Paskibra Tewas Ditembak Polisi: Keluarga Sebut Korban Piatu yang Penurut, Tak Mungkin Tawuran

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH – Keluarga Gamma Rizkynata Oktafandy (GRO), siswa SMKN 4 Semarang yang meninggal akibat luka tembak, tengah berkabung mendalam dan menggelar tahlilan tujuh hari di Sragen. GRO (16), dilaporkan menjadi korban penembakan dalam insiden di kawasan Paramount, Semarang Barat, pada Minggu (24/11/2024) dini hari.Menurut keluarga, GRO pamit bermain pada Sabtu malam (23/11/2024) namun tidak dapat dihubungi hingga larut malam. Setelah keluarga mencari sepanjang malam, kabar duka menyatakan bahwa GRO meninggal dunia akibat luka tembak di pinggul.

Korban sempat dirawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP dr. Kariadi Semarang sebelum dinyatakan meninggal. Insiden tersebut diduga terjadi saat polisi membubarkan tawuran di sekitar Kelenteng Sam Poo Kong, Semarang.

Jenazah GRO dibawa dari Semarang ke Sragen, tepatnya ke rumah kakeknya di Kampung Padas, Kelurahan Sine. Setelah disemayamkan, korban dimakamkan di TPU Bangunrejo/Padas, Desa Saradan, Kecamatan Karangmalang, Sragen, pada Minggu malam sekitar pukul 20.00 WIB.

Yuli Andika, paman GRO, membantah dugaan bahwa keponakannya terlibat dalam tawuran. “Anaknya itu pendiam, alim, kegiatan sekolahnya bagus, bahkan ikut Paskibraka. Jadi tidak mungkin kalau dia terlibat tawuran seperti yang diberitakan,” tegasnya.

Yuli menyatakan bahwa keluarga tidak menerima tindakan yang menghilangkan nyawa keponakannya dan menuntut keadilan. “Kalau ada tindakan tegas, itu tidak dibenarkan sampai menghilangkan nyawa seseorang. Kalau pun dilumpuhkan, mestinya kaki yang ditembak,” ungkapnya.

Ia juga mendesak agar aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus ini dan menghukum pelaku secara maksimal. “Kami tidak ikhlas. Jika nyawa dibayar nyawa, kami setuju,” tegasnya.

Siman, kakek GRO, mengenang cucunya sebagai anak yang penurut, pendiam, dan tekun. “Dia tidak nakal, selalu pamit kalau mau pergi. Dia anak piatu karena ibunya sudah meninggal,” ungkap Siman.

Siman juga menyebut GRO dan ayahnya berencana mengunjungi Sragen pada Desember mendatang. “Kami kaget ketika mendengar kabar cucu saya meninggal,” tambahnya.

Keluarga berharap polisi dapat bertindak adil dan transparan dalam menangani kasus ini, serta memberikan hukuman setimpal kepada pelaku. Mereka menginginkan keadilan bagi GRO, yang mereka yakini tidak bersalah dalam insiden tersebut.

Keluarga memutuskan untuk mengadakan tahlilan selama tujuh hari sejak pemakaman pada Minggu malam. “Kami berkumpul di rumah, berdoa bersama untuk almarhum. Semoga tenang di sisi-Nya,” kata Siman.

Peristiwa ini meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan kerabat GRO, yang dikenal sebagai siswa berprestasi dan panutan di sekolahnya.

Exit mobile version