Utang Pemerintah Jokowi Naik Tiga Kali Lipat, Ini Pesan Ekonom ke Prabowo

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH  – Ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Dradjad Hari Wibowo mewanti-wanti pemerintahan baru era Presiden terpilih Prabowo Subianto agar bisa menekan penarikan utang pemerintah Indonesia.

Sebab menurutnya, pembayaran utang pemerintah Joko Widodo (Jokowi) hampir separuh daripada nilai pajak yang dikumpulkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.

ADVERTISEMENTS

“Jadi saya berharap pemerintahan Prabowo Gibran ke depan itu disiplin. Untuk betul-betul menekan penarikan utang. Disiplin menekan penarikan utang, karena opportunity cost-nya sudah terlalu besar,” kata Dradjad saat ditemui usai mengisi Kuliah Umum Pascasarjana di Universitas Pancasila, Jakarta, Sabtu (7/9/2024).

ADVERTISEMENTS

Menurut Dradjad, uang yang dipakai untuk membayar utang pemerintah itu memiliki efek yang besar terlebih jika dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur seperti jembatan di daerah-daerah terpencil.

ADVERTISEMENTS

“Jadi saya berharap pemerintahan ke depan itu disiplin, Menteri Keuangan ke depan disiplin tidak lagi menjadikan utang sebagai andalan bagi sumber pertumbuhan. Jangan hanya melihat nanti bisa dibayarkan yang terjadi sekarang menteri yang sekarang yang bayarkan nanti menteri yang berikutnya. Jangan mikirin seperti itu,” tegasnya.

ADVERTISEMENTS

Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), posisi utang pemerintah tercatat terus bertambah setiap bulannya. Hal ini seiring dengan kebutuhan pemerintah menambal defisit dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

ADVERTISEMENTS

Posisi utang pemerintah per 31 Juli 2024 menyentuh Rp 8.502,69 triliun, setara dengan 38,68 persen dari produk domestik bruto (PDB) RI.

Dengan perkembangan tersebut, selama dua periode kepemimpinan Jokowi, utang pemerintah telah bertambah sekitar Rp 5.894 triliun dalam kurun waktu hampir 10 tahun. Jika dibandingkan dengan posisi sebelum rezim Jokowi, utang pemerintah melonjak sekitar 225 persen, atau naik lebih dari tiga kali lipat.

Lonjakan nilai utang Pemerintahan Jokowi terjadi terutama pada 2020, ketika pandemi Covid-19 merebak. Pada tahun itu, jumlah utang pemerintah bertambah Rp 1.295,9 triliun, hingga mengerek rasio utang menjadi 38,68 persen terhadap PDB, dibandingkan pada 2019 yang hanya dari 29,80 persen tehadap PDB.

Baca juga: IISF 2024: Pertamina Paparkan Transisi Energi untuk Pertumbuhan Ekonomi

Tingginya kebutuhan belanja negara, terutama terkait perlindungan sosial dan penanganan Covid-19, di tengah momen terhentinya aktivitas ekonomi memaksa pemerintah untuk melakukan penarikan utang dalam jumlah besar.

Posisi utang pemerintah terus meningkat, mengerek rasio utang hingga 41 persen pada 2021. Setelah itu, laju pertumbuhan utang melambat, dengan rasio utang turun menjadi 39,57 persen pada 2022 dan kembali turun ke 38,59 persen pada 2023.

Pada akhir Juli 2024, rasio utang pemerintah berada di level 38,68 persen. Pemerintah mengeklaim posisi utang masih terjaga, karena berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 batas rasio utang adalah sebesar 60 persen, sementara mengacu Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah periode 2023-2026, targetnya adalah 40 persen

Exit mobile version