BANDA ACEH – Kelompok pejuang Lebanon, Hizbullah, dilaporkan menembakkan puluhan rudal ke Haifa dan Galilea pada Minggu malam (21/9/2024) waktu setempat.
Radio Angkatan Darat Israel dan media setempat melaporkan dalam serangan kali ini, Hizbullah secara khusus menargetkan pangkalan Ramat David di dekat Haifa untuk pertama kalinya.
Hizbullah pun mengonfirmasi hal ini di Telegram, dengan mengatakan bahwa mereka telah menargetkan pangkalan dan bandara Ramat David sebagai tanggapan atas serangan AU Israel di Beirut yang menewaskan beberapa komandan utamanya.
Hizbullah mengatakan mereka meluncurkan puluhan rudal “Fadi 1 dan Fadi 2” – jenis senjata baru yang belum pernah digunakan kelompok itu sebelumnya – di pangkalan udara Ramat David, tenggara Haifa.
“Kami telah menembakkan rudal ke pangkalan militer Israel pada hari Minggu menyusul serangan udara Israel yang menewaskan sedikitnya 37 orang, termasuk salah satu pemimpin senior kelompok militan itu,” ujar Hizbullah dalam postingan di Instagram.
Sedangkan di sisi lain, militer Israel atau IDF menyatakan hanya ada 10 rudal yang diluncurkan. Sebagian besar, menurut, mereka bisa dicegat, meski ada juga yang lolos.
Menurut media Israel, sebuah rudal jatuh di Nazareth, dan kebakaran besar terjadi di kota itu.
Sementara di media sosial, sejumlah pengamat meyakini serangan Hizbullah tersebut mengenai pangkalan militer Ramat David.
“Ledakan besar terdengar dan laporan bahwa pangkalan udara Ramat David telah terkena serangan. Ini adalah rudal jarak jauh. Lebanon memiliki hak untuk mempertahankan diri,” tulis Hadi Nasrallah.
“Perlu diingat bahwa ini belum merupakan respons terhadap serangan teror pager. Ini adalah persamaan baru. Israel pasti sekarang akan membantah dan mengklaim mereka berhasil mencegat semua rudal dan hanya ada 2 orang yang terluka. Namun, kita telah melihat asap mengepul dari pangkalan militer dan bangunan industri serta listrik padam di beberapa area. Mereka sekarang akan mengubah cerita menjadi ‘rudal jatuh di dekat sini’ seperti biasanya.”
Hadi meyakini, lebih dari 300.000 warga Israel berada di bunker malam ini.
Ia menyatakna, Netanyahu ingin para pemukim kembali ke utara sekarang karena dia mempertaruhkan lebih banyak dari mereka yang mengungsi.
Namun, katanya, Israel tidak memberi Hizbullah pilihan. Israel melewati semua garis merah dan tidak mengampuni warga sipil.
“Israel malam ini meluncurkan kampanye pengeboman biadab di Lebanon dengan mengklaim mereka menghancurkan peluncur rudal. Mereka berbohong dan Hizbullah memberi mereka rasa sakit yang mereka alami sendiri.’
Hizbullah konfirmasi kematian para komandan senior
Gerakan perlawanan Lebanon, Hizbullah, mengonfirmasi bahwa komandan senior Ibrahim Muhammad Aqil termasuk di antara 31 orang yang tewas dalam serangan udara Israel yang menghancurkan dua bangunan tempat tinggal di pinggiran selatan Dahiye, Beirut, pada 20 September lalu.
“Hari ini, pemimpin jihad besar, Haji Ibrahim Aqil, bergabung dengan arak-arakan saudara-saudaranya, para pemimpin syahid, setelah menjalani kehidupan yang penuh berkah, jihad, kerja keras, luka, pengorbanan, risiko, tantangan, pencapaian, dan kemenangan … Yerusalem selalu ada di hati, pikiran, dan benaknya siang dan malam,” kata Hizbullah dalam sebuah pernyataan.
Aqil bertanggung jawab untuk mengawasi kepemimpinan Pasukan Radwan elit Hizbullah sejak dimulainya genosida Israel di Gaza dan dimulainya operasi lintas perbatasan di Lebanon selatan.
Komandan lain dari Pasukan Radwan, Ahmad Mahmoud Wehbi, tewas dalam serangan itu bersama dengan 14 pejuang.
Menurut Kementerian Kesehatan Lebanon, 31 orang tewas, termasuk 3 anak-anak dan 7 wanita, dan 68 orang terluka selama serangan udara Israel yang menghantam lingkungan permukiman padat penduduk pada siang hari.
Serangan itu terjadi setelah dua serangan teror yang belum pernah terjadi sebelumnya yang menyebabkan badan intelijen Israel meledakkan ribuan perangkat komunikasi di seluruh negeri, menewaskan puluhan orang dan melukai ribuan orang.
Berbicara di Dewan Keamanan PBB pada hari Jumat, Menteri Luar Negeri Lebanon Abdallah Bou Habib menyebut serangan Israel itu sebagai “metode perang yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam kebrutalan dan terornya.”