NASIONAL
NASIONAL

Kilas Balik Hubungan Prabowo, PSI, dan Masyumi

image_pdfimage_print

Inti ultimatum mereka, dalam waktu lima hari, Perdana Menteri Djuanda mengembalikan mandat kepada presiden, dan dibentuk kabinet baru di bawah Hatta dan Hamengkubuwono IX, sebagai tokoh yang dapat diterima oleh semua pihak.

ADVERTISEMENTS
Kartu ATM di Rumah, Action Mobile di Tangan

Kemudian meminta kepada Presiden Soekarno untuk menaati Konstitusi, baik dalam kata maupun perbuatan. Apabila tuntutan itu tidak diindahkan, maka mereka berhak untuk tidak taat kepada Presiden Soekarno, dan itu menjadi tanggung jawab Soekarno sendiri. Setelah 5 hari pembacaan ultimatum Dewan Perjuangan berdirilah PRRI.

ADVERTISEMENTS
Bank Aceh Syariah Mengucapkan Selamat Hari Pahlawan 10 November 2024

Kolaborasi antara perwira menengah daerah dengan kedua partai anti-PKI itu membuat Pemerintahan Soekarno kewalahan menghadapinya. PRRI bukan negara tandingan, melainkan pemerintahan oposisi (tandingan) yang ingin meluruskan kebijakan Soekarno yang keliru.

ADVERTISEMENTS
Memperingati 96 Tahun Sumpah Pemuda dari Bank Aceh Syariah

Setelah PRRI gagal, Sumitro tidak pulang sampai tahun 1967, setelah Soeharto menjadi presiden. Kemudian Sumitro menjadi Menteri Perdagangan dan Industri, dan belakangan sebagai Menteri Riset.

ADVERTISEMENTS
Selamat & Sukses atas Pelantikan Ketua DPRA, Wakil Ketua I DPRA dan Wakil Ketua II DPRA

Kedekatan antara ayahnya dengan tokoh Islam, menginspirasi Prabowo secara pribadi, sejak beliau menjadi tentara hingga hari ini. Tidak mengherankan, Prabowo lebih banyak mendapatkan dukungan tokoh-tokoh Islam dalam kontestasi politik.

ADVERTISEMENTS
Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024

Dalam anggapan tertentu, Prabowo dianggap sebagai tentara hijau (simbol melekat bagi tentara yang dekat dengan Islam). Prabowo ada di antara kalangan Nasionalis, Islam, dan Sosialis.

Berita Lainnya:
Jaksa Agung Akan Dilaporkan ke Bareskrim, Dugaan Hoaks
ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hari Santri Nasional

Secara ideologis, Prabowo menganut paham politik kerakyatan (cenderung Sosialis). Meski pendekatan politiknya Sosialis, Prabowo adalah jenderal Nasionalis yang agamis. Karena itu dia selalu menyebut dirinya dan partainya (Gerindra) sebagai Partai Nasionalis-Religius.

Dari perspektif itu, dia mengadopsi pandangan Partai Sosialis Indonesia. Namun secara politik dia memiliki kedekatan secara ideologis dengan partai Islam, terutama menghubungkan pandangan politiknya dengan mengadopsi PSI dan Masyumi.

Kedua partai legenda masa lalu itu juga memiliki konsep ekonomi kerakyatan yang konstitusional.

PSI anti-komunis, dengan kebijakan ekonomi dan politik sosialis yang lengkap. Masyumi pun sama, anti terhadap komunisme dan memiliki pandangan ekonomi dan politik Islam yang komprehensif.

Dalam perspektif ekonomi, kedua partai tersebut anti terhadap ekonomi kapitalisme, tetapi juga tidak menganut ideologi ekonomi komunisme. Namun, mengambil jalan tengah di antara dua varian ideologi ekonomi itu, yaitu ekonomi kerakyatan.

PSI dan Masyumi: Kebijakan Sosialisme-Nasionalis-Islam

Kedekatan antara PSI dan Masyumi bukan hanya dari sikap oposisinya terhadap Pemerintahan Soekarno. Secara politik kedekatan itu terjalin begitu lama. Ketika NKRI kembali diproklamasikan pada 17 Agustus 1950, Presiden Soekarno menunjuk Natsir (Masyumi) sebagai Formatur Kabinet atas konsepnya tentang Mosi Integral yang mengembalikan negara Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi NKRI.

Berita Lainnya:
Ditangkap! Bandar Judi Online Libatkan Pegawai Komdigi Ngaku Setor Rp24 Juta Agar Tak Diblokir

Dalam Kabinet Natsir itu, Prof. Sumitro sebagai perwakilan PSI menjabat Menteri Perdagangan dan Perindustrian. Sebagai Menteri Perdagangan dan Perindustrian, Prof. Sumitro meluncurkan Program Urgensi Industrialisasi.

Di mata Prof Sumitro, industrialisasi tidak sekadar tahapan transformasi dari ketergantungan pada sektor pertanian dan perdagangan komoditas, melainkan juga untuk menumbuhkan kelas menengah yang tangguh.

Belakangan, Prof Sumitro mengakui bahwa pandangannya yang terkesan ingin melompat tidak bisa dipaksakan. Dalam polemiknya dengan Sjafruddin Prawiranegara (Masyumi), Prof Sumitro mengakui bahwa pemikiran Sjafruddin yang betul.

“Untuk membangun perekonomian Indonesia, kita tidak bisa langsung melompat, melainkan harus dimulai dari desa dan pertanian dulu.” (Edi Sudrajat: Pemikiran ekonomi Sjafruddin Prawiranegara, 1945-1983).

Pengakuannya atas pandangan Sjafruddin Prawiranegara ini mendorong Prof Sumitro lebih peduli kepada nasib rakyat kebanyakan yang mengandalkan hidupnya dari sektor pertanian. Kebanyakan negara berkembang kerap menderita akibat fluktuasi harga komoditas.

Sjafruddin mengutarakan ide Swasembada Pangan, Indonesiasi, Menekan Inflasi dan Anggaran Berimbang.

1 2 3 4

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya