NASIONAL
NASIONAL

Roy Suryo: Gara-gara Ulah Fufufafa, Ibu Pertiwi Kembali Hamil Tua

image_pdfimage_print

Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, Kes

ADVERTISEMENTS
Kartu ATM di Rumah, Action Mobile di Tangan

Frasa “hamil tua” dalam judul di atas tentu bukan diarahkan untuk kembali membahas Erina Gudono (EG), istri dari Kaesang Pangarep (KP), anak presiden Joko Widodo (JW) yang terciduk difasilitasi (baca: patut diduga gratifikasi) oleh COO SEA Limited Gang Ye, yang juga sedang viral dan ditunggu keberanian KPK untuk mengusutnya itu, tetapi lebih kepada kondisi bangsa Indonesia yang baru saja merayakan hari jadinya ke-79 pada 17 Agustus 2024 lalu.

ADVERTISEMENTS
Bank Aceh Syariah Mengucapkan Selamat Hari Pahlawan 10 November 2024

Harap diingat, kasus yang sangat kental ada trading in influence di atas terjadi karena GY banyak melakukan bisnis di Indonesia, terutama di kota Solo, tempat dimana Gibran Rakabuming Raka (GR),-anak dari JW sekaligus kakak dari KP, yang disebut-sebut “bukan Pejabat negara” itu menjabat sebagai Walikota.

ADVERTISEMENTS
Memperingati 96 Tahun Sumpah Pemuda dari Bank Aceh Syariah

Jadi EG dan KP sebagai bagian dari keluarga JW tidak usah Gede Rasa alias “GR” dulu, karena tulisan ini tidak (atau hanya belum) membahas kasus private jet yang sangat cetho welo-welo itu.

ADVERTISEMENTS
Selamat & Sukses atas Pelantikan Ketua DPRA, Wakil Ketua I DPRA dan Wakil Ketua II DPRA

Namun, justru mencermati ulah akun di KasKus bernama “Fufufafa” yang semakin hari makin dibongkar identitas aslinya oleh netizen +62.

ADVERTISEMENTS
Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024

Dan kesemuanya sangat bisa dipastikan mengarah pada sosok GR, kakak dari KP yang juga merupakan anak dari JW sekaligus Wakil Presiden terpilih RI dari Pemilu 2024.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hari Santri Nasional
Berita Lainnya:
Edy Rahmayadi Didampingi Pocong Menuju Arena Debat Perdana Pilgub Sumut 2024

Jadi Judul kalimat “Ibu Pertiwi kembali Hamil Tua” ini sekali lagi mengingatkan kita pada tulisan saya pada 1 Februari 2024 lalu berjudul, “Ibu Pertiwi sedang Hamil Tua”. Tulisan itu menceritakan ketika (almarhum) H Rosihan Anwar (10/05/1922 – 14/04/2011), seorang sejarawan, sastrawan, budayawan dan calon anggota Konstituante (mewakili PSI asli alias Partai Sosialis Indonesia, bukan yang “Partai Salah Input”, menulis buku “Sebelum Prahara Pergolakan Politik Indonesia 1961-1965″ yang diterbitkan Penerbit Sinar Harapan pada tahun 1980. 

Saat itu atau sekitar 44 tahun lalu saja masih banyak masyarakat yang terus terang belum benar-benar bisa memahami apa yang dirasakan oleh beliau dan rakyat Indonesia. Sebab, ketika peristiwa aslinya terjadi menjelang G-30S/PKI th 1965 memang banyak generasi sekarang yg belum lahir, utamanya adalah milenial, apalagi Gen Z.

Jadi, ketika hari-hari ini masyarakat Indonesia kembali was-was akan bangkitnya gerakan sejenis, bukan G30S-PKI namanya terapi G22S-OWI, tentu masih banyak yang belum engeuh akan “Nogo Dino” alias “tanda-tanda alam semesta” yang merupakan persatuan dari dua alam sebagaimana sering saya sebut “Manunggaling Kalih Jagat” dalam tulisan-tulisan sebelumnya.

Artinya, kalimat “Ibu Pertiwi sedang Hamil Tua” yang disitir oleh Rosihan Anwar tersebut sebenarnya berlatar belakang kondisi situasi politik saat itu (1965) dimana Anwar Sanusi (dari PKI, partai yang sekarang terlarang) dalam sambutannya pada penutupan Latihan Sukwan Bantuan Tempur BNI.

Berita Lainnya:
Usai Retreat Akmil, Budiman Ungkap Beda Tentara Otoriter & Demokratis

Saat itu, Rosihan Anwar menyampaikan, “Kita sekarang berada dalam situasi di mana Ibu Pertiwi sedang dalam keadaan hamil tua. Sang paraji, sang bidan sudah siap dengan segala alat yang diperlukan untuk menyelamatkan kelahiran Sang Bayi yang lama dinanti-­nanti. 

Sang bayi yang akan lahir dari kandungan Ibu Pertiwi itu adalah suatu kekuasaan politik yang sudah ditentukan dalam manipol, yaitu kekuasaan gotong-royong yang berporoskan Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) bersoko-guru buruh dan tani.”

Saat ini, kondisi sosial-politik Indonesia memang belum bisa 100 persen disamakan dengan situasi saat itu, bahkan dimiripkan dengan kondisi hari-hari terakhir Orde Baru pada Mei 1998. Namun, embrio-embrionya sudah mulai terasa di masyarakat.

Kondisi ini bukan tidak mungkin akan membuat rakyat selaku The Silent Majority ikut bergerak bilamana memang kontraksi (bak bayi yang akan lahir) ini sudah terasa sampai ke pelosok negeri. Bagaimanapun juga, gerakan rakyat laksana “Manunggaling Kawula Gusti” di Indonesia. Ini sudah terbukti ampuh untuk mengehentikan niat buruk (seperti yang barusan mau dilakukan Baleg DPR-RI sebagai pelaksana kekuatan jahat di belakangkanya) ketika akan membegal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 dan Nomor 70 kemarin. Bahkan, bisa saja akan menurunkan rezim yang dirasa mulai melenceng oleh masyarakat dan hal tersebut tidak akan bisa dibendung bilamana “wis wayah e” (JW). Yang artinya, sudah waktunya menurut semesta.

1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya