BANDA ACEH — Kasus dugaan pemukulan guru honorer Supriyani di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara kini berbuntut panjang.
Kasus yang tadinya bermula dari laporan seorang guru sekolah dasar (SD) yang memukul muridnya tersebut bahkan mengundang Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk turun tangan.
Pasalnya, Bupati Konawe Selatan Surunuddin Dangga dianggap ‘cawe-cawe’ atau turut campur hingga kasus Supriyani semakin berlarut-larut.
Terakhir Surunuddin melancarkan somasi kepada pihak Supriyani yang dianggap mencabut perdamaian.
Sebelumnya, Bupati Surunuddin juga mencopot Camat Baito, Sudarsono Mangidi yang memberikan penginapan kepada Supriyani selama ia berkasus dengan Aida Wibowo Hasyim.
Wakil Mendagri, Bima Arya Sugiarto mengatakan bahwa Mendagri Tito segera memanggil Bupati Surunuddin terkait kasus tersebut.
Pemanggilan Bupati Konawe Selatan sudah dikoordinasikan langsung kepada Pj Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Andap Budhi Revianto.
Bima Arya menyampaikan, pemanggilan Surunuddin tersebut imbas keterlibatannya dalam proses mediasi dan somasi pada guru Supriyani.
Diketahui, Surunuddin Dangga telah mengirimkan surat somasi kepada guru Supriyani, setelah guru honorer itu mencabut kesepakatan damai dengan orang tua korban yaitu Aipda WH dan istri.
Surunuddin beralasan, surat somasi itu ditujukan pada guru Supriyani yang mengaku merasa tertekan menandatangani surat damai. Menurutnya, padahal di dalam surat tersebut tidak disebutkan adanya tekanan dari pihak mana pun.
Bima Arya rencananya akan meminta penjelasan dari Surunuddin dan jajarannya di Pemkab Konawe Selatan terkait somasi itu.
“Kami akan panggil semua untuk minta penjelasan,” ujarnya saat dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (9/11/2024).
Namun, Bima tidak menjabarkan secara rinci jadwal pemanggilan tersebut.
Hanya saja, sebelum langka pemanggilan tersebut, dirinya akan mengkoordinasikannya dengan Pj Gubernur Sultra, Andap Budhi Revianto.
“Kami akan koordinasi dengan Penjabat Gubernur Sulawesi Tenggara,” tuturnya.
Kritik PGRI Sultra
PGRI Sulawesi Tenggara mengkritik keputusan somasi yang dilayangkan Surunuddin kepada guru Supriyani.
Dikutip dari Tribun Sultra, Ketua PGRI Sultra, Abdul Halim Momo menilai upaya semacam itu tidak perlu dilakukan Surunuddin.
Pasalnya, Supriyani hanyalah guru honorer yang telah mengabdi belasan tahun dan tak semestinya disomasi oleh pemerintah.
Halim mengatakan, somasi semacam ini akan menjadi preseden buruk terhadap Pemkab Konawe Selatan.
“Saya kira akan menjadi preseden buruk nantinya karena disitu atas nama pemerintah daerah bukan bupati, mensomasi seorang guru honorer yang sudah mengabdi 16 tahun dengan gaji Rp300 ribu,” tuturnya.
Halim mengatakan seharusnya Pemkab Konawe Selatan memaafkan Supriyani atas pencabutan kesepakatan damai tersebut alih-alih melayangkan somasi.
Ditambah, sambungnya, Supriyani tengah menghadapi proses hukum atas tuduhan penganiayaan terhadap anak Aipda Wibowo Hasyim.
“Kalau menurut secara logika tidak mungkin seorang guru honorer bisa mengecewakan pemda atau bupati. Sehingga harus dilihat juga alasannya,” kata Halim.
“Sehingga menurut saya somasi itu akan jadi preseden buruk, saya kira kalau memaafkan rakyatnya akan lebih mulia,” lanjutnya.
Anak Wibowo Bilang Bukan Dianiaya Supriyani
Anak Aipda Wibowo Hasyim ternyata mengaku lukanya bukan karena dianiaya guru Supriyani, melainkan disebabkan jatuh.
Namun Aipda Wibowo Hasyim diduga ngotot membuktikan bahwa guru Supriyani.
Pengakuan anak Aipda Wibowo Hasyim itu oleh Lilis, wali kelas sang anak di kelas 1A SDN Baito, seusai menjalani pemeriksaan di Propam Polda Sulawesi Tenggara.
Kini guru Supriyani malah menjalani proses sidang sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Padahal, sebelum kasus di sidangkan, murid berinisial D yang disebut korban pemukulan, dan tak lain anak dari Aipda Wibowo Hasyim (WH), sudah membuat pengakuan yang terang benderang.
Pengakuan si murid diungkap oleh Lilis, wali kelasnya di kelas 1A SDN Baito, seusai menjalani pemeriksaan di Propam Polda Sulawesi Tenggara.