Kemenangan Kotak Kosong: Pembangkangan Elektoral terhadap Elite Politik

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH – Penurunan partisipasi pemilih di Pilkada Serentak 2024 menjadi pukulan telak kepada elite Politik yang kerap mengabaikan aspirasi rakyatnya.Inisiator Gerakan Politik Salam 4 Jari, John Muhammad mengungkap, salah satu penurunan partisipasi pemilih terjadi di Pilkada Jakarta. Tahun ini, partisipasi publik di Pilkada Jakarta hanya 58 persen, jauh lebih rendah dibanding tahun 2017 yang mencapai 70 persen.

Artinya, jumlah daftar pemilih tetap (DPT) yang tidak menggunakan hak suaranya (golput) di Pilkada Jakarta 2024 sebesar 42 persen atau 3.449,882. Data ini merujuk  rekapitulasi C1 KPUD Jakarta.

“Angka gerakan coblos semua ini hanya terpaut sedikit lebih rendah dari suara yang diperoleh paslon 2 Dharma-Kun sebanyak 458.147,” kata John dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 28 November 2024.

John bahkan mengklaim, golput dan gerakan coblos semua jika dijumlahkan mencapai 3.862.206 suara atau sebesar 50,6 persen dari total DPT.

“Besarnya jumlah angka golput dan gerakan coblos semua menunjukkan jauh lebih besar daripada angka yang diperoleh paslon 3 Pram-Rano (2.178.762 suara). Ini menunjukan warga Jakarta sudah apatis terhadap calon yang diusung elite politik,” jelasnya.

Tidak hanya di Jakarta, perlawanan warga terhadap hegemoni elite politik juga terjadi di Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Di kota Pangkalpinang, kotak kosong meraih kemenangan mencapai 55,9 persen dari total 87.081 suara pemilih dengan partisipasi publik yang rendah, hanya sebesar 53 persen dari total DPT (164.330). Kemenangan kotak kosong ini diraih di 70 persen TPS dari total 311 TPS.

Di Kabupaten Bangka, kemenangan kotak kosong sebesar 56 persen dengan partisipasi pemilih hanya 40 persen dari total DPT (237.930). Kotak kosong menang hampir di semua TPS dari total 455 TPS.

“Berdasarkan data ini, dapat disimpulkan rendahnya partisipasi publik secara umum sebagai bentuk protes atau pembangkangan elektoral,” tutup John.

Exit mobile version