Viral Suara Jokowi Ganti Ahmad Luthfi dengan Kaesang, Perludem Temukan Cawe-cawe ASN di Pilkada

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

image_pdfimage_print

BANDA ACEH  – Masyarakat yang baru menggelar pesta demokrasi, Pilkada Serentak, dikejutkan oleh viral video suara mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di medsos.

ADVERTISEMENTS
ad41

Dalam video tersebut, terdapat foto Jokowi dengan pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur Jawa Tengah nomor urut 2, Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen.

ADVERTISEMENTS

Dalam rekaman suara di video itu, dinarasikan bahwa Jokowi memberikan pesan kepada Luthfi dan Taj Yasin apabila keduanya memenangkan Pilkada Jawa Tengah 2024.

ADVERTISEMENTS

Pesannya yakni Luthfi akan ditarik masuk ke kabinet Presiden Prabowo Subianto.

ADVERTISEMENTS

Nantinya, posisi gubernur Jawa Tengah diberikan ke putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep.

“Ya seperti tadi yang disampaikan. Pak Luthfi, itu nanti jadi Jawa Tengah itu bisa nanti ya, dimasuk kabinet Pak Presiden Prabowo. Lalu nanti biar Mas Kaesang yang di Jawa Tengah, gitu,” bunyi dari rekaman suara yang diklaim suara Jokowi di video itu.

Ajudan Jokowi, Syarif Muhammad Fitriansyah, mengklarifikasi bahwa rekaman video berisi rekaman suara yang disebut suara Jokowi tidaklah benar alias hoaks.

“Bukan, itu bukan suara Bapak. Enggak benar itu,” ungkap Syarif, singkat kepada Kompas.com, Kamis (28/11/2024).

Syarif menyampaikan, dirinya belum tahu apakah Jokowi mengetahui soal video berisi rekaman suara tersebut.

“Saya belum cek (tanyakan) Bapak sudah tahu atau belum,” imbuhnya.

Sementara itu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyoroti masih adanya penyalahgunaan sumber daya negara atau mobilisasi aparatur sipil negara (ASN) dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2024. 

“Ya, memang sebenarnya kita melihat, kami mencoba memotret ini kan dari banyak faktor ya, namun yang paling utama di dalam pelaksanaan pemantauan ini,” ujar Peneliti Perludem, Haykal di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2024).

Peneliti Perludem, Haykal, menyatakan pihaknya menemukan indikasi cawe-cawe ASN di Pilkada Jateng dan Sumut.

Peneliti Perludem, Haykal, menyatakan pihaknya menemukan indikasi cawe-cawe ASN di Pilkada Jateng dan Sumut. (tribunnews)

“Kami mencoba untuk melihat apakah ada terjadi penyalahgunaan sumber daya negara seperti yang terjadi misalnya di Pemilu kemarin,” sambungnya. 

Hasil pemantauan Perludem mengungkap praktik mobilisasi ASN masih menjadi salah satu pelanggaran yang mencolok, terutama di Sumatra Utara (Sumut) dan Jawa Tengah (Jateng

Di Medan, kepala desa dan camat diduga mengarahkan warga untuk mendukung kandidat tertentu melalui rapat koordinasi. 

Di Tapanuli Selatan, sejumlah kepala desa secara terorganisir membuat video dukungan untuk salah satu pasangan calon gubernur.

Sementara di Jateng, kasus serupa mencuat dengan pola yang hampir sama. 

Temuan Perludem di salah satu kabupaten terdapat dugaan kepala desa dan perangkat desa, serta pegawai instansi diperintah untuk memenangkan salah satu paslon.

Merujuk pada pengalaman Pemilu sebelumnya, Haykal mengingatkan pentingnya aturan ketat dalam penyaluran bansos menjelang kampanye. 

Mahkamah Konstitusi (MK) bahkan telah menyebut perlunya regulasi lebih jelas untuk mencegah penyalahgunaan. 

Hal senada juga disampaikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang merekomendasikan moratorium pemberian bansos menjelang Pilkada.

“Bahkan Mahkamah Konstitusi secara langsung di dalam keputusan tersebut kan mengatakan bahwa perlu adanya aturan yang lebih ketat terkait dengan penyebaran ataupun realisasi pemberian bantuan sosial di dalam atau mendekati masa kampanye,” tutur Haykal. 

“Bahkan setelah itu KPK juga menyatakan perlu ada moratorium terlebih dahulu untuk pemberian bantuan sosial itu menuju Pilkada,” sambungnya. 

Perludem menegaskan bahwa pengawasan terhadap pelibatan ASN dalam kampanye perlu diperketat untuk menjaga integritas Pilkada. 

Selain itu, rekomendasi lebih lanjut akan disusun berdasarkan analisis temuan untuk memastikan pelanggaran serupa tidak terulang

Exit mobile version