EROPAINTERNASIONAL

Angka Kelahiran Anjlok, Putin Minta Warga Rusia Berhubungan Intim di Tempat Kerja

image_pdfimage_print

BANDA ACEH – Presiden Rusia Vladimir Putin dilaporkan telah menganjurkan warga Rusia, untuk berhubungan intim selama jam makan siang dan minum kopi di tempat kerja. Tujuannya adalah untuk mengatasi angka kelahiran, yang terus menurun di negeri beruang merah itu. 

ADVERTISEMENTS
Kartu ATM di Rumah, Action Mobile di Tangan

Laman Metro melaporkan, inisiatif tersebut muncul karena angka kelahiran Rusia, yang saat ini sekitar 1,5 anak per perempuan, turun jauh di bawah angka 2,1 yang dibutuhkan untuk mempertahankan populasi yang stabil di Rusia. 

ADVERTISEMENTS
Bank Aceh Syariah Mengucapkan Selamat Hari Pahlawan 10 November 2024

Selain itu, lebih dari 1 juta penduduk, terutama warga Rusia yang lebih muda, meninggalkan negara tersebut di tengah perang yang sedang berlangsung dengan Ukraina.

ADVERTISEMENTS
Memperingati 96 Tahun Sumpah Pemuda dari Bank Aceh Syariah

Menteri Kesehatan Rusia, Dr Yevgeny Shestopalov menekankan, terlalu sibuk bekerja bukanlah alasan bagi orang-orang untuk menghindari memiliki keturunan. Ia menyarankan agar masyarakat dapat memanfaatkan waktu istirahat kerja untuk fokus membesarkan keluarga mereka, karena waktu berlalu begitu cepat.

ADVERTISEMENTS
Selamat & Sukses atas Pelantikan Ketua DPRA, Wakil Ketua I DPRA dan Wakil Ketua II DPRA

Ketika ditanya wartawan, bagaimana orang yang bekerja 12 hingga 14 jam sehari dapat menemukan waktu untuk memiliki anak, dia menyarankan mereka supaya dapat memanfaatkan waktu istirahat kerja.

Berita Lainnya:
Alamat Rumah Ivan Sugianto Ternyata Kos-kosan Putri, Pemilik Tak Kenal Ivan
ADVERTISEMENTS
Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024

“Melestarikan rakyat Rusia adalah prioritas nasional tertinggi kami. Nasib Rusia bergantung pada berapa banyak dari kita yang akan ada. Ini adalah masalah kepentingan nasional,” ujar Putin, beberapa waktu lalu.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hari Santri Nasional

Angka kelahiran Rusia telah mencapai titik terendah sejak 1999, dengan jumlah kelahiran hidup pada Juni turun di bawah 100.000 jiwa. Penurunan drastis ini telah menimbulkan kekhawatiran di Moskow tentang penurunan populasi yang parah. 

Menurut Badan Statistik Rusia, Rosstat, negara itu mengalami penurunan kelahiran yang signifikan. Jumlah kelahiran turun lebih dari 16.000 anak antara Januari dan Juni 2024 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, ungkap Euro News.

Penurunan itu diperburuk oleh peningkatan penurunan populasi sebesar 18 persen, dengan 49.000 lebih kematian tercatat pada 2024 dibandingkan sebelumnya, yang mungkin disebabkan oleh konflik yang sedang berlangsung di Ukraina. Kremlin pun berupaya untuk meningkatkan angka kelahiran Rusia melalui serangkaian kebijakan.

Yang pertama yaitu mengadakan pemeriksaan kesuburan gratis. Lewat program ini, para perempuan di Moskow, berusia 18-40 tahun, dianjurkan menjalani penilaian kesuburan gratis untuk mengevaluasi potensi reproduksi mereka.

Berita Lainnya:
Arkeolog Israel yang Tewas Dihantam Rudal Hizbullah Ternyata Bukan Sosok Kaleng-kaleng

Selain itu, Anggota Parlemen Tatyana Butskaya mengusulkan rencana untuk menekan para pengusaha agar mendorong karyawan perempuan mereka memiliki anak. Rusia juga menawarkan insentif bagi pasangan yang memiliki anak. Wilayah Chelyabinsk menawarkan insentif belasan juta rupiah kepada siswi di bawah usia 24 tahun untuk kelahiran anak pertama mereka.

Pihak berwenang Rusia juga menerapkan pembatasan aborsi. Akses terhadap aborsi di seluruh negeri telah diblokir karena tokoh masyarakat dan tokoh gereja mengklaim tugas perempuan adalah melahirkan dan membesarkan anak. Pada saat yang sama, biaya perceraian telah dinaikkan untuk mencegah berpisahnya pasangan suami istri.

Politikus Rusia Anna Kuznetsova juga menuntut agar para perempuan mulai melahirkan di usia muda. “Kalian harus mulai melahirkan di usia 19-20 tahun. Saat itu, secara statistik, keluarga akan dapat memiliki tiga, empat, atau lebih anak,” ujarnya.

Namun, para kritikus berpendapat kebijakan itu justru dapat melemahkan otonomi warga, khususnya bagi perempuan, dan dapat menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan pada tatanan sosial Rusia.


Reaksi & Komentar

Berita Lainnya