BANDA ACEH – Brigade Rafah Al-Qassam, sayap militer Hamas, pada Jumat (20/9/2024) menyatakan serangan mereka menghasilkan terbunuhnya beberapa tentara Israel (IDF) tewas dan terluka setelah menjadi sasaran rudal dan peluru antipersonel di sebuah rumah di Rafah, Jalur Gaza selatan.
Dalam pernyataan singkatnya, Brigade Al-Qassam mengatakan, para pejuangnya berhasil menyerang unit Israel yang berlindung di sebuah rumah di sebelah timur lingkungan Al-Tanour dengan rudal antibenteng TBG dan peluru antipersonel, yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa di antara para prajurit IDF.
Kelompok tersebut menambahkan bahwa para pejuangnya telah melihat helikopter mendarat untuk mengevakuasi yang terluka dan yang tewas.
Sebelumnya, brigade tersebut mencatat bahwa para pejuangnya terlibat dalam bentrokan hebat dengan pasukan Israel yang bergerak maju di bagian timur Rafah.
Tidak ada komentar langsung dari tentara Israel mengenai pernyataan Al-Qassam.
Namun sebelumnya, sejumlah petinggi IDF menyatakan sudah menghancurkan empat batalion Brigade Rafah Al Qassam dalam beberapa bulan operasi militer mereka di wilayah tersebut.
Menteri Pertahanan Israel, YOav Gallant bahkan menyatakan kalau Hamas sudah tidak memiliki kekuatan tempur di Rafah dan kini fokus perang mereka bergeser ke utara untuk memerangi Hizbullah Lebanon.
Israel memulai serangan militer di Rafah pada tanggal 6 Mei, mengambil alih penyeberangan Rafah meskipun ada peringatan internasional tentang potensi bencana kemanusiaan yang akan ditimbulkannya.
Serangan militer yang sedang berlangsung telah menggusur ratusan ribu warga Palestina dari Rafah, sebuah kota yang sebelumnya berpenduduk sekitar 1,5 juta jiwa, termasuk sekitar 1,4 juta orang yang mengungsi di dalam negeri.
Israel terus melancarkan serangan brutal di Gaza setelah serangan lintas batas oleh kelompok Palestina Hamas pada 7 Oktober tahun lalu, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera.
Hampir 41.300 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, telah tewas sejak saat itu dan lebih dari 95.500 orang terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Serangan Israel telah menggusur hampir seluruh penduduk wilayah tersebut di tengah blokade yang sedang berlangsung yang telah menyebabkan kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan yang parah.
Israel menghadapi tuduhan genosida di Mahkamah Internasional atas tindakannya di Gaza.
Klaim IDF Tidak Akurat
Pakar militer dan ahli strategi asal Yordania, Mayor Jenderal Fayez Al-Duwairi menyebut klaim tentara pendudukan Israel (IDF) yang sesumbar telah menghancurkan kemampuan sayap militer Hamas, sebagai klaim yang tidak akurat.
Sebagai informasi, Tentara IDF mengumumkan telah berhasil ‘membongkar’ Brigade Rafah, yang berafiliasi dengan Brigade Al-Qassam, lebih dari empat bulan setelah operasi militer Israel yang dimulai pada tanggal 6 Mei.
Dalam pengumumannya tersebut, IDF mengklaim “membunuh lebih dari dua ribu anggota Hamas dan penghancuran sekitar 13 kilometer terowongan.”
Mayor Jenderal Al-Duwairi mengakui, dalam sejumlah pertempuran, Tentara IDF memang terkadang memberikan pukulan yang menyakitkan terhadap faksi-faksi milisi perlawanan.
Namun, kata Al-Duwairi dalam analisis situasi militer di Gaza di kolom ulasan Khaberni, Kamis (19/9/2024), pada kenyataannya milisi perlawanan mampu membangun kembali kekuatannya melalui perekrutan kembali personel.
Pemulihan kekuatan milisi perlawanan juga dilakukan dengan memperbanyak peluru, artileri mortir, rudal jarak pendek, dan bahan peledak.
Secara detail, dia merujuk pada proses daur ulang rudal dan roket Israel yang tidak meledak di Gaza oleh Brigade Al Qassam untuk dijadikan amunisi melawan IDF.
Sejumlah laporan media mengkonfirmasi kalau 20 persen bahan peledak yang dijatuhkan Israel di Jalur Gaza – yang berjumlah lebih dari 9 ton – tidak meledak.
Cara Mendaur Ulang Rudal Israel
Faksi-faksi perlawanan Palestina, tambah Al-Duwairi, menggunakan roket Israel yang tidak meledak dengan dua cara: menggunakannya secara langsung dengan memasang muatan pada roket tersebut dan meledakkannya di dalam tank tentara pendudukan.
Cara kedua, menggunakan bahan peledak dalam muatan dan proyektilnya, atau melelehkan kembali selubung luar dan mendaur ulangnya.
Di sisi lain, Mayor Jenderal Al-Duwairi mempertanyakan pernyataan Radio Tentara Israel yang menyebut kalau lebih dari 14.000 bangunan dijadikan jebakan di Rafah, selatan Jalur Gaza saja.
Al-Duwairi mengatakan bahwa jumlah ini dilebih-lebihkan, karena jumlah bangunan hancur di kota ini sangat besar.
“Dia menilai bahwa pemasangan jebakan di bangunan yang dilakukan oleh pejuang perlawanan didasarkan pada studi lapangan, dan menekankan bahwa sebagian besar operasi efektif dan menyakitkan bagi tentara pendudukan,” tulis Khaberni.
Israel Menang di Pertempuran, Kalah dalam Perang
Al-Duwairi juga menyoroti pernyataan Mantan komandan Divisi Gaza di IDF, Mayor Jenderal Gadi Shamni.
Seperti diberitakan, Shamni mengakui kalau Hamas “memenangkan perang ini,” sementara “Israel kalah, secara signifikan, meskipun mencapai keberhasilan taktis.”
Shamni menegaskan, menurut apa yang dilaporkan oleh surat kabar Amerika “The New York Times”, kalau Hamas merebut kembali wilayah Jalur Gaza dalam waktu 15 menit.
Surat kabar Amerika tersebut juga mengutip pejabat keamanan Israel dan mantan pejabat yang percaya bahwa “Hamas tidak mungkin dikalahkan dalam perang ini.”
Bagi Al-Duwairi, pernyataan Gadi Shamni ini menegaskan apa yang tertuang dalam surat baru-baru ini dari kepala Biro Politik Gerakan Perlawanan Hamas, Yahya Al-Sanwar ke pemimpin kelompok Ansarallah (Houthi), Abdul Malik Al-Houthi.
Al-Duwairi menjelaskan, apa yang dinyatakan Shamni ini termasuk dalam kategori “kemenangan taktis dan kekalahan strategis,” yang dialami Israel.
Meski begitu, Al-Duwairi enggan menggambarkan apa yang terjadi sebagai kemenangan taktis bagi tentara pendudukan Israel.
Al-Duwairi memberikan contoh dua bukti contoh sejarah mirip yang mirip dengan situasi Tentara Israel dalam Perang Gaza ini.
Dua contoh sejarah untuk menggambarkan maksudnya itu yang pertama adalah Perang Saudara Amerika antara tahun 1863 dan 1865, di mana kelompok separatis memenangkan sebagian besar pertempuran selama dua tahun, namun mereka kalah dalam pertempuran terakhir dan menyerah.
Contoh kedua yang disebutkan Al-Duwairi adalah Perang Vietnam, di mana Amerika menang dalam sebagian besar pertempuran taktis, namun pada akhirnya Amerika kalah perang.
Artinya, Israel memang menang di beberapa palagan tapi secara umum kalah dalam perang.
“Saya tidak akan mengatakan kalau Israel memenangkan semua pertempuran taktis (palagan), namun mampu memasuki Gaza dari satu ujung ke ujung yang lain. Pun begitu, mereka tidak dapat mengambil kendali penuh karena sifat pertempurannya berbeda,” katanya.
Perang Unik Pertama dalam Sejarah
Pakar militer tersebut menekankan kalau pertempuran saat ini di Gaza bersifat asimetris, dan merupakan perpaduan unik antara perang gerilya, perang terowongan, dan perang kota.
“Campuran ini belum pernah terjadi dalam sejarah,” katanya.
Dia menambahkan kalau pernyataan Gadi Shamni di atas mengonfirmasi apa yang termasuk dalam pesan terakhir Sinwar, yaitu pernyataan kalau milisi perlawanan Palestina siap untuk berperang dalam perang gesekan jangka panjang yang akan berakhir dengan kekalahan strategis tertentu bagi pendudukan Israel.
Gadi Shamni juga menyatakan dalam wawancaranya dengan The New York Times kalau Hamas mampu merebut kembali kota-kota yang dimasuki Israel tersebut seperempat jam setelah tentara Israel menarik diri dari sana.
Gadi Shamni juga menambahkan kalau kemampuan Israel untuk melakukan pencegahan telah menurun hingga nol.
Surat kabar tersebut juga mengutip pejabat keamanan Israel dan mantan pejabat yang percaya bahwa “Hamas tidak mungkin dikalahkan dalam perang ini.”
Al-Sanwar telah mengkonfirmasi dalam pesannya kepada Al-Houthi, Senin (16/9/2024), bahwa milisi perlawanan Palestina, setelah hampir satu tahun perang terus menerus, masih baik-baik saja.
Sinwar menegaskan, “berita dan informasi yang disebarkan Israel (soal klaim berhasil menghancurkan batalyon Hamas di Rafah) datang dalam kerangka psikologis peperangan,”.
Sinwar juga menekankan kalau Hamas dan faksi perlawanan lain Palestina sedang mempersiapkan diri untuk pertempuran yang menguras tenaga, dan juga “akan mematahkan kemauan politik Israel.”
Israel Tak Hancurkan Satu Pun Batalion Hamas
Sebelumnya, anggota Komite Urusan Luar Negeri dan Keamanan di Knesset pendudukan, Amit Halevy, menyatakan bahwa tentara pendudukan Israel tidak mengalahkan satu batalion pun, bahkan satu kompi pun, di Rafah, selatan Jalur Gaza, dan menekankan bahwa “ Israel” masih jauh dari menghancurkan dan mengalahkan Hamas.
Situs web Hebrew Channel 7 mengutip Halevy, mengatakan klaim IDF yang menyatakan mereka membunuh sekitar 2.000 petempur milisi perlawanan di Rafah, selatan Jalur Gaza, adalah hiperbola.
Halevy menyebut jumlah petempur Hamas yang ‘dinetralkan’ jauh lebih rendah dari yang diumumkan IDF.
“Jumlah ini dilebih-lebihkan, (petempur Hamas yang bisa dieleminasi) tidak mencapai 25 persen dari jumlah yang diumumkan tersebut.”
Halevy juga menunjukkan kalau Israel hanya menghancurkan sebagian kecil terowongan bawah tanah kelompok perlawanan di Rafah.
“Kelompok perlawanan (sengaja) menutupnya dan akan mudah bagi mereka untuk menggunakannya nanti,” kata dia.
Halevy juga menyatakan kalau jumlah senjata yang dimiliki (perlawanan) di Rafah sangat besar.
“Oleh karena itu jumlah senjata yang ditemukan oleh “tentara” Israel sangat kecil dibandingkan dengan persediaan (milisi perlawanan),” katanya.
Dia menekankan bahwa Israel masih jauh dari “bisa menghancurkan dan mengalahkan Hamas.”
Halevy juga menyoroti kemampuan Hamas dalam memulihkan kekuatan mereka.
“Setiap prajurit yang memasuki Khan Yunis untuk keempat kalinya atau lingkungan Zaytoun untuk kelima kalinya mengetahui bahwa tidak ada yang dikalahkan, dan dengan metode kerja Divisi Operasi saat ini, masalah tersebut tidak akan pernah terselesaikan, karena untuk setiap orang yang terbunuh, dua orang dilahirkan. Dan untuk setiap orang yang terluka, direkrut 3 pejuang baru, dan untuk setiap senjata yang disita oleh tentara Israel, lima lagi diproduksi di ruang bawah tanah Gaza,” katanya