BANDA ACEH – Jagat media sosial dihebohkan informasi produk-produk yang terkena kewajiban sertifikasi halal. Polemik itu bahkan mengundang mantan Menkopolhukam Mahfud MD ikut berkomentar. Intinya Mahfud mempertanyakan, apakah yang diperjualbelikan di Indonesia harus bersertifikat halal? Bagaimana dengan membeli laptop dan buku. Terkait barang atau produk yang wajib disertifikasi halal, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) angkat suara. Kepala BPJPH Haikal Hassan Baras memastikan bahwa Undang-undang mewajibkan sertifikasi halal produk dengan tujuan untuk mewujudkan perlindungan bagi masyarakat sebagai konsumen produk. Sekaligus memberikan kemudahan bagi pelaku usaha sebagai produsen produk dalam menghasilkan produk berkualitas.
“Harus dipahami, bahwa kewajiban sertifikasi halal justru bertujuan untuk menghadirkan perlindungan konsumen dan memberikan kemudahan bagi produsen produk. Bukan sebaliknya.” kata pria yang akrab disapa Babe Haikal di Jakarta pada Selasa (29/10). Bagi konsumen produk, mereka diberikan kepastian hukum dalam memastikan ketersediaan dan keterjaminan produk halal yang dibutuhkan.
Sedangkan bagi produsen, mereka juga dipermudah dalam upaya menghasilkan produk berkualitas. Kemudian produk yang bernilai tambah karena berstandar halal. Sekaligus mewujudkan pelayanan prima bagi konsumen.
Dengan semangat menghadirkan kemudahan itulah, lanjutnya, penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH) oleh Pemerintah juga mempertimbangkan berbagai aspek teknis terkait. Tujuannya, agar implementasi kewajiban sertifikasi halal terlaksana tanpa menimbulkan kesulitan bagi dunia usaha. Di antaranya, pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal diterapkan bagi produk dengan batasan yang jelas.
Merujuk UU 33/2014 Pasal 4 tegas menyatakan bahwa seluruh produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal, dengan batasan dan ketentuan yang jelas. Adapun produk, menurut Pasal 1 Undang-undang tersebut, adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.
Sedangkan jasa meliputi penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan/atau penyajian. “Jadi keliru kalau kemudian ada yang bilang laptop dan semacamnya juga perlu disertifikasi halal. Itu penafsiran yang tidak benar.” tegasnya.
Selain itu, Babe Haikal mengingatkan bahwa Undang-undang juga menegaskan bahwa pelaku usaha yang memproduksi produk dari bahan tidak halal atau non halal tentu dikecualikan dari mengajukan sertifikat halal. “Konsumsi produk itu pilihan. Yang halal boleh beredar dengan bersertifikat halal. Yang non halal juga boleh beredar asalkan mencantumkan keterangan tidak halal.” lanjut Haikal.
Babe Haikal juga menjelaskan bahwa aspek kemudahan sertifikasi halal selanjutnya adalah bahwa kewajiban sertifikasi halal dilaksanakan secara bertahap. Pasal 160 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024 mengatur bahwa Penahapan kewajiban bersertifikat halal bagi produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan sebagaimana dimulai dari tanggal 17 Oktober 2019 sampai dengan tanggal 17 Oktober 2024.
“Artinya, terhitung 18 Oktober 2024, ketiga kelompok produk tersebut wajib bersertifikat halal. Kalau tidak ya siap-siap bisa kena sanksi administratif berupa peringatan tertulis, dan/atau penarikan produk dari peredaran.” jelasnya.
Bagi Pelaku Usaha mikro dan kecil, penahapan kewajiban bersertifikat halal untuk Produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan dimulai dari tanggal 17 Oktober 2019 sampai dengan tanggal 17 Oktober 2026. Sedangkan kewajiban bersertifikat halal untuk Produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan yang berasal dari luar negeri ditetapkan oleh Menteri paling lambat tanggal 17 Oktober 2026 setelah mempertimbangkan penyelesaian kerja sama saling pengakuan sertifikat halal.
BPJPH juga terus mengedukasi pelaku usaha yang produknya wajib bersertifikat halal. Agar melaksanakan sertifikasi halal dengan penuh kesadaran. “Jangan jadikan sertifikasi halal sebagai beban, pemenuhan kewajiban regulasi, atau persoalan administratif saja,” kata Babe Haikal. Terlebih saat ini kesadaran konsumen atas preferensi produk halal semakin tinggi.