10 Jam Diperiksa Kejagung, Tom Lembong Tegaskan Tak Pernah Terima Fee dari Kebijakan Impor Gula

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH  – Mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong menjalani pemeriksaan selama 10 jam di Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Jumat (1/11/2024). 

Pemeriksaan tersebut berkaitan dengan kasus dugaan korupsi impor gula yang diterapkan saat masa jabatannya sebagai Mendag periode 2015-2016.

Selama pemeriksaan, Tom Lembong menegaskan tak pernah mengambil keuntungan pribadi saat membuat kebijakan impor gula. 

Mantan Co-captain Timnas AMIN itu juga yakin telah mengikuti semua prosedur dengan benar, tanpa ada kepentingan pribadi. 

Hal itu diungkap pengacara Tom Lembong, Ari Yusuf Amir saat ditemui di Kejagung, Jakarta, Jumat. 

“Pak Tom menegaskan bahwa ia tidak memiliki kepentingan atau keuntungan pribadi dalam kebijakan yang ia keluarkan. Ia tidak menerima fee atau keuntungan apa pun,” jelas Ari. 

Menurut Ari, Tom Lembong mengaku menerbitkan izin impor gula saat itu semata-mata karena Indonesia membutuhkan pasokan gula. 

Sehingga Tom Lembong memutuskan untuk mengizinkan impor gula melalui PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI).

Ari juga membantah kliennya memperoleh fee atau bayaran dari penunjukkan PT PPI sebagai perusahaan BUMN yang berhak melakukan impor gula. 

“Dan Beliau tidak menerima fee apapun dan tidak menguntungkan siapapun karena Beliau juga tidak mengenal pihak-pihak yang ditunjuk tersebut,” kata Ari.

Ia menyayangkan sikap Kejagung yang langsung menahan Tom Lembong yang sudah bersikap kooperatif. 

Selain itu, Ari juga menyebut Tom Lembong sudah tidak memiliki kuasa jika ingin menghilangkan barang bukti terkait kasus impor gula. 

Sebab, saat kasus ini diusut Tom Lembong tak lagi menjabat sebagai Mendag. 

“Status beliau yang kooperatif ini mungkin sebaiknya dipertimbangkan oleh pihak kejaksaan,” jelas Ari.

“Sehingga, ini mengagetkan bagi beliau ketika beliau dipanggil menjadi saksi lalu tiba-tiba berubah di tempat itu menjadi tersangka lalu dilakukan penahanan.”

Dalam pemeriksaan tersebut, Kejagung belum sampai membahas kasus impor gula yang menyeret Tom Lembong sebagai tersangka. 

Kejagung hanya menanyakan soal kebijakan-kebijakan yang dibuat Tom Lembong saat menjabat sebagai Mendag. 

Pemeriksaan lanjutan terhadap Tom Lembong akan dilanjutkan pada Selasa (5/11/2024) mendatang.

Kejagung Bantah Isu Politisasi 

Pihak Kejagung membantah asumsi yang menyebut adanya politisasi di balik penangkapan dan penetapan tersangka Tom Lembong.

Kejagung menegaskan penetapan Tom Lembong sebagai tersangka sudah sesuai prosedur. 

Sebanyak 90 saksi, termasuk dua ahli telah dimintai keterangan oleh pihak Kejagung. 

Hal itu disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar. 

Harli menjelaskan, saat ini pihak Kejagung masih menghitung kerugian negara akibat dugaan korupsi yang dilakukan Tom Lembong. 

Ia pun mengklaim Kejagung telah mengumpulkan alat bukti sebagai dasar penetapan status tersangka mantan Co-Captain Timnas AMIN tersebut. 

“Setidaknya sudah ada 90 saksi yang sudah diperiksa, termasuk di dalamnya 2 ahli. Sekarang sedang dihitung kerugian negara dan didalami apakah ada peran pihak lain dalam perkara ini,” ujar Harli. 

“Terkait dengan alat bukti harus kembali pada 184 KUHP, di situ ada keterangan saksi, keterangan ahli, ada surat, ada petunjuk, keterangan tersangka atau terdakwa.”

Harli menegaskan pihaknya akan membuka bukti permulaan kasus ini saat persidangan. 

Ia pun mengimbau publik untuk tidak bersikap tendensius, terutama soal isu adanya politisasi di balik penangkapan Tom Lembong. 

“Menetapkan seseorang sebagai tersangka harus didasarkan pada bukti permulaan yang cukup. Dari mana bukti permulaan yang cukup? Ada 90 orang saksi yang sudah diperiksa, ada surat, ada keterangan ahli. Semua akan dibuka di persidangan,” jelasnya. 

Harli menegaskan, penangkapan Tom Lembong murni karena penegakan hukum.  

“Masyarakat jangan menjadi tendensius, seolah-olah ada politisasi. Di mana politisasinya? Ini murni penegakan hukum,” tukas Harli

Exit mobile version