NASIONAL
NASIONAL

Teguh Juwarno Dipanggil KPK terkait Korupsi e-KTP

BANDA ACEH -Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil petinggi Partai NasDem Teguh Juwarno dalam kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara Nasional (KTP Elektronik atau e-KTP) pada Selasa, 26 November 2024.

Jurubicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, Teguh yang merupakan anggota DPR periode 2009-2014 dipanggil selaku saksi.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih,” kata Tessa kepada wartawan.

Saat menjadi anggota DPR, Teguh diketahui berada di Partai Amanat Nasional (PAN). 

Sementara saat ini Teguh bergabung dengan Partai Nasdem, dan menjabat Ketua Bidang Agama dan Masyarakat Adat.

Pada Agustus 2024 lalu, tim penyidik telah memeriksa anggota DPR RI periode 2009-2014, Miryam S Haryani (MSH) sebagai tersangka. 

Miryam telah ditetapkan sebagai tersangka pada Agustus 2019 lalu bersama 3 orang lainnya, yakni Paulus Tannos selaku Direktur Utama (Dirut) PT Sandipala Arthaputra, Isnu Edhi Wijaya selaku Dirut Perum PNRI yang juga Ketua Konsorsium PNRI, dan Husni Fahmi selaku Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP Elektronik.

Pada 13 November 2017 lalu, Miryam telah divonis 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan dalam kasus pemberian keterangan palsu saat bersaksi di sidang kasus korupsi e-KTP.

Sementara itu, untuk Husni Fahmi dan Isnu Edhi Wijaya masing-masing divonis penjara 4 tahun dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin 31 Oktober 2022.

Sedangkan untuk tersangka Paulus Tannos, hingga saat ini masih menjadi buronan KPK. Sehingga, masih ada 2 tersangka kasus ini yang belum ditahan, yakni Miryam dan Paulus Tannos.

Dalam kasus korupsi e-KTP, PT Sandipala Arthaputra yang dipimpin Paulus diduga diperkaya sebesar Rp145,85 miliar, Miryam Haryani diduga diperkaya sebesar 1,2 juta dolar AS, manajemen bersama konsorsium PNRI diduga diperkaya sebesar Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diduga diperkaya sebesar Rp107,71 miliar, serta Husni Fahmi diduga diperkaya sebesar 20 ribu dolar AS dan Rp10 juta.


Reaksi & Komentar

Berita Lainnya