Jangan Terlalu Berharap dengan KPK, Alex Marwata Sebut Kunci Pemberantasan Korupsi Ada di Presiden

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH –  Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata meminta masyarakat tidak terlalu berharap kepada lembaganya di tengah situasi seperti saat ini.Alex menyampaikan terima kasih kepada semua pihak, termasuk aktivis antikorupsi yang terus mendukung dan mengoreksi KPK.

Pernyataan itu Alex sampaikan dalam launching dan diskusi Evaluasi Kinerja KPK Periode 2019-2024 yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW), Pusat Studi Hukum dan Konstitusi (PSHK), dan Kemitraan.

ADVERTISEMENTS

“Tetapi, kalau kalian Bapak Ibu berharap terlalu tinggi kepada KPK dengan kondisi seperti sekarang akan kecewa,” ujar Alex di Jakarta Selatan, Jumat (6/9/2024).

ADVERTISEMENTS

Pada kesempatan tersebut, Alex mengatakan bahwa kunci pemberantasan korupsi agar berhasil ada di tangan presiden.

ADVERTISEMENTS

Penegakan hukum terhadap perilaku korupsi dan tindakan lainnya itu sangat bergantung pada keinginan Politik (political will) kepala negara.

ADVERTISEMENTS

“Kunci pemberantasan korupsi itu supaya berhasil, itu di presiden. Political will,” kata Alex.

ADVERTISEMENTS

“Makanya saya bilang, omong kosong berharap pada KPK kalau tidak ada political will,” lanjut dia.

Alasannya, kata Alex, presidenlah sosok yang bisa mengendalikan dan mengolaborasikan semua instrumen kekuasaan untuk memberantas korupsi.

Karena itu, ia berharap dan berdoa agar presiden di masa mendatang berkomitmen memberantas korupsi.

“Karena apa? Yang bisa mengorkestrasi semuanya hanya presiden,” tutur Alex.

Alex mengatakan, di tengah kondisi seperti saat ini, siapa pun orang yang menjadi pimpinan KPK dan betapa pun ia sangat independen, ia tetap tidak berhasil.

Menurutnya, hal ini juga tidak terlepas dari faktor pembagian kewenangan memberantas korupsi terhadap tiga lembaga, yakni KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri.

Pembagian kewenangan ini sangat berbeda dari Hong Kong dan Singapura yang hanya memberikan kewenangan memberantas korupsi pada satu lembaga.

“Jadi lebih, kebijakan-kebijakan yang dilakukan lebih fokus, penanganan perkara korupsi itu juga bisa menyeluruh. Kalau kita sekarang enggak,” tutur Alex.

Dalam kesempatan itu, ICW melaporkan terdapat sejumlah isu yang disorot dan menjadi wujud pelemahan KPK.

Pada diskusi tersebut, ICW memaparkan laporan penilaian atas kinerja KPK 2019-2024 yang sangat dipengaruhi Revisi Undang-Undang KPK.

Di antara persoalan yang disoroti adalah independensi pegawai, kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), dan persoalan kualitas penuntutan yang merosot.

Exit mobile version