INTERNASIONALPALESTINA

Media Ungkap Negara Kera Israel Hadapi Kekurangan Senjata Parah Selama Perang Gaza dan Lebanon

image_pdfimage_print

BANDA ACEH – Pendudukan Israel telah memperluas kampanye rahasianya di seluruh dunia untuk memperkuat persenjataan militernya dan memenuhi kekurangan senjata yang diderita oleh tentaranya saat perang memasuki tahun kedua di berbagai bidang, terlepas dari kenyataan bahwa industri militernya beroperasi 24 jam sehari, dan terlepas dari kedatangan ratusan kiriman senjata Amerika Serikat (AS) ke Tel Aviv.Beberapa pekan setelah pertempuran “Badai Al-Aqsa” pada 7 Oktober 2023, persediaan senjata, amunisi, bom, rudal, helikopter Apache, dan bahkan bahan peledak yang digunakan untuk menghancurkan terowongan dan permukiman di Jalur Gaza mulai menipis.

ADVERTISEMENTS
Selamat Hari Guru Nasional

Pada pekan berikutnya setelah 7 Oktober 2023, para perwira tentara penjajah membuka gudang-gudang peralatan militer di dua divisi cadangan utama Komando Utara dan Selatan, dan menutup mata terhadap kurangnya peralatan untuk pasukan cadangan.

ADVERTISEMENTS
Kartu ATM di Rumah, Action Mobile di Tangan

Krisis yang memburuk

ADVERTISEMENTS
Bank Aceh Syariah Mengucapkan Selamat Hari Pahlawan 10 November 2024

Selain kurangnya radio, jaket keramik, dan ratusan tank dan pengangkut personel lapis baja yang tidak dapat digunakan, para perwira mencatat bahwa lebih dari 50 persen komandan lapangan tidak memiliki alat penglihatan malam, alat yang sangat penting untuk pertempuran darat dalam pasukan modern mana pun, seperti yang dimiliki Hamas dan Hizbullah.

Ketika perang berlarut-larut, diikuti dengan proses Pengadilan Kriminal Internasional, tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, serta meluasnya embargo senjata global terhadap Israel, krisis ini semakin memburuk, demikian menurut investigasi yang dilakukan oleh suplemen 7 Days dalam edisi akhir pekan Yedioth Ahronoth.

Berita Lainnya:
Arkeolog Israel yang Tewas Dihantam Rudal Hizbullah Ternyata Bukan Sosok Kaleng-kaleng

Menurut investigasi tersebut, tentara penjajah menderita kekurangan persediaan senjata yang parah dan menghadapi masalah dalam semua aspek pelaksanaan perang, terutama di Gaza.

Investigasi menyimpulkan bahwa Amerika tidak selalu dapat menyediakan segalanya, beberapa negara telah mengumumkan embargo, ada juga persaingan sengit dengan Ukraina, sementara produsen menuntut harga selangit.

Setelah satu tahun satu bulan perang, Israel membutuhkan hampir semua hal, mulai dari peluru tank hingga bom dan rudal untuk F-15, karena Kementerian Pertahanan di Tel Aviv berlomba-lomba untuk mendapatkan senjata sebanyak mungkin, secepat mungkin dan dengan biaya semurah mungkin.

Setelah 7 Oktober, Angkatan Udara Israel mengembalikan skuadron Apache ke layanan. Sejak saat itu, helikopter-helikopter tua telah berada di langit hampir terus menerus, dan penggunaan helikopter tempur menjadi sangat intensif, termasuk dalam manuver-manuver di Lebanon, dan perang membuktikan bahwa tentara Israel membutuhkan lebih banyak pesawattua.

Kementerian Pertahanan Israel menghubungi Amerika dan meminta untuk membeli lebih banyak helikopter Apache dengan segera, bahkan jika mereka digunakan, tetapi Washington meminta mereka untuk menunggu dalam antrean sesuai dengan sistem yang ditetapkan oleh pabrikan “Boeing”, karena Ketua Kepala Staf Gabungan Jenderal Charles Brown menolak permintaan Gedung Putih untuk mentransfer helikopter ke tentara pendudukan.

Berita Lainnya:
DPRK Banda Aceh Gelar Paripurna Penyerahan Raqan APBK 2025

Kebutuhan yang mendesak

Upaya-upaya ini, menurut surat kabar tersebut, hanya mencerminkan satu contoh dari kekurangan senjata yang parah di tentara Israel, yang sangat membutuhkan peluru artileri dan tank pada awal serbuan darat ke Gaza, di mana para prajurit menembakkan peluru dan bom secara berlebihan dan hampir tanpa pandang bulu, tanpa target yang mencurigakan.

Namun dengan sangat cepat, pada Desember 2024, Angkatan Darat mulai mengurus persediaan dan menghemat penggunaan senjata tersebut, yang juga dimaksudkan untuk kampanye darat penuh di Lebanon. Israel mendekati Amerika Serikat untuk menerima rudal tersebut, dan mereka mengiyakan, dan pengiriman tiba beberapa pekan kemudian.

Pada saat yang sama, pihak keamanan Israel juga beralih ke sebuah negara di Balkan untuk membeli ribuan peluru, yang menuntut harga selangit yang melonjak hingga 50 persen, menjadi sekitar 4.500 dolar AS per peluru untuk sebuah tank, sementara peluru meriam mencapai 6.000 dolar AS.

1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya