BANDA ACEH – Perilaku anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terpilih 2024 yang menggadai Surat Keputusan (SK) pengangkatan, dinilai sebagai bibit dari tindak pidana korupsi.
Pengamat Politik Citra Institute, Efriza menilai fenomena pengajuan utang anggota DPRD yang mengemuka tahun ini memperkuat dugaan publik terhadap pejabat yang terpilih bakal mencari uang untuk membayar biaya politiknya yang sedemikian mahal.
“Faktor korupsi juga dipicu selain karena terlilit biaya kampanye, melakukan pinjaman bank, juga gaya hidup berubah,” ujar Efriza seperti dikutip HARIANACEH.co.id dari laman RMOL, Sabtu (6/9).
Dia memaparkan, dalam konteks Politik praktis di pemilihan politik uang menjadi sesuatu yang tak mungkin hilang, karena ada kontrak politik antara calon dengan partai-partai politik yang mengusungnya.
“Sampai pada fakta bahwa anggota-anggota dewan penyumbang kegiatan partai politiknya,” sambungnya menegaskan.
Dengan demikian, dosen ilmu pemerintahan Universitas Pamulang (Unpam) meyakini ujung dari lilitan utang wakil rakyat memungkinkan muara masalahnya ada pada pengabaian hak rakyat oleh anggota Dewan atas kebijakan yang dibuat tidak dirasakan.
“Ketika sudah keluar biaya besar di awal kampanye, lalu gaya hidupnya berubah, dapat menghasilkan awal dari bibit korupsi, minimal adanya upaya mencari cara agar modal balik plus keuntungan, dengan cara memanfaatkan mitra kerja anggota dewan,” tuturnya.
“Ini awal mula perilaku buruk anggota dewan, yang ketika nanti sudah terpilih tidak akan lagi memikirkan rakyat, tetapi memikirkan dirinya sendiri untuk mengembalikan utang,” demikian Efriza menambahkan.