BANDA ACEH – Kepala Badan Standar, Kurikulum & Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (BSKAP Kemendikbud) Anindito Aditomo buka suara terkait ramainya pembicaraan bahwa kampus luar negeri enggan terima lulusan SMA Indonesia imbas Ujian Nasional (UN) dihapus.Salah satu yang ramai diperbincangkan adalah Belanda, yang beberapa waktu lalu dibahas oleh pemilik akun TikTok TikTok @irwanprasetiyo.
Disebutkan bahwa lulusan SMA di Indonesia tidak bisa langsung diterima di Universitas Belanda karena kurikulumnya dianggap belum setara.
Ia menganggap penghapusan UN seharusnya tidak mengubah peluang masuk perguruan tinggi, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Pasalnya, pria yang akrab disapa Nino tersebut menilai bahwa UN merupakan ujian kelulusan, bukan ujian seleksi.
“Kemendikbudristek menghapus Ujian Nasional sebagai ujian kelulusan. Ujian seleksi masuk PTN tetap diberlakukan bagi murid yang ingin masuk ke PTN,” ungkap Nino dalam keterangannya, dikutip 28 September 2024.
Sehingga, meski UN diberlakukan, lulusan SMA masih harus mengikuti ujian seleksi untuk bisa diterima di perguruan tinggi tujuannya. Ia pun mencontohkan perbedaan kurikulum di Jerman yang membuat lulusan Indonesia tidak bisa langsung diterima di perguruan tinggi. Di mana, Negara Industri tersebut menerapkan 13 tahun belajar untuk jenjang dasar hingga menengah.
“Ini terjadi karena persiapan untuk memasuki perguruan tinggi akademik di Jerman dilakukan pada kelas 13 SMA (Gymnasium), sedangkan SMA di Indonesia hanya sampai kelas 12,” tambahnya.
Tak perlu jauh-jauh ke luar negeri, di Indonesia pun ujian seleksi diberlakukan untuk memastikan standar pendidikan para calon mahasiswa melalui ujian tulis berbasis komputer (UTBK).
Oleh karena itu, pihaknya kini berfokus untuk menyosialisasikan hal ini ke perguruan tinggi di luar negeri.
“Saya paham bahwa mungkin ada perguruan tinggi luar negeri yang memerlukan hasil tes terstandar. Hal ini bisa diperoleh dari tes yang diselenggarakan untuk keperluan seleksi masuk PTN di Indonesia. Terkait hal ini, Kemendikbudristek terus melakukan sosialisasi, termasuk melalui Atase Pendidikan di luar negeri,” tuturnya.
Bahkan, menurut Anindito, sejumlah perguruan tinggi luar negeri mendukung kurikulum Merdeka Belajar sekaligus penghapusan UN tersebut.
“Sebaliknya, setelah Ujian Nasional dihapus, ada perguruan tinggi seperti University of Melbourne yang menyimpulkan bahwa capaian dalam Kurikulum Merdeka setara dengan capaian di kurikulum Australia. Dengan begitu murid lulusan Kurikulum Merdeka bisa langsung mendaftar (direct entry) ke Melbourne University tanpa mengikuti persiapan pra-kuliah lagi,” paparnya.
Di sisi lain, Kemendikbudristek usai menghapus UN kemudian mengganti dengan Asesmen Nasional untuk monitoring dan evaluasi kualitas sistem sekolah.
Asesmen Nasional ini mengukur hasil belajar literasi, numerasi, dan karakter murid, serta berbagai indikator kualitas pembelajaran.
Sedangkan sebelumnya, monitoring dan evaluasi sekolah berfokus pada indikator-indikator yang belum tentu mencerminkan kualitas belajar.