Situasi sekarang semakin parah. Sebab, selama era pasca reformasi, melalui perubahan Pasal 33 UUD 1945 yang asli, kapitalisme dan neoliberalisme menjadi ajaran resmi di Indonesia.
Doktor-doktor ekonomi yang 25 tahun lalu masih ada segelintir yang berbasis teori ekonomi Pancasila, sekarang hampir semuanya kapitalis. Sehingga, ketimpangan sosial di Indonesia saat ini sudah sama dengan era kolonial, yang pribumi seperti budak dan VOC pemilik kekayaan. Sedangkan negara hanya berfungsi melayani kepentingan kapital.
Pertanyaannya, apakah pernyataan Hashim Djojohadikusumo tentang perlunya pribumi mendapatkan prioritas dapat dimaknai sebagai jalan lurus bagi bangsa kita?
Penutup
Pernyataan ideologis Hashim Djojohadikusumo tentunya harus disambut dengan perasaan terbuka. Target untuk mendorong adanya keadilan sosial, sebagaimana sila ke-5 Pancasila, harus selalu diulang dan diulang. Jika hal ini dianggap rasis, maka struktur ketimpangan sosial di Indonesia hanya akan menjadi beban kebersamaan kita sepanjang Indonesia ada, nantinya.
Kegagalan Soemitro Djojohadikusumo di era lalu, jika dituduh gagal, bukan berarti kegagalan tanpa makna. Kebijakan affirmative itu tentu bukan bagian terpisah dari gerakan pemerataan lainnya.
Gerakan pemerataan Prabowo dalam konteks “memberi ikan” adalah program sosialis makan bergizi kepada 81 juta jiwa. Ini juga ada peluang untuk mendorong tumbuhnya pengusaha di level UMKM.
Sedangkan “memberi pancing” adalah program membentuk lapisan pengusaha pribumi yang kuat. Dalam naungan ideologi yang sosialistik, penciptaan kelas menengah pribumi justru peluang keberhasilannya semakin tinggi.
Semoga pikiran-pikiran Hasyim Djojohadikusumo ini dapat mempercepat proses kebersamaan, persatuan bangsa dan sekaligus keadilan sosial sesungguhnya.
**).