NASIONAL
NASIONAL

PDIP Bongkar Rahasia ‘Jahat’ Jokowi Pakai ‘Partai Cokelat’

image_pdfimage_print

BANDA ACEH – Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengungkap rencana ‘jahat’ Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) yang menggunakan instrumen yang ia sebut sebagai ‘Partai Cokelat’.Ia mengatakan hal ini dalam Podcast Akbar Faizal Uncensored bertajuk ‘Connie Sebut Sekjen PDIP Segera Tersangka, Hasto Ungkap Jokowi Otak Kriminalisasi Anies’. Mulanya ia menceritakan bila dirinya sudah ditargetkan untuk menjadi tersangka karena disertasi dan proses di Pilkada 2024.

ADVERTISEMENTS
Kartu ATM di Rumah, Action Mobile di Tangan

“Jadi ada dua peristiwa yang penting, mengapa saya ditargetkan kembali. Pertama adalah disertasi saya, di situ kan saya menyimpulkan Presiden Jokowi yang seharusnya menjadi simbol kebaikan dan otoritas moral itu, kan terbukti secara kualitatif dan kuantitatif menjadi core element dari suatu ambisi kekuasaan yang berpusat pada gabungan feodalisme, populism, dan machiavellianisme,” tutur Hasto dikutip di Jakarta, Minggu (23/11/2024).

ADVERTISEMENTS
Bank Aceh Syariah Mengucapkan Selamat Hari Pahlawan 10 November 2024

“Dan ini ternyata dijalankan terus, semula orang menyangka sudah selesai ketika Gibran ditetapkan sebagai wapres, meskipun cara-caranya sangat prosedural, tidak beretika, merusak sistem hukum dan konstitusi, bahkan mematikan peradaban demokrasi kita,” sambungnya.

ADVERTISEMENTS
Memperingati 96 Tahun Sumpah Pemuda dari Bank Aceh Syariah

Peristiwa kedua yakni berkenaan dengan penyelenggaraan Pilkada 2024, terutama wilayah Sumatera Utara (Sumut), Jawa Tengah (Jateng), dan Jawa Timur (Jatim).

Berita Lainnya:
Layanan 'Lapor Mas Wapres' Jadi Ajang Pencitraan, Agenda Terselubung Gibran untuk Kontestasi 2029
ADVERTISEMENTS
Selamat & Sukses atas Pelantikan Ketua DPRA, Wakil Ketua I DPRA dan Wakil Ketua II DPRA

“Di dalam pilkada kami melihat ambisi kekuasaan itu tidak berhenti. Kita ini negara berbentuk republik bukan kerajaan, tetapi pak Jokowi mau menerapkan dengan menempatkan keluarganya itu terjadi dengan Bobby Nasution di Sumatra Utara, dan kemudian gerak membatasi lawan-lawan politiknya yang berbeda yang seharusnya berkontestasi secara sehat,” beber Hasto.

ADVERTISEMENTS
Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024

“Bobby Nasution dan Edy Rahmayadi harusnya berkontestasi secara sehat. Tetapi ada mobilisasi dari apa yang disebut sebagai ‘Partai Cokelat’,” lanjut Hasto.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hari Santri Nasional

Ia menilai hal ini makin menunjukkan sebuah pengingkaran terhadap bentuk negara republik, yang ingin diganti menjadi sistem kerajaan.

“Dengan menempatkan para hulu balang, keluarganya, mereka-mereka yang dianggap dekat mewakili kepentingan politiknya. Jadi ancaman terhadap kedaulatan rakyat ini tidak berhenti,” ungkap dia.

Hasto bahkan sempat diperingatkan oleh Connie Rahakundini untuk tidak usah turun ke lapangan, terutama di Sumut dan mempersoalkan Bobby Nasution.

“Jakarta dan Jateng semua sudah di-set, bahkan ditambah Jogja. Bahkan bukan hanya Jogja, saya berimajinasi Jokowi kan juga punya orang-orangnya di Jawa Timur. Dan kemudian kita lihat kepemimpinan bu Risma hari ini yang sangat fenomenal dengan menutup Doli dan sebagainya itu juga dicoba dihambat dengan berbagai cara, dari mematikan jalur logistik hingga intimidasi yang ternyata masih dipraktikkan,” tutur Hasto.

Berita Lainnya:
JYPRX Raih Lisensi SEC AS, Menjadi Contoh Baru Kepatuhan di Pasar Kripto

“Nah upaya untuk menjadikan pilkada ini sebagai bagian dari ‘hulu balang sang raja’ itulah yang kemudian terganggu dengan konsolidasi yang dilakukan oleh PDIP dengan kekuatan non partai, relawan, civil society sehingga harus ada upaya dari ujungnya,” tambah dia.

Meski begitu, dirinya mengaku tak gentar dengan ancaman ini.

“Mari kita jadikan ini sebagai momentum untuk mengingatkan kepada seluruh rakyat Indonesia, ambisi yang menggunakan hukum, kekuatan logistik yang luar biasa,” tegas Hasto.

Tak hanya itu, ia bahkan mendengar bila Jokowi lengser dari Jakarta, maka ada dana mobilisasi yang cukup besar.

“Saya dapat informasi cukup akurat setelah Jokowi turun di Jakarta misalnya, dimobilisasi dana hampir Rp200 miliar itupun permintaan dari Rp400 miliar. Jadi buat apa pilkada, kalau semua sudah coba di-setting dengan cara-cara yang sepertinya demokratis tetapi dalam suatu skenario yang membungkam kedaulatan rakyat itu,” ungkapnya.


Reaksi & Komentar

Berita Lainnya