BANDA ACEH – Setengah juta warga sipil di Lebanon selatan dan Lembah Bekaa dilaporkan terpaksa mengungsi sejak Israel mencarkan serangan udara ke negara itu.
Desa-desa di dekat perbatsan Israel-Lebanon dilaporkan menjadi daerah yang paling terdampak parah. Bahkan, daerah itu dipenuhi puing-puing.
Belum diketahui apakah mereka akan mengungsi untuk waktu yang lama atau singkat saja.
“Kami tidak berpikikir situasi ini akan berakhir dalam waktu singkat,” ujar Tania Baban, Direktur MedGlobal di Lebanon, dikutip dari Arab News.
Baban mengatakan beberapa warga Lebanon barangkali tak akan bisa pulang karena rumah mereka sudah hancur.
Sehari setelah perang di Jalur Gaza meletus tanggal 7 Oktober 2023, perbatasan Israel-Lebanon berubah menjadi medan tempur baru.
Kelompok Hizbullah di Lebanon mulai menyerang Israel utara sebagai bentuk dukungan kepada warga Gaza yang diinvasi Israel.
Israel juga melancarkan serangan balasan sehingga membuat desa-desa di Lebanon selatan rusak.
Menteri Luar Negeri Lebanon Abdallah Bou Habib berujar ada sekitar 500.000 juta warga Lebanon yang mengungsi sejak serangan Israel meningkat. Adapun baru-baru ini ada lebih dari 110.000 yang menyelamatkan diri.
Dilaporkan terjadi eksodus massal di Tyre, Sidon, dan Nabatiyeh. Bahkan, sekitar 70 persen penduduk Tyre mengungsi.
“Masyarakat tak tahan lagi,” kata Wali Kota Tyre Hassan Dbouk kepada Washington Post.
Menurut Baban, jumlah pengungsi Lebanon sebenarnya lebih besar daripada yang tercatat.
Baban mengatakan pihaknya mulai menyalurkan bantuan kebutuhan sehari-hari ke tempat perlindungan pada hari Selasa lalu. Bantuan itu di antaranya matras, handuk, bantal, air, dan perlengkapan kebersihan pribadi.
“Kami pergi ke beberapa sekolah untuk mendapatkan informasi dan melakukan peninjauan, dan ada beberapa pengungsi yang datang, dan ini baru di Beirut,” ujar Baban.
Baban mengatakan kebanyakan pengungsi berasal dari Lebanon selatan.
“Saya yakin dari Bekaa juga, tetapi kami belum punya rincian seperti itu karena masih banyak orang-orang yang datang.”
Salah seorang warga, Safa Kosaibani (21), mengungsi dari Nabatiyeh ke Sidon bersama anggota keluarganya.
Dia mendengar Israel memaksa warga sipil untuk meninggalkan Lebanon, tetapi dia tidak mempercayai peringatan itu.
“Kami berpikir itu hanya perang psikologis,” kata Kosaibani.
“Mereka (Israel) hanya berusaha mendesak kami untuk meninggalkan daerah kami karena kami mendesak mereka untuk pergi dari daerah mereka di utara. Mereka ingin melakukan hal yang sama kepada kita.”
Di sisi lain, diperkirakan ada sekitar 60.000 warga Israel yang mengungsi dari perbatasan. Beberapa waktu lalu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali menegaskan keinginannya untuk mengembalikan para pengungsi.
Israel bersiap, bisa saja menginvasi Lebanon
Israel kini dikabarkan bersiap untuk menghadapi kemungkinan invasi ke Lebanon.
“Saat ini kami akan melanjutkannya, kami tak akan berhenti; kami akan terus menyerang dan menggempur mereka di semua tempat,” ujar Kepala Staf Umum Israel Letnan Jenderal Herzi Halevi dikutip dari ABC News.
Dia mengatakan operasi militer Israel bertujuan untuk mengembalikan para pengungsi ke Israel utara.
“Untuk mencapainya, kami menyiapkan proses manuver, yang artinya sepatu bot militer kalian, sepatu bot manuver kalian, akan memasuki wilayah musuh, memasuki desa-desa yang di sana sudah disipakan Hizbullah sebagai pos militer besar, dengan infrastruktur bawah tanah,” kata Halevi.
Hari Rabu kemarin Israel kembali menyerang Lebanon, termasuk serangan besar di Lebanon selatan dan Bekaa yang berada di timur Kota Beirut.
Militer Israel mengklaim telah menyerang 260 target pada hari itu dan 2.000 target terkait Hizbullah dan tiga hari belakangan.
Kementerian Kesehatan Lebanon mengatakan pada hari yang sama ada setidaknya 81 orang yang tewas akibat serangan Israel. Sejak Senin lalu sudah ada lebih dari 650 orang, termasuk 50 anak, yang tewas