BANDA ACEH -Pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka bersama Kabinet Merah Putih diharapkan melanjutkan program-program maritim dan kelautan Indonesia yang belum rampung
Anggota Komisi IV DPR Fraksi PDIP, Rokhmin Dahuri, memberikan harapan dan optimismenya dalam pemerintahan baru untuk membawa kemajuan dalam sektor kelautan dan perikanan.
Namun, di sisi lain, Menteri Keluatan dan Perikanan periode 2002-2004 itu mengungkapkan kesedihannya dalam visi Prabowo-Gibran yang tidak lagi melanjutkan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves).
“Saya cukup sedih karena di samping Asta Cita, ternyata sektor maritim sangat disclaiming, menurun dari pemerintahan baru ini. Bukti empiris yang paling nyata ialah dihapuskannya Kemenko Maritim dan Investasi,” ujar Rokhmin dalam Diskusi Publik KNTI bertajuk ‘Arah Kebijakan Baru Pemerintah Indonesia pada Tata Kelola Perikanan’, Selasa, 29 Oktober 2024.
“Dan saya mendapat berita A1 sebab kenapa Pak Prabowo menghapus Kemenko Maritim karena kinerja ekonomi di bidang kelautan-perikanan dan kemaritiman secara umum tidak membuahkan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan, ya peningkatan kesejahteraan,” tambahnya.
Selama ini sektor kelautan dan perikanan terus menjadi sorotan dari Guru Besar IPB University tersebut. Ia pun kerap mengkritisi kebijakan-kebijakan yang dianggap merugikan stakeholder perikanan.
“Saya cukup serius menanggapi ada pejabat publik di KKP yang kerjaannya ‘nggak boleh, nggak boleh’, ‘ngerem-ngerem’, nah sekarang terbukti dampaknya untuk kita semua,” jelasnya.
Artinya, KKP dengan memberlakukan banyak larangan ternyata berdampak pada turunnya performa dari para pelaku usaha perikanan.
Ia menegaskan bahwa KKP di Kabinet Merah Putih harus serius dalam menetapkan kebijakan di sektor perikanan yang mampu mendongkrak pendapatan nelayan bahkan bisa mendapatkan penghasilan minimal Rp7,5 juta per bulan.
“Kebijakan pada on fishing di KKP harus serius, perikanan tangkap terukur sebaiknya menggunakan pendekatan ekonomi, bukan pendekatan biologi. Pastikan berapa jumlah kapal ikan dan nelayan yang boleh beroperasi di setiap Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) agar pendapatan nelayan minimal mencapai Rp7,5 juta per orang per bulan,” tegasnya.
Rokhmin juga menyoroti kurangnya penyediaan mata pencaharian alternatif bagi nelayan oleh KKP. Di Indonesia, banyak nelayan tidak dapat melaut selama 3-4 bulan karena cuaca buruk dan paceklik ikan.
Akibatnya, mereka tidak memiliki penghasilan dan banyak yang terjebak dalam kemiskinan.
“Mata pencaharian alternatif ini belum disediakan oleh KKP. Di seluruh dunia, termasuk Indonesia, nelayan minimal 3-4 bulan tidak bisa melaut akibat cuaca buruk atau paceklik ikan, dan pemerintah tidak memberikan alternatif penghasilan,” bebernya.