Penampilan Citra Palsu Calon Kepala Daerah di Medsos Berimbas Hubungan dengan Pengikutnya Berjarak

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH – Praktisi Digital Universitas Indonesia Dr Firman Kurniawan meyakini dengan semakim dewasanya perilaku masyarakat Indonesia di dunia digital hal tersebut berimplikasi pada kemampuan masyarakat untuk menilai keaslian konten yang dibuat pembuat konten atau konten kreator.

ADVERTISEMENTS

Dalam konteks Pilkada Serentak 2024, menurutnya hal tersebut perlu diperhatikan oleh para calon kepala daerah yang memanfaatkan media sosial mereka sebagai wadah mereka berkampanye.

ADVERTISEMENTS

Bila calon kepala daerah menampilkan citra palsu maka justru akan membuat hubungan mereka dengan para pengikut di media sosial semakin berjarak. 

ADVERTISEMENTS

Tidak hanya itu, menurutnya kepalsuan itu bisa digunakan sebagai bahan konten baru oleh lawan mereka sehingga menjadi ‘senjata makan tuan’. 

ADVERTISEMENTS

Hal itu disampaikannya dalam diskusi bertajuk Wujudkan Kampanye Damai #MakinHepiDiRuangDigital yang digelar Tribun Network di Studio 1 Menara Kompas Jakarta pada Senin (30/9).

ADVERTISEMENTS

“Jangan justru kita beri jarak dengan image palsu. Lantaran kita sedang mencalonkan diri menjadi kepala daerah kemudian tiba-tiba begitu akrab, ketemu anak digendong, dicium, kemudian masuk kepada pasar,” kata Firman.

“Itu memang sebuah upaya untuk mendekatkan diri. Tetapi publik akan menilai apakah aktivitas itu merupakan aktifitas yang tulus atau tidak,” sambung dia.

Ternyata, apa yang disampaikan Firman juga turut diperhatikan oleh para calon kepala daerah yang saat ini tengah bertarung dalam kontestasi Pilkada 2024.

Calon Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung bahkan “menantang” publik untuk membuka jejak digitalnya.

Pramono mengatakan telah aktif bermain X (dulu Twitter) sejak 2010 dan telah lama aktif di Instagram.

Namun, ia mengakui bermain TikTok baru-baru ini.

Selain itu, ia pun mengaku tidak pernah betul-betul mempersiapkan diri sebagai calon gubenur sehingga menurutnya citra yang ia tampilkan selama ini di media sosial baik X maupun Instagram bukan ditunjukkan untuk kepentingan Pilkada.

“Saya bermain di ruang digital ini, bermain Twitter ini sejak tahun 2010. Bahkan jejak digital saya bisa dilihat, saya ini misalnya ketika 2011 pertarungan  antara Persib dan Persija, waktu itu sebagai pendukung dari dulu Persija, saya bilang El Classico akan dimenangkan oleh Persija. Itu ada jejak digitalnya,” kata dia.

“Kalau dilihat jejak digital saya, terutama Instagram saya, isinya cucu, sepedaan, kemudian saya betul-betul family man, dengan keluarga,” sambung dia.

Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Suswono melihat era kekinian memaksanya untuk terlibat aktif dalam media sosial.

Ia pun tidak memungkiri media sosial sebagai wadah yang efisien dan efektid untuk memperkenalkan sosoknya di dunia maya.

Suswono pun melihat anak-anak muda pengguna media sosial adalah anak-anak muda yang cerdas.

Untuk itu, ia memilih menggunakan kata-kata bijak dan optimisme untuk membangun semangat anak-anak muda pengikutnya di media sosial.

“Saya sendiri terpaksa harus juga, dipaksa untuk ikut terlibat di sana. Makanya ada kata-kata bijak, kata-kata optimisme yang setiap hari harus kita produksi untuk membangun semangat anak-anak muda,” kata dia.

“Jadi prinsipnya memang, mau tidak mau ini adalah satu media yang sangat efisien dan efektif. Yang diperlukan adalah tentu kreatifitas agar platform-platform ini betul-betul bisa optimal dalam memperkenalkan kita di dunia maya,” sambung dia.

Calon Gubernur Banten Airin Rachmi Diany pun bahkan menginstruksikan kepada tim media sosialnya untuk menampilkan sosoknya beserta segala kelebihan dan kekurangannya.

Ia bahkan mengaku mengelola sendiri akun Instagramnya tanpa menggunakan admin media sosial.

Airin juga melihat kecenderungan pemilih muda kurang tertarik dengan konten-kontennya yang berbau Politik.

Akan tetapi, kata dia, pemilih-pemilih muda justru lebih senang konten yang menunjukkan hal-hal yang sifatnya pribadi.

“Kadang-kadang menarik bagi anak-anak muda, kalau kita bicara politik, kita sampaikan, itu yang nge-like sedikit, atau yang nontonnya. Tapi kalau pribadi kita, itu banyak sekali. Jadi pada intinya, selalu sampaikan apa adanya sehingga masyarakat akan melihat dan memilih,” kata Airin.

Calon Wakil Gubernur Jawa Barat Ilham Habibie memandang sudah semestinya apa yang ditampilkan di media sosial adalah sosok yang sebenar-benarnya. Hal itu, kata dia, karena media sosial adalah wadah agar publik dapat mengenal dirinya.

Menurutnya, sebelum ia terjun ke dunia politik dirinya telah aktif di dunia maya. Di dunia maya, ia mengaku cenderung menunjukkan hal yang menjadi minatnya misalnya soal dunia pesawat terbang, ilmu pengetahuan dan teknologi, hingga industri.

Menurut Ilham interaksi sosial yang terjadi di media sosial lebih baik berjalan dengan apa adanya. Namun, ia juga tidak memungkiri memiliki tim yang ditugaskan khusus untuk memantau media sosial diantaranya untuk meluruskan hoax atau kampanye hitam yang menyerangnya.

“Kalau menurut saya pribadi, inginnya tidak perlu (buzzer). Namun demikian, saya kira ini kan tergantung bagaimana ruang politik yang ada. Kalau semuanya gunakan bagaimana? Tapi saya pribadi, tidak suka menggunakan buzzer. Karena memang (interaksi) itu mestinya berkembang secara organik. Itu lebih baik,” kata dia.

“Karena itu benar-benar menunjukkan ruang di mana kita bergerak, siapa yang mendukung, dengan pendapat apa, ada yang tidak mendukung. Itu lebih realistis. Tapi memang dunia kita tidak seperti itu,” sambung dia.

Calon Walikota Batu Kris Dayanti juga menyadari masyarakat Indonesia semakin cerdas dalam bermedia sosial. Masyarakat, menurutnya semakin mampu menilai sosok asli tokoh masyarakat melalui media sosial.

Lebih dari itu, menurutnya masyarakat juga menginginkan sosok tokoh masyarakat yang mudah digapai untuk berkomunikasi. Dengan dua hal tersebut menurutnya, hati para pemilih dapat lebih mudah disentuh.

“Selain komunikasi dua arah dan juga genuine dibutuhkan karakter yang asli. Saya yakin itu lebih menyentuh ya. Cukup kita sebagai figur yang memang mudah untuk dijangkau,” kata dia.

“Artinya, dengan keadaan kami yang sebenar-benarnya, tidak dibuat-buat, ya okelah kalau Bu KD (Kris Dayanti) ke pasar pakai bulu mata tetap, okelah karena dia artis lah. Misalkan orang begitu. Tapi itu kehidupan nyata. Jadi nggak ada yang harus, saya terus tiba-tiba mencalonkan sebagai Kepala Daerah terus saya menjadi orang lain,” sambung dia.

Terkait aktivitas para calon kepala daerh di media sosial, Dirut Bakti Kominfo Fadhilah Mathar mengimbau pentingnya menjaga ruang digital untuk tetap bersih dari disinformasi dan berita bohong.

Ia juga meyakini setiap calon kepala daerah yang turut serta dalam Pilkada Serentak 2024 memiliki komtimen untuk lebih mengutamakan kepentingan masyarakat dibandingkan kepentingan pribadi.

“Mungkin yang perlu kami imbau adalah terkait dengan disinformasi dan hoax. Kita harus berkolaborasi betul-betul menyatakan bahwa ruang digital kita ini adalah ruang digital dengan kampanye positif, bukan negatif,” kata dia.

“Karena kalau negatif, itu hanya istilahnya, hanya waktunya bisa mengenai kita sendiri dan itu tentu melukai masyarakat,” sambung dia.

Acara tersebut dipandu langsung oleh Corporate Communication Director Kompas Gramedia Glory Oyong dan News Director Tribun Network Febby Mahendra Putra

Exit mobile version