BANDA ACEH – Supriyani, seorang guru honorer di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), saat ini tengah menjadi sorotan.
Sebagaimana diketahui, guru SD di Kecamatan Baito ini sebelumnya dilaporkan atas dugaan penganiayaan terhadap muridnya yang merupakan anak polisi.
Supriyani sempat ditahan selama satu pekan di Lapas Perempuan III Kendari. Penahanannya berhasil ditangguhkan, Selasa (22/10/2024).
Ia pun telah menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan pada Kamis (24/10/2024).
Lalu sidang akan dilanjutkan pada Senin (28/10/2024) dengan agenda pembelaan dari terdakwa.
Terlepas dari kasus yang menjerat Supriyani, terungkap keseharian guru honorer tersebut.
Dalam kesehariannya, Supriyani tak bergantung dari satu sumber mata pencaharian.
Apalagi, gaji guru honorer yang tak menentu mengharuskannya bekerja lebih giat sehingga waktunya sehari-hari dihabiskan untuk bekerja.
Menurut pengakuan rekannya, Supriyani mendapatkan gaji yang cukup kecil, yaitu Rp 300.000 per bulan.
Supriyani harus mengumpulkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membangun rumah yang masih seadanya.
Salah satu tetangga Supriyani yang bernama Suyatni (57) menceritakan keseharian sang guru honorer tersebut.
Ia menyebut Supriyani jarang berbaur dengan warga. Alasannya, menurut Suyatni, Supriyani banyak melakukan aktivitas di luar rumah.
Setelah mengajar, Supriyani biasanya langsung pergi ke untuk membantu suaminya.
“Dia hanya mengajar, setelah itu pulang langsung ke kebun,” ucap Suyatni dinukil dari TribunnewsSultra.com, Jumat (25/10/2024).
Kemudian, selama Supriyani dan sang suami tinggal di kediamannya sendiri, menurut Suyatni tak pernah terdengar nada keras dari guru honorer tersebut.
Ia juga tidak pernah melihat Supriyani memukul anaknya. Supriyani hanya menegur anaknya jika bermain hujan.
“Tidak pernah, (memukul) itu anak-anaknya kalau main hujan dia hanya tegur,” ujarnya.
Sementara itu, sosok suami Supriyani bekerja serabutan.
Ia terkadang bekerja di bengkel dan kadang menjadi pekerja bangunan.
“Suaminya kadang di kebun, kadang kerja bengkel, kadang juga ikut kerja bangunan,” jelasnya.
Kasus Lebih Cepat Selesai jika Restorative Justice Diterapkan
Kasus yang menjerat Supriyani disebut bisa selesai lebih cepat jika restorative justice diterapkan sejak awal.
Hal ini disampaikan Wakil Kepala Kejati Sultra, Anang Supriatna, saat memantau sidang perdana Supriyani di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Kabupaten Konsel pada Kamis kemarin.
Ia menyebut, kasus ini menyita perhatian warga Sultra, bahkan seluruh Indonesia lantaran telah masuk ke sengketa hukum.
Padahal, jika menggunakan pendekatan restorative justice sejak awal, kasusnya bisa lebih baik atau cepat selesai.
“Kasus ini akan lebih baik kalau sejak awal ada upaya pendamaian dengan restorative justice,” ucap Anang.
Meski begitu, ia berharap perjalanan sidang ini bisa memberikan keadilan, kepastian, dan kebermanfaatan bagi Supriyani.
Anang juga mengapresiasi pihak pengadilan karena sebelumnya telah menerima penangguhan penahanan Supriyani.
Selain itu, Kejari Konsel juga turut menjadi jaminan dalam pelaksanaan penangguhan penahanan ini.
Di sisi lain, saat sidang perdana, Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta peradilan dilakukan dengan cepat.
Tujuannya agar Supriyani segera mendapatkan keadilan dan kepastian hukum dan kasus ini tidak menjadi polemik.
“Hari ini jaksa tidak hanya mempersiapkan dakwaan, tetapi juga telah mempersiapkan untuk kehadiran saksi-saksi.”
“Bila hari ini perlu dituntaskan, dengan tuntutan pun sudah siap berdasarkan fakta-fakta yang ada,” jelasnya