BANDA ACEH – Pemerintahan era Presiden Prabowo Subianto menyiapkan strategi untuk mendongkrak kinerja sektor properti, yakni berupa melakukan penghapusan pajak perumahan sebesar 16 persen.
Satgas Perumahan Prabowo, Hashim Djojohadikusumo mengungkapkan, pajak yang akan dihapus itu terdiri dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5 persen dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen.
Adapun, kebijakan insentif fiskal ini bakal diterapkan pada awal tahun Prabowo menjabat.
“Rekomendasi kita ke pemerintah untuk dihapus 16 persen sementara waktu,” kata Hashim dalam Propertinomic Executive Dialogue di Jakarta, yang berlangsung belum lama ini, Kamis (11/10/2024).
Hashim, yang merupakan adik dari Prabowo menjelaskan, bahwa insentif ini direncanakan berlaku selama satu hingga tiga tahun pertama pemerintahan Prabowo.
Rangkaian insentif ini akan dikucurkan setelah mendapat usulan dari Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu dan Anggota Satgas Perumahan Prabowo, Bonny Z. Minang.
“PPN 11 persen dihapus untuk sementara waktu mungkin 1, 2, 3 tahun pertama. Kita hapus ini untuk mengurangi beban,” ucap Hashim.
” Terus juga ada 5 persen BPHTB (dihapus),” sambungnya.
Dengan demikian, total penghapusan pajak selama tiga tahun pertama akan mencapai 16 persen.
Hashim menilai kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi beban bagi pengembang dan pembeli properti, sekaligus menjadi stimulus ekonomi.
Dirinya mengaku, langkah ini akan memicu pertanyaan mengenai dampaknya terhadap penerimaan negara.
Namun, ia memastikan kehilangan penerimaan dari sisi ini akan ditambal dari sumber lain.
Maka dari itu, Hashim menyebut Kementerian Penerimaan Negara akan dibentuk di Pemerintahan Prabowo-Gibran, yang salah satunya mengurusi hal ini.
“Nanti ada ada Kementerian Penerimaan Negara, bukan Badan Penerimaan Negara. Saya sudah tahu sampai sekarang belum berubah namanya. Tetap ada satu dan dia akan perhatikan ini,” ucap Hashim.
Bonny Z. Minang berharap relaksasi pajak ini dapat meningkatkan kontribusi sektor properti RI terhadap Produk Domestik Bruto (GDP) Indonesia.
Ia menjelaskan bahwa kebijakan ini untuk sementara waktu ditujukan kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Namun, tidak menutup kemungkinan insentif ini juga dapat dinikmati oleh segmen menengah ke atas.
“Untuk sementara menengah ke bawah. Kita sebut MBR ya, namun tidak menutup (kemungkinan) juga menengah ke atas. Ada hal lain yang kita perlu bicarakan nanti,” tukas Bonny