sebagai kebenaran, menjadi kewajaran baru. Hal itu sebagai sebuah tata dunia yang keropos.

ADVERTISEMENTS

Dulu kala ketika dunia ini belum dikuasai oleh kaum kapitalis-finansialis hari ini, adalah berada di bawah kuasa para pembawa agama yang penuh dogma. Mereka yang berusaha membawakan narasi sebuah fiksi untuk membentuk keteraturan. Mereka bahkan berusaha untuk saling memenangkanya dalam bentuk sugesti ringan hingga peperangan bersimbah darah.

ADVERTISEMENTS

Agama-agama itu diciptakan oleh seorang Mesias, pembaharu yang berusaha keras katakan dunia ini butuh ketertiban baru dan tatanan baru. Dia, Sang Mesias itu datang menertibkan dunia yang dianggap jahiliyah, karut marut, dan chaos.

ADVERTISEMENTS

Dia datang dengan tawaran nilai dan prinsip agar orang percaya dan memiliki kepercayaan pada aturan yang diciptakanya dengan mantra “engkaulah orang yang terpilih!”.

ADVERTISEMENTS

Para agamawan dengan perangkat elitisnya: Mesias dengan kitabnya, wakil wakilnya, pendogma sebagai penyuluh lapang, datang menghegemoni manusia lain yang dalam hidup ini dianggap kehilangan orientasi dan kehilangan jatidiri. Mereka yang  tak mampu kendalikan diri dan tak sanggup hadapi pahit getir hidup ini masuk menjadi penganut.

Dogma bekerja membuat manusia yang berharga sebagai yang berhubungan dengan “elite” agamawan. Mereka yang punya hubungan khusus semakin dekat dengan Sang Mesias adalah yang hidupnya memiliki tingkat keberesan terbaik. Mereka dijamin terhubung sampai kematianya. Dipuja dan dielukan sampai beranak pinak membentuk kekerabatan, untuk satu tujuan: Politik. Menguasai dunia seisinya hingga akhir zaman.

Mesias yang satu mendapat tentangan dari mesias lainya yang lahir belakangan. Muncul sebagai perongrong baru. Ciptakan gerombolan baru mengikis  dogma lama dan mengajak secara paksa orang agar tidak mempercayainya. Keluar sebagai kafir. Tidak mempercayai dalil lama.

Ketika agama agama itu dalam kondisi mapan, telah juga lahirkan sekelompok anak muda yang terbuat dari  baja sepuhan berfisik kuat untuk menaklukkan orang lain. Mereka yang paling kuat tajinya lalu diangkat jadi pemimpin mereka. Mereka menobatkan dia menjadi Raja.

Raja itu adalah pemuda perkasa. Dia datang bersama perangkat perangnya seperti panglima dan prajurit yang mengasah pedang yang tajam, tombak, serta membuat bambu yang diruncing sedemikian rupa yang kalau dibuat menusuk lambung  membuat ngilu. Mereka menggunakan senjata dan keterampilan berperang untuk datang menundukkan orang. Menghabisi para penentangnya.

Raja itu mengirim pasukan ke tempat tempat yang berani melawan kekuasaan mereka. Membantai secara tak terperi demi menguasai kapling wilayah yang luas meliputi dunia. Munculah Firaun di Mesir yang menobatkan diri sebagai Tuhan baru, penguasa Dunia. Sampai Si kejam dari Rumania, Vlad Teplez yang dengan senyum sumringah bantai 20.000 an manusia tak berdaya dari anak anak, perempuan, dan laki laki pembangkang.

Raja yang satu menyerang raja yang lain. Lalu mereka yang kalah berperang kuasai kelompok yang lain, bangsa atau bani yang lain. Mereka terus ingin kuasai dunia dan lancarkan ekspansi.

Di luar kepentingan para pendogma dan mereka yang sibuk berperang itu munculah satu kelompok anak muda oportunis. Mereka adalah yang hanya tertarik pada pemberi “keuntungan ” bagi dirinya. Mereka itu adalah kelompok yang selama ini tak pernah terlalu diperhitungkan. Mereka adalah kelompok pedagang, merkantilis.

Kerjanya adalah merayu para agamawan dan raja untuk mensuplai bahan makanan mereka. Bagi mereka tidak penting untuk mengajak orang mempercayai dogma atau memenangkan perang. Mereka kerjanya menyuguhi minuman memabukkan dan opium kepada raja dan berpindah menganut agama sesuai selera agamawan.

Mereka adalah orang orang yang tiap hari kerjanya mengejar keuntungan. Keuntungan itu adalah motivasi paling tinggi bagi mereka. Bahkan mereka dapat mengendus keuntungan itu dari balik barang paling busuk semacam tai sekalipun.

Mereka itu hanya sibuk mencari cara mendapatkan keuntungan lebih besar dan lebih besar lagi. Menumpuk numpuk kekayaan adalah kesenangan mereka.

Merkantilis yang kaya raya itu tak seperti raja dan keluarganya yang suka berfoya foya. Kelas mereka yang biasa hidup esketis itu lebih suka mengeluarkan biaya untuk mencari cara agar keuntungan itu bisa dilipat ganda. Mereka sibuk biayai sebuah penemuan baru ketimbang gunakan hartanya untuk pesta pora.

Pada satu ketika, para merkantilis itu mendapat berkah dari apa yang mereka keluarkan untuk membiayai proyek temuan teknologi anak-anak muda cerdas dari dunia pencerahan, aufklarung!. Dunia yang dipenuhi orang cerdas abad ke-17 an. Orang orang  cerdas dengan temuan temuanya dan terutama temuan mesin uap, alat pintal kain, lampu neon dan lain sebagainya.

Merkantilis bermental makelar alias dagang itu mendapatkan berkah dengan kuasai temuan anak anak muda inovatif semacam James Watt, Thomas Alfa Edison dan lain lain. Mereka berhasil lipat gandakan keuntungan dengan membuat organisasi baru yang bernama Pabrik.

Ya, kotak khusus yang pekerjakan orang bodoh dan lemah dengan bayaran murah untuk melipatgandakan produksi barang dan kemudian menjual dan menyebarkannya ke seluruh dunia.

Para agamawan dan raja raja itu masih sibuk untuk memperluas pengaruhnya dengan metoda kuno. Jualan dogma dan kalahkan perang.

Sementara para merkantilis itu lalu metamorfosis menjadi seorang kapitalis. Menciptakan kerajaan dan kuil mereka dalam bentuk pabrik nan canggih. Menekuk otak cerdik pandai jadi pekerja kelas penindas pekerja dengan insentif yang bernama gaji besar. Hitungan kompensasi kecil dari keseluruhan prosentase biaya plus keuntungan.

Mereka dengan sogokan opium, minuman yang memabukkan dan wanita cantik meminta agar Raja raja itu membuat aturan di luar kebijaksanaan untuk melindungi rakyatnya. Satu aturan untuk merekognisi kejahatan baru dalam mengeruk keuntungan lebih besar. “Hancurkanlah hidup primitif, tumbangkan hutan hutan! sambut deret pertumbuhan kemakmuran!” teriaknya.

Tak hanya itu, mereka juga telah buat rekayasa dan sokongan kepada kelas di tengah para cerdik pandai yang terbengkokkan otaknya, penganut agama yang lemah iman dan keluarga raja yang terabaikan untuk memberontak dengan satu teriakan “harus ada pembagian kekuasaan!”.

Dimana mana muncul pemberontakan terhadap feodalisme yang digerakkan dari kelompok kelas tengah. Mereka yang hidupnya ingin bebas lepas dari kungkungan autokrasi raja dan sekaligus tak percaya doktrin agamawan yang ketat atur hidup mereka. Mereka adalah anak anak muda urakan yang kerjanya berfilsafat dan bermusik ria, dan luwes bergaul dengan buruh kotor dan petani miskin.

Mereka itu adalah golongan anak sekolahan tinggi yang suka pada rekayasa sosial. Mereka dorong  dan motivasi para buruh dan petani untuk berserikat. Mereka lantang teriakan perlawanan terhadap kekuasaan raja.

Insinyur sosial seperti Montesque lalu temukan cara agar ada pembagian kekuasaan dari raja. Namanya Trias Politika. Intinya raja harus berbagi kekuasaan. Ada legislatif, ada eksekutif dan yudikatif. Raja itu pada akhirnya hanya perlu sebagai simbol belaka dan semua hidupnya yang penting terjamin tak berkekurangan.

Raja yang lalim dan berketurunan dari permaisuri yang mabuk gemerlap berlian lalu hasilkan keturunan raja yang bodoh dan terus mengikuti saja apa maunya para kapitalis. Kerajaan kerajaan itu telah tumbang. Bahkan sebagai simbolpun lenyap satu satu.

Munculah sebuah temuan baru sebuah pemerintahan yang bernama ” demos kratos”. Pemerintahan yang terdiri dari elite buruh proletar lumpen dan petani miskin. Juga model petruk yang disanjung jadi raja.

Buruh buruh miskin, petani gurem yang tergusur tanahnya oleh ekspansi pabrik dan perkebunan para kapitalis itu tetap dimobilisir oleh para kapitalis lewat kendali pimpinan serikat buruh dan serikat tani dan tokoh dari anak anak muda urakan Haute Bauheme yang hidupnya setengah berantakan sejahtera.

Para elite kapitalis itu tahu. Ancaman paling serius kedepannya itu tetap adalah bangkitnya pemberontakan kelas  menengah urakan, dan mereka yang punya jalin kelindan dengan basis keturunan feodalisme agama atau kerajaan. Makanya tanpa sungkan sungkan para kapitalis itu mulai merangsek masuk rebut kekuasaan lewat ” demokrasi”. Mereka membentuk sebuah rezim perselingkuham  yang benama ” Plutogarki”, kuasa di tangan elite politik dan elite kaya.

Kamu mungkin seorang pemudi atau pemuda penuh semangat yang ingin menegakkan keadilan, kemanusiaan dan ciptakan perdamian dunia fan selamatkan hutan. Semangatmu membuncah buncah sampai lupa urus hidup untuk diri sendiri hingga kurus, dejil, tidak punya pacar, bahkan lupa apa makanan enak yang harus kamu telan hari ini.

Baiklah. Itu semua bukan urusan ku dan juga bukan urusan dunia ini untuk memberikan perhatian pada nasib hidupmu yang buruk itu!. Asal saja kamu masih hidup dan jadi bagian dari hidup yang tolol, palsu dan penuh ketidaksucian ini. Bagiku itu lebih dari cukup.

Tetapi tidak semua aku abaikan. Aku masih tertarik untuk melihat apa yang sedang kamu perjuangkan dan pelajari metode perlawananmu. Melawan kekuatan para kapitalis yang kuasai dunia hari ini melalui perangkat yang sama yang di design para kapitalis masa lalu.

Aku ingin juga melihat bagaimana kamu tumbangkan raja raja lalim itu dengan tawaran cara baru.

**). Penulis adalah Penulis adalah CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR) dan Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES)

Exit mobile version