NASIONAL
NASIONAL

Kapolrestabes Semarang Akui Bingung Kronologi Tawuran Tewaskan Pelajar, 4 Saksi Baru Diperiksa

AD mengaku sebagai warga Jrakah jadi tidak mengenal korban GRO secara detail. Sebab, baru bertemu dua kali dengan korban.

“Saya kenalnya SA (teman GRO),” ungkapnya.

Sementara saksi FB mengatakan, GRO mendatangi rumahnya pada pada Sabtu (23/11/2024) pukul  23.00 WIB. Dia mengklaim diajak pula tawuran oleh GRO. Tapi, dia menolak.

“Saya kenal GRO dari SA. Kenal SA dari kecil,” katanya. 

FB menuturkan, celurit yang menjadi barang bukti polisi adalah milik GRO dan SA. Dia menuding mereka membelinya lewat pasar online. 

“Simpan senjatanya tidak tahu. SA dan GRO yang membawa ke rumah ku (lalu ajak tawuran) karena saya tidak mau ikut mereka lalu langsung berangkat,” jelasnya.

Keterangan FB bertolak belakang dengan AI. Padahal keterangan dari AI, dia disuruh mengambil senjata setelah menolak tawuran ketika di rumah FB. 

Baca juga: Inilah Sosok Aipda Robig Polisi Tembak Mati Pelajar SMK di Semarang, Ternyata Anggota Satresnarkoba.

Komnas HAM Minta Polisi Manusiawi 

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai kasus pelajar Semarang tewas ditembak Polisi sebagai tindakan tak manusiawi.

Pernyataan dari Komnas HAM ini berangkat dari kasus penembakan Aipda Robig Zaenudin (38) anggota Satresnarkoba Polrestabes Semarang yang menarik pelatuk pistolnya sebanyak dua kali ke arah tiga korban dari SMK N 4 Semarang.

Ketiga korban meliputi GRO (17) meninggal dunia, AD  (17) dan SA (16) alami luka tembak di tangan dan dada. Mereka berdua selamat. Peristiwa ini terjadi di depan Alfamart Jalan Candi Penataran Raya, Ngaliyan, Kota Semarang, Minggu (24/11/2024) dini hari.

“Kami meminta polisi khususnya Polrestabes Semarang agar memastikan penanganan tawuran dilakukan secara humanis,” kata Ketua Komnas HAM, Atnike, Nova Sigiro dalam keterangan tertulis,Rabu (27/11/2024).

Selain itu, Komnas HAM meminta pula kepolisian untuk menegakan hukum atas peristiwa tersebut secara adil dan transparan. “Kami juga minta adanya perlindungan saksi dan korban,” imbuh Atnike.

Sementara, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jawa Tengah Kombes Pol Artanto mengklaim para korban telah dilakukan pendampingan selama proses hukum berjalan. “Iya kami lakukan pemdampingan,” katanya di Mapolrestabes Semarang.

Situasi di lapangan menunjukkan kondisi sebaliknya. Ketiga keluarga korban masih tertutup dengan kasus ini. Tertutupnya para keluarga korban membuat sejumlah pihak kesulitan untuk memberikan bantuan hukum. “Kami mau membantu tapi para keluarga korban belum membuka diri,” kata Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Penyambung Titipan Rakyat (LBH Petir) Jawa Tengah Zainal Abidin.

Dia mengaku, kasus ini seperti ditutup-tutupi.

“Saya punya penilaian seperti itu (terkesan menutupi) padahal saya hanya mau melakukan pendampingan dan investigasi supaya kasus ini terang,” ujarnya saat mengunjungi ketiga rumah korban, Selasa (26/11/2024). 

1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya