OLEH: SALAMUDDIN DAENG
BUKAN hanya rakyat yang keriting sekarang menghadapi keadaan sekarang ini, namun APBN Indonesia juga kere. Sehingga keadaan bangsa Indonesia sekarang boleh dibilang kere keriting.
Sementara pada bagian lain keinginan untuk belanja sangat besar. Belanja yang dipaksakan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang kecil dan biasa-biasa saja yakni 5 persen saja. Makanya saya namakan kabinet 5 persen.
Berapa target belanja pemerintah? Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp2.701,4 triliun (termasuk sebesar Rp1.541,4 triliun Belanja Non-KL pada Belanja Pemerintah Pusat) serta transfer ke daerah dan Dana Desa sebesar Rp919,9 triliun.
Berapa pendapatan negara? Pendapatan negara dalam APBN tahun 2025 direncanakan sebesar Rp3.005,1 triliun, yang bersumber dari Penerimaan Perpajakan sebesar Rp2.490,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp513,6 triliun.
Masih ada sisa jika pendapatan negara dikurangi dengan belanja pemerintah pusat dan daerah? Jika negara hanya menggunakan uangnya untuk menggaji pegawai, mulai dari presiden, menteri, anggota DPR, PNS, dan pegawai kontrak, maka APBN masih ada sisa Rp300 triliun. Harusnya bisa nabung ya.
Akan tetapi, APBN dipaksa membayar bunga, pokok utang dalam dan luar negeri yang sangat besar. Sehingga APBN sudah tidak dinamis lagi, tidak memiliki kemampuan merespon perubahan, tidak punya lagi kemampuan menjalankan program program baru, dia terbujur kaku karena tidak ada lagi darah segar dalam APBN tersebut.
Bayangkan bagaimana utang menyandera APBN. Dalam RAPBN tahun anggaran 2025 pembayaran bunga utang direncanakan sebesar Rp552.9 triliun atau naik 10,8 persen dari outlook pembayaran bunga utang pada tahun anggaran 2024.
Jumlah tersebut terdiri atas:(1) pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp497.6 triliun; dan (2) pembayaran bunga utang luar negeri sebesar Rp55.2 triliun.
Pembayaran pokok dan bunga utang terus melesat naik dari Rp314,1 triliun tahun 2020, menjadi Rp552,9 tahun 2025. Naik 75,8 persen dalam lima tahun. Kecepatan meningkatnya bunga utang jauh dibandingkan dengan kecepatan naiknya penerimaan dalam APBN Indonesia.
Sementara jatuh tempo utang akan menjadi masalah besar dalam tahun tahun mendatang. Tahun 2023 jatuh tempo utang senilai Rp539,9 triliun dan tahun 2024 senilai Rp335,2 triliun. Dengan demikian di dalam tahun 2025 mendatang utang jatuh tempo dan bunga akan lebih besar lagi.
Satu lagi anggaran tidak kalah besarnya yakni anggaran subsidi dan kompensasi energi, yakni subsidi dan kompensasi BBM seperti solar, elpiji 3 kg, subsidi dan kompensasi energi untuk membayar listrik orang miskin. Subsidi dan kompensasi ini selalu jebol dan bocor. Pengelolaan tidak bagus dan tidak transparan. Padahal tidak ada lagi anggaran yang tersisa dalam APBN.
Lalu kurangnya berapa APBN Pak Prabowo Subianto? Kurangnya banyak sekali! Defisit APBN Tahun Anggaran 2025 ditetapkan sebesar 2,53 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau secara nominal sebesar Rp616,2 triliun.
Pemerintah bersama dengan DPR telah menyepakati APBN 2025 masih membutuhkan pembiayaan utang sebesar Rp775,9 triliun. Wah ini besar sekali.
Akan tetapi ini belum tentu juga ada yang mau kasih utang. Waktu presiden sebelumnya di masa Covid-19 pemerintah utang sangat besar. Utangnya kepada Bank Indonesia (BI).
Entah darimana Bank Indonesia dapat uang kasih utang pemerintah hingga Rp1600 triliun. Apakah sekarang bisa? Seperti BLBI, sekarang namakan saja Likuditas Bank Indonesia untuk Pemerintah atau LPB.
Masalahnya sekarang tidak ada lagi sisa dana yang dapat digunakan untuk menghadapi krisis besar ke depan.
Dunia meramalkan krisis akan mengguncang dunia dalam 2025-2027. Adanya krisis perubahan iklim, semakin ketatnya likuiditas global akibat peningkatan suku bunga dan makin besar ancaman dari rantai pasok akibat bencana alam dan perang. Piye iki Mas?