NASIONAL
NASIONAL

Ratusan Pengungsi Letusan Gunung Lewotobi Cuma Konsumsi Singkong, Belum Tersentuh Bantuan

image_pdfimage_print

BANDA ACEH  – Ratusan pengungsi bencana letusan Gunung Lewotobi Laki-laki belum tersentuh bantuan.

ADVERTISEMENTS
Kartu ATM di Rumah, Action Mobile di Tangan

Mereka bertahan hidup dengan mengonsumsi pisang dan singkong.

ADVERTISEMENTS
Bank Aceh Syariah Mengucapkan Selamat Hari Pahlawan 10 November 2024

Diketahui, letusan Gunung Lewotobi, di Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Minggu (3/11/2024) membuat ribuan warga mengungsi di tempat yang aman.

ADVERTISEMENTS
Memperingati 96 Tahun Sumpah Pemuda dari Bank Aceh Syariah

Mereka menetap di tiga posko yang didirikan pemerintah.

ADVERTISEMENTS
Selamat & Sukses atas Pelantikan Ketua DPRA, Wakil Ketua I DPRA dan Wakil Ketua II DPRA

Namun, sebagian lainnya memilih mengungsi secara mandiri.

ADVERTISEMENTS
Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024

Pengungsi mandiri ini lah yang masih belum tersentuh bantuan apapun, termasuk 116 warga Desa Nawokote, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hari Santri Nasional

Selain itu, ada lebih dari 400 pengungsi dari Desa Pululera yang mengungsi di Desa Nileknoheng yang bernasib sama.

 

Selama tiga hari mengungsi, mereka bertahan hidup tanpa bantuan makanan, padahal ada banyak balita, ibu hamil, dan lansia.

Mengutip TribunFlores.com, mereka hanya makan singkong dan pisang.

Maria Angelina Oa Noba (34), salah satu pengungsi berharap mendapat bantuan seperti pengungsi lain.

“Pagi dan siang itu kami hanya makan ubi (singkong) dan pisang rebus. Kadang kami campur dengan kelapa supaya tidak bosan,” ujar Maria Noba.

Ia juga menuturkan, para pengungsi hanya makan nasi pada saat malam hari.

Yoseph Tobi (46) pengungsi lainnya mengaku stok beras sangat menipis.

Berita Lainnya:
Baru Dimulai, Teriakan Banjir Menggema di Ruang Debat Pilgub Sumut 2024

“Makan nasi hanya malam saja, tapi porsinya kami kurangi,”

“Beras ini kami bawa dari rumah, sekarang tinggal sedikit,” ungkapnya.

Yoseph menuturkan, pengungsi di tempatnya enggan pergi ke posko yang didirikan pemerintah atas pertimbangan kenyamanan.

Lokasi yang mereka tempati saat ini diklaim lebih aman dari pusat erupsi.

“Abu tidak masuk sampai di sini. Daerah sini bersih, cukup jauh dengan Gunung Lewotobi Laki-laki,” katanya.

Sementara itu, Kalak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Flores Timur, Fredy Moat Aeng menuturkan, mobilisasi bahan bantuan sangat terbatas, sehingga belum bisa menjangkau pengungsi mandiri.

Pihaknya pun tengah berkoordinasi dengan Pemerintah Desa Nawakote agar mengambil kebutuhan pengungsi secara langsung di posko-posko terdekat.

“Kalau bisa ada satu yang koordinir untuk bisa ambil di posko atau ke Kantor BPBD. Soalnya di Boru itu tidak ada posko,” ujarnya.

Warga Ceritakan Detik-detik Meletusnya Gunung Lewotobi

Warga desa Boru, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) bernama Antonius Kebang Liwu menceritakan detik-detik ngerinya erupsi Gunung Lewotobi.

Ia menuturkan, saat itu, Senin (4/11/2024) malam, sekira pukul 00.00 Wita, terjadi hujan disertai petir.

Setelah sempat berhenti sejenak, tiba-tiba ada suara gemuruh yang keras.

“Malam tepat jam 12 malam diawali dengan hujan, kilat, guntur, setelah itu berhenti sejenak. Kemudian terjadi bunyi gemuruh seperti kayak bom begitu,” cerita Antonius, dikutip dari TribunFlores.com.

Berita Lainnya:
Bupati Konsel Sultra Blak-blakan Copot Camat di Tengah Viral Kasus Guru Supriyani: Ini Alasannya

Saat mendengar bunyi tersebut, Antonius bersama keluarganya sudah siap untuk mengungsi.

Sejumlah dokumen keluarga ikut diselamatkan bersama dengan keluarganya.

“Kita selamatkan kartu keluarga, dokumen keluarga itu, bersama anak dan istri, dengan keluarga lain kita berusaha untuk selamatkan diri,” ujar Antonius.

Bau belerang yang menyengat pun tercium dan membuat Antonius menggunakan masker.

Saat keluar dari rumah, ternyata hujan tersebut disertai hujan batu.

Karena panik, ia mengajak keluarganya untuk kembali masuk ke dalam rumah.

Setelah hujan batu selesai, ia dan keluarganya keluar rumah untuk mengecek kondisi sekitar.

Dirasa aman, ia mulai menyelamatkan anak-anaknya terlebih dahulu.

Ia memboncengkan anak-anaknya menggunakan motor ke lokasi yang aman.

Kemudian, ia menghubungi keluarganya yang berada di Desa Hikong, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka untuk menjemputnya dan keluarga.

Antonius dan keluarganya yang berjumlah delapan orang kini mengungsi di Desa Hikong.

“Saat mengungsi yang dibawa saya dan keluarga hanyalah dokumen penting dan juga baju,” ungkapnya.

Karena hanya membawa baju dan dokumen, ia dan keluarganya membutuhkan bantuan.

“Kita di sini sangat membutuhkan makanan, tikar, masker, dan obat-obatan,” imbuhnya.  

Antonius menceritakan, rumahnya rusak karena hujan batu.

1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya