BANDA ACEH – Pihak Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto membenarkan oknum mahasiswa MRA yang diduga terlibat perdagangan manusia atau human trafficking merupakan anak salah seorang anggota DPRD Purbalingga.
Hal itu diungkap langsung oleh Ketua Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Unsoed Tri Wuryaningsih melalui telepon seluler, Jumat (6/9/2024) sore. MRA merupakan seorang mahasiswa semester 3 Fakultas Hukum Unsoed.
“Betul (anak anggota DPRD Purbalingga). Setahu kami masih aktif. Itu sudah dispil-spil seperti itu (di medsos),” ungkapnya melalui sambungan telepon, Jumat (6/9/2024).
Pihak kampus Unsoed juga membenarkan terkait oknum mahasiswa tersebut juga merupakan cucu seorang Wakil Bupati Purbalingga. “Bahkan mbahnya (kakek) katanya Wakil Bupati Purbalingga,” tambahnya.
Namun pihak Unsoed masih mendalami keterlibatan MRA dalam kasus dugaan perdagangan manusia tersebut.
“Terkait sindikat untuk pencarian model itu yang melibatkan nama dia (MRA) sedang kami dalami,” kata Ketua Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Unsoed Tri Wuryaningsih melalui telepon seluler, Jumat (6/9/2024).
Sebelumnya, tak hanya pihak Unsoed, sebelumnya diduga istri MRA menyebut jika suaminya tersebut merupakan anak dari anggota DPRD Purbalingga. Diduga sang istri mengungkap dugaan kekerasan yang dilakukan MRA di media sosial Instagram @darksideananta_.
“Tapi ternyata berjalannya waktu saya semakin mendapat informasi dan perlakuan tidak baik atas orang ini MUHAMMAD RAFI ANANTA Mahasiswa Semester 3 Fakultas Hukum UNSOED sisi gelap anak DPR bisa saenaknya ngehamilin orang setelah itu kabur dan lari dari masalah,” tutur korban yang diungkap akun Instagram @darksideananta_. Dalam postingan tersebut, diduga istri MRA menyebut MRA merupakan anak seorang anggota DPR.
Pelaku bernama Muhammad Rafi Ananta seorang mahasiswa semester 3 Fakultas Hukum Unsoed.
Akun instagram tersebut mengungkap dugaan kekerasan dalam rumah tangga hingga dugaan perdagangan manusia yang dilakukan oknum mahasiswa Unsoed MRA.
Menurut korban, dirinya dan pelaku sempat menikah. Namun pernikahan tersebut hanyalah formalitas belaka. Setelah menikah, pelaku kabur tanpa ada kabar, padahal media sosialnya aktif.
“Kami menikah sah secara agama dan negara karena dari awal orang ini takut terjerat hukum (persetubuhan anak di bawah umur & kekerasan sex),” kata korban. Korban mengaku sempat bertanya kepada teman-tepan pelaku untuk mendapat informasi pelaku di luar sana.
“Setelah kabur ternyata di luar sana masih gila perempuan, dugem sana-sini dengan perempuan yang berbeda-beda, pernah sampai ketahuan menghampiri perempuan di hotel (mungkin bukan hanya satu perempuan),” ungkapnya.
Lebih parahnya lagi, korban mendapat laporan dari perempuan lain yang menjadi korban pelaku.
“Orang ini (pelaku) sempat menawarkan pekerjaan menjadi talent, orang ini sekongkol dengan orang asing yang tidak tau dari mana asalnya, ternyata hanya untuk dijadikan bahan sex,” tambahnya.
Korban mengaku sempat mendapat semacam kekerasan, bahkan diancam akan ditabrakan sampai korban mengalami pendarahan di usia kandungan 5 bulan.
“Setiap keinginannya tidak dituruti pasti saya selalu diajak kebut-kebutan di jalan dengan dalih ‘lagi stress'” ungkapnya. Kini menurut korban kasus kekerasan ini sudah di tangani oleh pihak perlindungan perempuan dan anak