Uang Damai Rp50 Juta dalam Kasus Supriyani, Kades Wonua Raya & Enam Polisi Diperiksa Polda Sultra

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH  – Kepala Desa Wonua Raya, Rokiman, diperiksa sebagai saksi oleh Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) dalam kasus guru honorer Supriyani di di Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan.

ADVERTISEMENTS

Rokiman diperiksa di Ruangan Bidang Propam Polda Sultra pada hari Kamis, (31/10/2024), perihal uang damai Rp50 juta.

ADVERTISEMENTS

Sebelum Rokiman, ada enam polisi, yakni tiga personel Polres Konawe Selatan dan tiga Polsek Baito telah diperiksa.

ADVERTISEMENTS

Kabid Humas Polda Sultra, Kombes Pol. Iis Kristian, mengonfirmasi adanya pemeriksaan terhadap Rokiman.

ADVERTISEMENTS

“Iya benar, tadi yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk dimintai sejumlah keterangannya terkait isu uang damai Rp50 juta dalam kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan guru Supriyani,” kata Iis dikutip dari Tribun Sultra.

ADVERTISEMENTS

Iis menyebut hasil pemeriksaan akan diumumkan setelah pihak-pihak yang terlibat dalam isu uang damai itu diperiksa dan dimintai klarifikasi.

Rokiman ungkap asal-usul uang damai

Kasus berawal ketika Supriyani yang mengajar di SDN 4 Baito dituding memukul anak didiknya yang merupakan seorang anak polisi.

Dia kemudian diduga dimintai uang damai oleh keluarga korban sebesar Rp50 juta.

Rokiman mengaku awalnya berupaya menggelar mediasi dengan pelapor, yakni Aipda WH selaku ayah korban. 

“Tapi tidak membuahkan hasil, dalam artian masih minta waktu untuk berdamai,” kata Rokiman dalam video yang diterima Tribun Sultra hari Kamis, (24/10/2024).

Menurut Rokiman, Katiran (suami Supriyani) mendatangi dia guna menanyakan masalah yang membelit istrinya itu.

“Saya jawab nanti saya tanyakan ke Polsek,” kata Rokiman.

Rokiman selanjutnya datang ke Polsek Baito untuk menanyakan perkembangan kasus.

Di sana dia berjumpa dengan Kanit Reskrim. Dalam kesempatan itu disampaikan bahwa belum ada titik temu antara pihak terduga pelaku dan pihak keluarga korban.

Kata Rokiman, keluarga korban belum bisa memaafkan Supriyani dan masih meminta waktu.

Katiran kemudian kembali menemui Rokiman supaya bisa mempercepat proses kasus tersebut.

“Karena menyangkut beban di istrinya. Kemudian dari Bapak Katiran menyiapkan dana Rp10 juta,” ujar Rokiman.

Selanjutnya, Rokiman menyampaikan hal tersebut kepada Kanit Reskrim. Akan tetapi, keluarga korban tetapi belum bisa menerimanya atau berdamai dengan Supriyani.

“Setelah itu, Pak Kanit menyampaikan, ‘Belum mau, Pak. Kemudian saya kembali ke Bapak Katiran, berapa mampumu. Yang dia siapkan Rp20 juta,” katanya.

Meski jumlahnya sudah dinaikkan dua kali lipat, angka itu tetap belum bisa membuat keluarga korban berdamai.

Sang kepala desa kembali menyambangi Polsek Baitu guna menanyakan kasus itu.

“Kemudian muncul tangan angka lima. Setelah itu saya tanya, ‘Ini lima apa, Pak?’. Lima ratus atau lima juta. Bukan, Pak, ini lima besar,” ucapnya.

Rokiman kembali menayakan angka lima itu dan dijawab lima puluh. Dia menyampaikan nominal 50 juta itu kepada Katiran atau suami Supriyani.

Akan tetapi, pihak Supriyani mengaku tidak bisa membayar hingga puluhan juta itu.

Salah satu kuasa hukum Supriyani, La Hamildi, buka suara mengenai uang Rp50 juta itu saat rapat dengar pendapat antara Supriyani dan DPRD Konawe Selatan.

La Hamildi mengatakan Kepala Desa Wonua Raya sampai tidak bisa tidur karena kasus itu.

“Karena seolah-olah angka Rp50 juta itu dari Pak Kades ini, padahal tidak,” kata La Hamildi.

Di sisi lain, pihak kepolisian sempat membantah perihal angka Rp50 juta tersebut. 

Kapolsek Baito, IPDA Muhamad Idris, mengklaim tidak mengarahkan ataupun meminta uang untuk mendamaikan keluarga korban dengan Supriyani.

Idris juga mengaku tak mengetahui asal-usul permintaan uang Rp50 juta. 

“Kalau yang 50 juta, saya tidak tahu sumbernya dari mana yang jelas itu bukan dari polisi,” kata Idris ketika dihubungi Tribun Sultra Rabu, (23/10/2024). 

Aipda WH membantah

Aipda WH, ayah korban, membantah telah meminta uang kepada Supriyani.

“Kalau terkait permintaan uang yang besarannya seperti itu (Rp50 juta) tidak pernah kami meminta, sekali lagi kami sampaikan kami tidak pernah meminta,” katanya.

Selain itu, Aipda WH menegaskan Supriyani dalam proses mediasi sempat mengaku telah menganiaya D.

Pernyataan tersebut muncul dalam proses mediasi pertama dan kedua.

“Begitu pula saat mediasi kedua yang didampingi Kepala Desa Wonua Raya, jawaban masih sama (mengakui),” papar Aipda WH.

Keterangan Aipda WH berkebalikan dengan pengakuan Kastiran (38), suami Supriyani.

Kata Kastiran, Supriyani dimintai uang damai sebanyak Rp50 juta oleh pihak keluarga korban. Namun, Supriyani tidak mampu membayarnya.

“Diminta Rp 50 juta dan tidak mengajar kembali agar bisa damai,” kata Kastiran.

“Kami mau dapat uang di mana? Saya hanya buruh bangunan.”

Kastiran juga membantah istrinya telah melakukan penganiayaan.

Supriyani mengaku saat kejadian berada di kelas lain. Dia mengajar di kelas 1 B sedangkan korban berada di kelas 1 A

Exit mobile version