NASIONAL
NASIONAL

4 Kasus Kriminalisasi Guru yang Terjadi di Indonesia, Ada yang Sampai Buta

image_pdfimage_print

BANDA ACEH – Di tengah ketidakpastian mengenai kesejahteraan guru dan pengajar, mereka kini harus menghadapi masalah kriminalisasi.Guru yang menerapkan disiplin dalam batas yang bisa dikatakan wajar sesuai norma dan aturan yang berlaku bagi muridnya, malah sering dituduh melakukan tindakan kriminal.

ADVERTISEMENTS
Kartu ATM di Rumah, Action Mobile di Tangan

Berikut 4 kasus kriminalisasi guru yang terjadi di Indonesia, dirangkum dari berbagai sumber Jumat, 1 November 2024.

ADVERTISEMENTS
Bank Aceh Syariah Mengucapkan Selamat Hari Pahlawan 10 November 2024

1.  Pak Sambudi

ADVERTISEMENTS
Memperingati 96 Tahun Sumpah Pemuda dari Bank Aceh Syariah

Guru SMP Raden Rahmat, Balongbendo, Sidoarjo, Sambudi diperkarakan oleh orangtua murid pada 2016. Sambudi kala itu mencubit murid berinisial SS karena tak melaksanakan kegiatan salat berjamaah di sekolah.

ADVERTISEMENTS
Selamat & Sukses atas Pelantikan Ketua DPRA, Wakil Ketua I DPRA dan Wakil Ketua II DPRA

Karena dicubit, SS disebut-sebut mengalami luka memar bekas cubitan. Melihat itu, orangtua SS yang merupakan anggota TNI tidak terima, dan melaporkan Sambudi ke Polsek  Balongbendo, Sidoarjo.

ADVERTISEMENTS
Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024

Singkatnya, dalam persidangan pad Kamis, 14 Juli 2016, Jaksa Penuntut Umum menuntut Sambudi dengan pidana enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hari Santri Nasional

Jaksa menyatakan Sambudi bersalah dan melanggar pasal 8 ayat (1) Undang-undang Perlindungan anak. Jaksa juga menambahkan bahwa tindakan mencubit itu tidak dibenarkan.

Berita Lainnya:
Resmi Menikah, Ini Mahar yang Diberikan Drajad Djumantara kepada Febby Rastanty

2. Pak Zaharman

Guru SMAN 7 Rejang Lebong, Zaharman mengalami kebutaan setelah diketapel orangtua murid pada Selasa, 1 Agustus 2023 lalu.

Kejadian ini bermula saat guru olahraga tersebut memergoki siswanya merokok di kantin sekolah. Zaharman kemudian menegur dan memberikan hukuman.

Usai menerima hukuman, seorang siswa berinisial PDM kemudian pulang dan mengadu kepada orangtuanya. Orangtua murid itu kemudian terpancing emosi dan pergi ke sekolah.

PErdebatan antara Zaharman dan orangtua murid ini tak bisa terhindari, hingga terlepas ketapel yang tepat mengarah ke bola mata kanan guru tersebut.

3. Ibu Khusnul Khotimah

Guru SD Plus Darul Ulum, Jombang, Khusnul Khotimah dilaporkan orangtua murid ke polisi lantaran dituding lalai mengawasi siswa saat jam kosong. Sang guru dilaporkan pada Februari 2024 lalu.

Khusnul Khotimah kemudian ditetapkan sebagai tersangka lantaran siswanya ada yang terluka. Siswa tersebut terluka di bagian mata kanan akibat lemparan kayu saat bermain di raung kelas.

Akibat lemparan tersbeut, mata sebelah kanan siswa itu mengalami pendarahan. Saat kejadian Khusnul tak berada di kelas sehingga dianggap sebagai kelalaian guru.

Khusnul Khotimah dijerat Pasal 360 ayat 1 KUHP atau Pasal 360 ayat 2 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 2 KUHP. Walaupun berstatus tersangka, Khusnul Khotimah tidak ditahan oleh polisi. Penyidik mempertimbangkan kondisi tersangka yang memiliki anak kecil yang masih membutuhkan pengasuhan.

Berita Lainnya:
Ini Pengakuan Suami yang Tega Tikam Istri hingga Tewas saat Live Facebook di Serdang Bedagai

4. Ibu Supriyani

Guru honorer SDN 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Supriyani dilaporkan orangtua murid atas tuduhan penganiayaan pada April 2024.

Berdasarkan keterangan orang tua murid yang merupakan anggota polisi, Aipa Dibowo, laporan ini diajukan setelah dia melihat ada luka memar di paha anaknya.

Kasus ini mencapai titik baru pada 16 Oktober 2024, ketika Supriyani resmi ditahan oleh Kejaksaan Negeri Konawe Selatan dan ditempatkan di Lapas Perempuan Kendari.

Namun, proses hukum kasus ini menuai kontroversi, mulai dari dugaan pelanggaran kode etik, hingga adanya isu permintaan uang damai Rp 50 juta yang diminta orangtua murid.

Hingga kini kasus tersebut masih berjalan, Kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan, menyebut bahwa prosedur hukum yang dijalankan mengandung pelanggaran etik, karena pelapor dan penyidik berasal dari kantor yang sama, yaitu Polsek Baito.


Reaksi & Komentar

Berita Lainnya