NASIONAL
NASIONAL

Kuasa Hukum Said Didu Kecam Proses Hukum Kliennya usai Kritik PSN di PIK 2: Upaya Kriminalisasi

BANDA ACEH  – Kuasa hukum Said Didu yang terdiri dari Gufroni, Muhammad Fadhil Alfathan, Ibnu Syamsu Hidayat, dan Imanuel Gulo mengecam proses hukum terhadap kliennya terkait kritiknya soal Proyek Strategis Nasional (PSN) di Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2).

Mereka menganggap berlanjutnya proses hukum terhadap Said Didu merupakan upaya kriminalisasi dan pembungkaman.

“Tim Advokasi yang terdiri dari berbagai organisasi advokasi/bantuan hukum, kantor hukum, dan individu advokat mengecam keras upaya kriminalisasi terhadap Said Didu.”

“Sejak awal, rangkaian proses hukum terhadap Said Didu ini kami duga bertujuan untuk membungkam kritik keras Said Didu terhadap implementasi kebijakan Proyek Strategis Nasional Pantai Indah Kapuk 2 (PSN PIK-2),” katanya dalam rilis pers yang diterima Tribunnews.com, Senin (18/11/2024).

Kuasa hukum menyebut proses hukum Said Didu tetap terus berlanjut dengan agenda pemanggilan sebagai saksi pada Selasa (19/11/2024) di Polresta Tangerang.

Mereka mengatakan mantan Sekretaris Kementerian BUMN itu diduga telah melanggar Pasal 28 ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Selain itu, Said Didu juga diduga telah melanggar Pasal 310 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik dan Pasal 311 KUHP tentang Fitnah.

Kuasa hukum Said Didu menyebut pelaporan semacam ini merupakan wujud pelanggaran HAM dan hak konstitusional kliennya sebagai warga negara.

Mereka menganggap kritik Said Didu terkait PSN PIK-2 adalah wujud kebebasan berpendapat dan berekspresi yang dilindungi undang-undang secara nasional maupun internasional.

“Dalam konteks ini, negara, khususnya pemerintah berposisi sebagai pemangku kewajiban (duty bearer). Artinya negara wajib menghormati, melindungi, dan, memenuhi HAM dan hak konstitusional warga negara.”

“Oleh karenanya, segala macam gangguan atau intervensi terhadap pendapat atau ekspresi individu, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM. Termasuk di dalamnya gangguan atau intervensi yang dilakukan melalui suatu proses hukum,” jelasnya.

Selain itu, kuasa hukum juga menganggap Said Didu memang menjadi figur yang kerap mengkritik keras proyek pembangunan mercusuar pemerintah seperti PSN Rempang Eco City hingga jalan tol Becakayu.

Mereka mengatakan apa yang dilakukan kliennya tersebut adalah hal yang lumrah karena kepedulian Said Didu terhadap kepentingan publik.

Selanjutnya, mereka turut menyoroti pelaporan terhadap Said Didu oleh Kepala desa Belimbing, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang bersama Maskota.

Terkait laporan tersebut, kuasa hukum menilai Said Didu tidak pernah menyebut nama Maskota dalam tiap kritiknya terkait pembangunan PSN-PIK 2.

“Jika dicermati, tidak ada relevansi antara pernyataan Said Didu dengan Maskota. Dalam berbagai pernyataannya mengenai PSN PIK-2, Said Didu bahkan tak sekalipun pernah menyebut nama Maskota.” 

“Oleh karenanya, sudah barang tentu tidak ada pula kerugian materiil maupun immateriil yang dialami Maskota sebagai pelapor,” tuturnya.

Mereka juga mengungkapkan dalam kritik Said Didu terkait pembangunan PSN PIK-2, tidak pernah menjurus ke SARA maupun berbohong.

Sehingga, mereka menganggap pasal yang dikenakan kepada Said Didu bertentangan dengan kritik yang disampaikan.

“Oleh karenanya, penerapan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan SKB antara Menkominfo RI, Kapolri, dan Jaksa Agung mengenai Pedoman Implementasi UU ITE disebutkan mengenai pentingnya pembuktian motif dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE yang harus betul-betul membangkitkan permusuhan atas dasar SARA.”

“Begitu pula dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU ITE dan kaidah hukum dalam Putusan MK Nomor 78/PUUXXI/2023 yang pada pokoknya menyatakan bahwa “kerusuhan” atau “keonaran” adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan kondisi di ruang digital/siber,” bebernya.

Kuasa hukum Said Didu pun berharap bahwa kasus ini tidak langsung dilaporkan ke kepolisian dan lebih mengedepankan upaya klarifikasi ataupun mediasi.

Mereka pun mendesak kepada Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memerintahkan Kapolresta Tangerang, Kombes Baktiar Joko Mujiono untuk menghentikan kasus ini.

1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya