BANDA ACEH – Ramai-ramai lembaga survei mulai merilis hasil elektabilitas sejumlah pasangan calon gubernur dan wakil gubernur pada perhelatan Pilkada 2024 Jakarta.Bahkan tak jarang sejumlah lembag survei condong digunakan kandiat pasangan calon dalam upaya mendapat perhatian public melalui hasil rilis elektabilitas tersebut.
Alih-alih upaya menarik perhatian publik dalam rencana Politik pasangan calon, memiliki elektabilitas tinggi versi lembaga survei justru dapat menjadi bumerang bagi kandidatnya di Pilkada 2024 Jakarta tersebut.
Analis Komunikasi Politik, Hendri Satrio mengatakan terdapat fenomena unik pada setiap kontestasi termasuk hasil survei yang kerap berbanding terbalik dengan hasil penghitungan suara pada perhelatan Pilkada Jakarta.
Menurutnya fenomena unik berupa kekalahan bagi kandidat yang memiliki elektabilitas tertinggi versi lembaga survei kerap terjadi dalam perhelatan Pilkada Jakarta.
“Dulu Fauzi Bowo pas 2012 itu surveinya tinggi, kalah sama Jokowi. Ahok juga sama, 2017 memiliki survei tinggi, tumbang oleh Anies, jadi menurut saya biasanya yang surveinya tinggi justru kalah di Pilkada Jakarta,” kata pria yang akrab disapa Hensat itu dilansir dari Antara, Jakarta, Minggu (8/9/2024).
Menurut Hensat kemenangan pasangan calon di Pilkada Jakarta ditentukan oleh kuatnya basis akar rumput oleh setiap partai pengusungnya.
Hensat melanjutkan, sejarah itu terbukti sejak Pilkada Jakarta digelar secara langsung pada tahun 2007 lantaran hanya satu kali paslon yang didukung banyak parpol memenangkan kompetisi.
Hal tersebut terjadi ketika Fauzi Bowo mengalahkan Adang Daradjatun dari PKS di tahun 2007.
“Sisanya? Jokowi menang karena akar rumput PDI Perjuangan di 2012, namun Anies Baswedan di 2017 juga bermodalkan akar rumput PKS-Gerindra berhasil mengalahkan Basuki Tjahja Purnama yang diusung PDI Perjuangan, Golkar, Hanura, dan NasDem,” lanjutnya.
Saat ini, Pilkada Jakarta diramaikan oleh nama-nama besar seperti Ridwan Kamil dari Golkar dan Pramono Anung dari PDI Perjuangan. Hingga saat ini, Hensat belum bisa memastikan elektabilitas mana yang paling tinggi dan berpotensi memenangi kursi Gubernur Jakarta.