BANDA ACEH – Komisi III DPR RI menyoroti Ipda Rudy Soik yang menerima sanksi kode etik usai mengungkap mafia bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di NTT. Komisi III DPR meminta penjelasan Polri terkait kasus ini agar tidak menimbulkan kecurigaan publik.“Permasalahan ini perlu menjadi perhatian karena terlalu kental dengan nuansa manipulasi,” kata Anggota Komisi III Gilang Dhielafararez, Minggu (8/9/2024).
Permasalahan ini bermula dari terbongkarnya ada dugaan seorang polisi yang berpangkat Bripka A terlibat mafia BBM jenis solar yang dibawa ke wilayah Perbatasan RI-RDTL (Republik Demokratik Timor Leste) untuk kepentingan proyek APBN. BBM bersubsidi yang diselundupkan ke Timor Leste ini hasil dari penimbunan para pengepul yang dibacking oknum polisi di NTT.
Rudy Soik mendapat surat perintah tugas penyelidikan dari Kapolresta Kupang Kota Kombes Aldinan Manurung. Namun pihak Polda NTT menyatakan ada kesalahan prosedur dan ketidakprofesionalan dalam penyelidikan yang dilakukan Rudy dan tim. Sanksi yang dia terima juga atas tuduhan berkaraoke dengan istri orang, dalam hal ini Polwan yang bertugas di Polda NTT.
Gilang meminta persoalan ini diusut secara transparan, apalagi ada dugaan pertikaian antara Rudy Soik dan jajaran Polda NTT terkait masalah yang berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat.
“Komisi III DPR akan ikut mengawal permasalahan ini mengingat Polri merupakan mitra kami. Secara akal sehat, kita bisa melihat ada upaya penjegalan terhadap saudara Rudy Soik yang sedang menjalankan tugasnya dalam mengusut jaringan mafia BBM bersubsidi,” kata Gilang.
Gilang menilai apa yang dilakukan oleh Rudy Soik seharusnya didukung dan dilindungi oleh Kepolisian, bukan malah dihukum karena kejahatan mafia BBM ini dapat merugikan masyarakat.
“Ini sungguh ironi, harusnya polisi seperti Rudy Soik ini didukung dan dilindungi bukan malah kena hukuman demosi. Ada apa ini? Apa karena dugaan adanya oknum polisi terlibat dalam mafia BBM ini benar?. Keberanian mengungkap kebenaran harus didukung dan tidak dihukum, agar keadilan dapat benar-benar ditegakkan di Indonesia,” katanya.
Komisi III DPR yang membidangi urusan hukum itu meminta Mabes Polri untuk ikut turun tangan menyelesaikan masalah Rudy Soik vs Polda NTT tersebut. Penegak hukum juga harus melakukan evaluasi mendalam terhadap kasus Rudy Soik.
“Saya minta pimpinan Polri bisa menunjukkan marwahnya untuk ikut mengatasi permasalahan ini. Pimpinan Polri harus bisa netral dan membela pihak yang benar,” katanya.
“Nama baik Polri dipertaruhkan dalam permasalahan ini. Saya meminta penegak hukum segera menindaklanjuti agar tidak ada masyarakat yang dirugikan. Jangan sampai penegak hukum membiarkan oknum-oknum jahat melakukan kecurangan demi kepentingan pribadi atau sekelompok kecil,” katanya.
Diketahui, Rudy Soik mengaku sanksi yang diterimanya merupakan pembunuhan karakter atas dirinya karena mengungkap adanya keterlibatan oknum polisi di Polda NTT dalam jaringan mafia yang menyebabkan kelangkaan BBM bersubsidi di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Belu, Kota Kupang. BBM bersubsidi yang langka di NTT diketahui terjadi sudah cukup lama.
Rudy yang sedang makan siang bersama timnya di tempat karaoke didatangi pihak Bidang Profesi dan Pengamanan Polda NTT hanya berselang beberapa jam setelah penindakan terhadap pelaku mafia BBM bersubsidi. Ia mengajak makan siang timnya dalam rangka analisis dan evaluasi (anev) terkait penindakan mafia BBM bersubsidi.