NASIONAL
NASIONAL

Sekarang UI, Ramai-Ramai Akademisi Anti Korupsi Minta Mardani H Maming Segera Dibebaskan

image_pdfimage_print

GELROA.CO – Sejumlah pakar hukum dari Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum dan Pilihan Penyelesaian Sengketa (LKBH-PPS) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) menyoroti sejumlah kejanggalan dalam putusan Mahkamah Agung (MA) terkait kasus dugaan korupsi yang melibatkan Mardani H. Maming.Dalam sebuah pendapat hukum yang mereka susun, para ahli hukum ini memberikan kritik tajam terhadap proses peradilan yang telah dilalui oleh mantan Bupati Tanah Bumbu tersebut.

ADVERTISEMENTS
Kartu ATM di Rumah, Action Mobile di Tangan

Pendapat hukum yang ditandatangani oleh Aristo Pangaribuan, S.H., LL.M., Ph.D., Abdul Toni, S.H., M.H., Ir. Ludwig Kriekhoff, S.H., M.Kn., Puspa Pasaribu, S.H., M.Kn., dan Maria Dianita Prosperiani, S.H., menggarisbawahi beberapa poin penting.

ADVERTISEMENTS
Bank Aceh Syariah Mengucapkan Selamat Hari Pahlawan 10 November 2024

Di antaranya adalah ketidakjelasan pertimbangan hakim terkait unsur “menerima hadiah”, penggunaan bukti yang tidak sah, serta penerapan standar pembuktian yang dinilai terlalu rendah.

ADVERTISEMENTS
Memperingati 96 Tahun Sumpah Pemuda dari Bank Aceh Syariah

Para pakar mencatat, bahwa hakim mengabaikan fakta-fakta hukum yang menguntungkan terdakwa dan lebih mempertimbangkan hal-hal yang menguntungkan Penuntut Umum, yang berpotensi menghasilkan putusan yang keliru 3.

ADVERTISEMENTS
Selamat & Sukses atas Pelantikan Ketua DPRA, Wakil Ketua I DPRA dan Wakil Ketua II DPRA

“Hakim seakan-akan terlalu mengandalkan kesimpulan jaksa penuntut umum tanpa melakukan analisis yang mendalam terhadap seluruh bukti yang ada,” ujar Aristo Pangaribuan selaku pimpinan LKBH-PPS FH UI.

ADVERTISEMENTS
Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024

Para ahli hukum ini juga menyoroti adanya fakta-fakta yang menguntungkan Mardani H. Maming yang justru diabaikan oleh majelis hakim. Hal ini, menurut mereka, mengindikasikan adanya ketidakadilan dalam proses peradilan.

Berita Lainnya:
Warganet Spill Identitas Pegawai Kementerian Komunikasi yang Jadi Antek Judi Online: Ini Mukanya
ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hari Santri Nasional

Tujuan Peninjauan Kembali

Dengan adanya temuan-temuan tersebut, para ahli hukum ini mendukung upaya peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Mardani H. Maming. Tujuan utama dari PK ini adalah untuk mendapatkan keadilan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan hukum yang terjadi dalam putusan sebelumnya.

“Kami berharap MA dapat mengabulkan permohonan PK ini dan melakukan pemeriksaan ulang terhadap perkara ini secara menyeluruh,” kata Abdul Toni.

Implikasi Lebih Luas

Kasus Mardani H. Maming ini bukan hanya menyangkut nasib seorang individu, tetapi juga menyangkut kualitas peradilan di Indonesia. Kritik yang disampaikan oleh para ahli hukum UI ini menjadi sorotan penting bagi penegakan hukum di tanah air.

Publik berharap agar MA dapat memberikan respons yang bijaksana terhadap permohonan PK ini dan memastikan bahwa keadilan benar-benar ditegakkan.

Sebelumnya, Aktivis hak asasi manusia senior, Todung Mulya Lubis, menyoroti terjadinya miscarriage of justice (peradilan sesat) dalam penanganan perkara korupsi atas nama Mardani H Maming, mantan Bupati Tanah Bumbu Kalimantan Selatan periode 2010-2015 dan 2016-2018.

Menurutnya, penjatuhan pidana terhadap Maming merupakan hal yang dipaksakan karena tidak didasarkan pada alat bukti yang memadai. 

Berita Lainnya:
Zarof Ricar Diduga Tampung Duit Gelap Perkara MA, Jadi 'ATM' Oknum Hakim?

“Bentuk miscarriage of justice yang paling mencolok adalah tidak dipenuhinya hak atas fair trial. Hakim melakukan cherry pick terhadap alat bukti yang dihadirkan selama persidangan. Hakim lebih memilih untuk mempertimbangkan keterangan saksi yang tidak langsung (testimonium de auditu) karena hal itu sesuai dengan dakwaan penuntut umum, ketimbang mempertimbangkan alat bukti lain yang menyatakan hal sebaliknya,” kata dia.

“Sikap berat sebelah seperti ini jelas merupakan unfair trial. Jika alat bukti yang ada dilihat secara fair, sebenarnya dakwaan penuntut umum tidaklah terbukti” papar sosok yang akrab dipanggil Todung ini.

Todung juga menjelaskan bahwa hakim memaksakan konstruksi hukum dalam peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi untuk dapat menyimpulkan terpenuhinya unsur dalam Pasal 12 huruf b Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah melalui Undang-Undang No. 20 Tahun 2001.

“Pemaksaan konstruksi hukum yang paling terlihat adalah menjadikan keuntungan dan pembagian hasil usaha sebagai pemberian hadiah.

Ramai diberitakan sebelumnya, dukungan terkait kasus ini juga datang dari Akademisi Departemen Hukum Administrasi Negara dan Departemen Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada, Dr Hendry Julian Noor S.H., M.Kn dan tim Hukum UGM. 

1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya