Oleh: Damai Hari LubisPengamat Hukum & Politik Mujahid 212Prihatin bercampur sedih, jika melihat karakter Oma Irama mirip artis atau pemusik pemula yang butuh pansos. Padahal dia sudah cukup tenar, sehingga syurga dunia cukup banyak dia dapatkan diantaranya selain harta tidak bergerak termasuk istri-istri, juga harta bergerak.
Namun rupanya Oma masih kurang-kurangan ataukah tabungannya telah mengalir bocor kepada hal yang kurang bermanfaat, sehingga menipis dan perlu mencari panggung lain, mengkritik komentar seorang HRS yang memiliki garis keturunan/ juriyah Rasulullah.
Apakah gelar Raden yang dia sandang depan namanya “oma’ yang terbalik penempatannya karena menjadi “RHOMA” yang seharusnya H. R. Oma, namun menurutnya mungkin tidak komersil dan tidak keren? Sehingga akronimnya sengaja dia balik. Nyata dari susunan namanya yang Oma “pamerkan adalah huruf R/ Raden, Ia letakan didepan atau “lebih tinggi” dari gelar H/ Haji, maka Ia buat sungsang, huruf H di belakang inisial R atau Raden.
Begitulah di masa tuanya Oma pun terbalik atau sungsang pola pikirnya, hal yang tidak sepele lalu bermakna penting, terkait historis kejahatan bahaya laten PKI pada tahun 1948 yang dipimpin Muso dan Tahun 1965 yang dipimpin oleh Aidit, yang publik endus saat ini memiliki indikasi bakal bangkit menyusun kekuatan dan Publis dengan dengan penyebutan Komunis gaya baru/ KGB. Namun lebih mudah atau sederhana pemahamannya bagi publik umumnya, dengan sebutan PKI oleh sebab latar belakang sejarah buruk (bad history).
Ada pun sebutan dengan PKI bukan sebuah hal yang aneh, bahkan justru hal yang halal menurut hukum oleh sebab, “pemahaman” atau ideologi komunis dilarang untuk disebar luaskan, dan ketika sebuah kelompok yang ingin membuat onar dengan teori pecah belah atau adu domba, seorang WNI yang patuhi terhadap sistim hukum yang tetap berlaku, maka sah-sah saja seorang tokoh sekaliber HRS. membuat ilustrasi dengan pola majas (unsur etimologi) sebagai PKI. PKI yang nyata dilarang oleh sistim hukum, vide TAP MPR RI Jo. UU. RI Tentang Hukum Pidana No. 27 Tahun 1999.
Padahal untuk seorang Oma ada hal yang lebih penting daripada memantik (triger) perpecahan dikalangan sesama ummat Muslim, yakni Oma yang mangaku keturunan Raden, alangkah lebih nice and wise, jika konsen kepada nasionalisme-nya dengan ikut serta mengkritisi Keppres No. 17 Tahun 2022 Jo. Inpres No. 2 Tahun 2023 yang terus diperdebatkan oleh banyak kalangan publik hingga saat ini, bahkan sampai ke ranah hukum (MA), karena overlapping dengan sejarah kejahatan besar atau makar yang PKI lakukan pada tahun 1948 dan 1965.
Sehingga Keppres dan Inpres a quo versus dengan sejarah hukum yang melahirkan TAP MPR RI No. 25 Tahun 1966 Jo. UU. RI No. 27 Tahun 1999. Dan implikasinya membuat kebingungan dan kerisauan tentang, “siapa penjahat dan siapa yang menjadi korban kejahatan”.
Semoga Oma dengan irama dukungan politik sungsang nya terhadap kelompok pro Jokowi, ketimbang Habaib dan para ulama pendukung Habaib, segera sadar untuk tobatannasuha, sebelum ajal menjemput yang entah kapan bakal tiba.
Rhoma Irama: PKI yang Mana?
Sebelumnya, Raja Dangdut, Rhoma Irama menanggapi pernyataan Habib Rizieq yang menyerukan kepada umat Islam, khususnya Laskar Islam untuk bersiaga menghadapi rencana aksi pasukan berani mati Jokowi.
Bahkan, Imam Besar FPI itu meminta mereka untuk mengasah golok untuk menghadang Pasukan Berani Mati Jokowi Alasannya yang dinilainya merupakan perwujudan dari kebangkitan gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI).
“Ini PKI mau bangkit, dia mau tes ombak, kira-kira dia punya kekuatan nggak untuk ganyang kita,” beber Habib Rizieq dalam video yang beredar di media sosial.
Pernyataan itu langsung dikomentari Rhoma Irama, secara tegas. Dikatannya, tidak sependapat dengan Habib Rizieq.
Rhoma Irama justru mengungkapkan salah satu pemimpin PKI, yakni Musso atau Paul Mussotte bernama lengkap Muso Manowar merupakan sosok anak kiai. Muso bahkan diketahui merupakan Ba’alwi atau Bani Alawi.
“PKI yang mana? Ketua Umum PKI itu Aidit. Ba’alwi, Muso? Ba’alwi,” tanya Rhoma Irama.