.notice-error, div.error { display: none; }
Jumat, 22/11/2024 - 22:26 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

OPINI
OPINI

10 Tahun Berkuasa Korupsi seperti Jadi Halal

image_pdfimage_print

OLEH: ADIAN RADIATUS*

ADVERTISEMENTS
Kartu ATM di Rumah, Action Mobile di Tangan

SAAT ini ungkapan cinta negara, bela negara, negara di atas segalanya, terasa semakin berat dilakoni oleh bahkan sekelas pemimpin-pemimpin elite nasional.

ADVERTISEMENTS
Bank Aceh Syariah Mengucapkan Selamat Hari Pahlawan 10 November 2024

Apalagi yang berada pada pusat lingkaran kekuasaan dan ini bukan semata-mata perasaan sebagai anak bangsa apalagi halusinasi. 

ADVERTISEMENTS
Memperingati 96 Tahun Sumpah Pemuda dari Bank Aceh Syariah

Tetapi berbahan berbagai fakta di panggung Politik Indonesia. Ini sangatlah rentan untuk dapat mengatakan kehidupan berbangsa dan bernegara masih baik-baik saja apalagi on track.

ADVERTISEMENTS
Selamat & Sukses atas Pelantikan Ketua DPRA, Wakil Ketua I DPRA dan Wakil Ketua II DPRA

Kekacauan pola satu negara sama bahasa, karena satu bangsa dalam strata kehidupan muncul di segmen politik, hukum dan ekonomi yang bermula kemenangan pilpres paling culas sepuluh tahun lalu.

ADVERTISEMENTS
Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024

Hal itulah yang membuat seorang bernama Joko Widodo dengan mudahnya melenggang ke Istana dan memimpin negeri bermutu kuat dan penuh percaya diri menjadi amburadul tidak karuan dalam moralitas integritas kebangsaan. Terlebih ketika kembali melenggang menampuk kekuasaan tertingginya lima tahun kemudian.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hari Santri Nasional

Ekses pengabaian keadilan adalah yang paling menonjol manakala kasus-kasus korupsi merajelela dengan raupan mencapai ribuan triliun di tangan koruptor beserta jaringannya.  

Berita Lainnya:
Profil Soleman Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi Jadi Tersangka Suap: Baru Sehari Dilantik, Harta Rp1,9 M

Kondisi ini menjadi contoh pengajaran paling buruk bagi rakyat yang baik dan patuh melaksanakan kewajibannya untuk negara. 

Korupsi telah menjadi ajang halal di area oknum pejabat-pejabat teras maupun para pihak yang terlibat di luar kekuasaan itu sendiri.

Dalam kurun waktu sepuluh tahun ini kerusakan sendi-sendi kehormatan kenegaraan dan kebangsaan menjadi semacam anekdot saja.

Busana adat yang dipakai secara mewah tak mampu menutupi sikap acuh dan sinisme rakyat. 

Terutama akademisi dan kalangan intelektual profesional lainnya yang sangat peka terhadap keadaan rakyat sepanjang penderitaan berkamuflase bantuan tunai maupun sosial lainnya.

Pemecah belahan kelompok-kelompok dalam masyarakat yang menghasilkan politik ikut kaya bila manut penguasa dan dirusak bila tak ikut. 

Apalagi bersuara lantang menantang kebenaran nyata, tentu saja semakin menjebloskan keadaan tegak berbangsa dan bernegara menjadi arus kuat merepresi arus rakyat menjadi lemah tak berdaya. 

Beruntung cukup sudah dua periode kemelut penguasaan negara secara kasar dan brutal halus (bukan bocor halus ala Tempo.co) ini diakhiri dengan kemenangan prajurit NKRI.

Prajurit yang diharapkan mampu menjadi pemimpin besar bak melebihi seorang jenderal perang yang piawai dalam strategi dan kemanusiaan bagi rakyatnya. Sebuah sisi yang hampir punah selama ini.

Berita Lainnya:
Hadiri Kampanye Pilkada, Jokowi Tak Beri Keteladanan

Tak ada maksud dalam hal ini untuk mengadu-domba antara Presiden Jokowi dan pemimpin sejati Prabowo yang jauh matang baik dari moralitas kepemimpinan maupun kenegarawanannya. Bahkan dapat dikatakan tak dapat juga tak pantas dibandingkan.

Jadi dalam pesan amanat penderitaan rakyat ini untuk kesekian kalinya, negara ini harus dibangun dan ditegakkan kedaulatannya di atas kekuasaan siapapun dan manapun.

Tak boleh ada kekuasaan yang bisa mengedepankan dirinya sebagai untouchable hand untuk menguasai tata kelola negara ini hanya untuk kelompok dan arogansi dirinya semata.

Tak boleh ada diktaktor apalagi tirani kekuasaan di mana hukum dan politik negara di bawah telapak tangannya.

Seluruh elemen pemerintahan baru yang akan datang harus bersedia mencuci kekotoran kehidupan berpolitik, bernegara hukum dan berbangsa keadilan yang telah mewabah selama ini. 

Jangan ada lagi yang mempermainkan negara sendiri lewat penguasaan politik dan hukum yang menyebabkan negara seperti tak “bertuan” ditanah sendiri. 

*(Penulis adalah pemerhati sosial politik)


Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi