Paradoks Ekonomi 08

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

OLEH: MOH EKSAN

ISTILAH 08 adalah julukan bagi Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto. Waktu itu, ia ditunjuk sebagai wakil komandan dalam Satuan Penanggulangan Teror (Satgultor-81). Sementara, komandan satuan Kopassus TNI AD tersebut, adalah Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan.

Masing-masing anggota Satgultor, diberikan kode oleh Luhut. Senior junior di militer ini mendapatkan kode berurutan sesuai rantai komando. Luhut 07, Prabowo 08, dan seterusnya. Menariknya, sebutan 08 masih melekat sampai sekarang.

Bahkan kalau boleh jujur, angka 8 merupakan angka hoki bagi Prabowo. Sebagai calon presiden, ia memiliki Asta Cita (8 visi misi). Sebagai presiden, ia menjadi Presiden ke-8 Indonesia.

Memang, angka 8 merupakan nomor keberuntungan dalam berbagai tradisi. Dalam budaya Tiongkok, 8 adalah angka yang dianggap keberuntungan yang menghasilkan kekayaan. Pada budaya Jepang, 8 adalah angka keberuntungan yang menjadi simbol kemakmuran. Sedangkan, secara umum, 8 adalah angka yang berbentuk simetri dan melambangkan infinity (ketidakterbatasan).

Presiden 08 adalah pemimpin yang menginginkan Indonesia seperti angka 8 yang berbentuk dua lingkaran yang tak ada garis terputus dan titik ujung. Sehingga diharapkan, bangsa ini sukses mengalir terus-menerus tanpa putus dan tak berkesudahan.

Kegandrungan Prabowo pada angka 8 berlanjut dalam menentukan target pertumbuhan ekonomi. Dalam Asta Cita, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 8 persen per tahun.

Adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo mengakui bahwa dialah yang memasukkan target 8 persen dalam Asta Cita dari pasangan Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024.

Hashim menyatakan, 8 persen itu target minimal. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diyakini bisa terbang di atas angka tersebut.

Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto pun telah menyiapkan 3 langkah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi Prabowo. Yaitu, pertama, peningkatan investasi. Kedua, peningkatan ekspor impor, dan ketiga, peningkatan sektor padat karya.

Tak kalah penting juga, peningkatan Anggaran Pendapat dan Belanja Negara (APBN) sebagai stimulus bagi peningkatan ekonomi nasional.

Ekonom  Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Drajad H Wibowo, bahkan telah menguraikan berapa besaran APBN untuk menopang target pertumbuhan ekonomi 8 persen. Selain, tentu bertumpu pada pertumbuhan sektor swasta.

Proyeksi APBN, menurut Drajad, harus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2025, harus naik menjadi Rp3.905,58 triliun; 2026 harus berjumlah Rp4.319,75 triliun; 2027, harus sebesar Rp4.807,77 triliun; 2028, harus terbilang Rp5.390,29 triliun. Dan pada 2029, APBN harus nanjak menjadi Rp6.096,88 triliun.

Dengan paket dan strategi ekonomi dari Kabinet Merah Putih, Prabowo sangat yakin, target pertumbuhan ekonomi 8 persen akan tercapai. Justru yang ragu, adalah IMF (International Monetary Fund) yang meramalkan stagnasi pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen selama lima tahun ke depan.

Perbedaan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia antara pemerintah dan IMF merupakan paradoks ekonomi 08. Ini perbedaan mapping potensi dan proyeksi ekonomi di bawah pemerintahan yang baru.

Prabowo sebenarnya secara implisit, mematok target pertumbuhan ekonomi 8 persen merupakan proyeksi optimis. Ia mengutip pernyataan Presiden Soekarno, “Gantungkan cita-citamu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit. jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang”.

Little Soekarno yang selalu bergaya busana safari kantong empat ini, mengakui mematok angka yang tinggi seperti itu agar bila tak tercapai masih di atas angka pertumbuhan ekonomi 5,2 persen sekarang.

Bisakah mimpi Presiden Putra Begawan Ekonomi, Soemitro Djojohadikoesoemo, menjadi kenyataan? Semua berpulang pada kinerja tim ekonomi Merah Putih. 

(Penulis adalah Pendiri Eksan Institute dan Penulis Buku “Kerikil Di Balik Sepatu Anies”)

Exit mobile version