NASIONAL
NASIONAL

Prabowo dan Masa Depan Kaum Buruh

BANDA ACEH – SETELAH Presiden Prabowo Subianto bertemu dengan Jumhur Hidayat dan 2 pimpinan buruh lainnya, selama dua jam, Prabowo mengumumkan kenaikan upah buruh sebesar 6,5 persen. Hari Jumat lalu, 29 November. Jumat berkah bagi kaum buruh dan bangsa kita.

Tentu saja kaum kapitalis marah dengan Prabowo. Sebab, selama ini kenaikan upah buruh cukup rendah. Pada tahun 2021 kenaikan upah tidak diberlakukan, dengan alasan pandemi Covid, dan tahun 2022 sebesar 1,09 persen.

Baru tahun 2023, dekat pemilu, upah dinaikkan signifikan. Tahun ini, dengan kenaikan 6,5 persen, tentu angka tersebut merupakan kebahagiaan bagi kaum buruh, yang disambut mereka di mana-mana. Namun, terjadi kemarahan di kalangan pengusaha.

Pada saat pengumuman kenaikan upah tersebut, dalam video yang tersebar, terlihat wajah Airlangga Hartarto muram. Sebagai eks Ketua Asosiasi Emiten, dia juga merupakan tokoh di balik berlakunya UU Omnibus Law Ketenagakerjaan, yang disikat Prabowo saat ini.

Jumhur Hidayat, yang baru saja menjelaskan kepada saya tentang pertemuan dia dengan presiden, memperlihatkan kehebatan nasionalisme, patriotisme dan wawasan ekonom Politik sang presiden. Prabowo menurutnya, menerangkan bahwa kenaikan upah minimum tersebut merupakan koreksi atas pembangunan yang selama ini pro pengusaha.

Pengusaha selama ini telah menikmati banyak keuntungan dari kemudahan akses kredit perbankan; impor yang terlalu leluasa, dibanding negara-negara kawasan; dan politik upah murah.

Pertemuan presiden dan Jumhur serta dua tokoh buruh lainnya, juga membahas landscape perekonomian yang tidak adil. Kepemilikan alat-alat produksi, seperti lahan, secara illegal menjadi bahasan presiden.

Jika kepemilikan ini diatur dengan baik, maka pemerataan ekonomi akan terjadi. Pemerataan ekonomi nantinya akan membuat supply-demand of labor bisa seimbang, karena over supply of labor dapat ditekan.

Sebagai anak dari anak pendiri Partai Sosialis Indonesia, Prof Soemitro Djojohadikusumo, tentu Prabowo melihat pembangunan dari perspektif sosialistik. Dalam teori pertumbuhan, kelompok neoliberalisme menekankan pentingnya pertumbuhan, kemudian baru ada pemerataan.

Prinsip ini dikembangkan Adam Smith dan pengikutnya seperti Fredrick Hayek dan Milton Friedman, bahwa “trickle down” effect akan terjadi setelah adanya pertumbuhan ekonomi. Jadi biarkan segelintir orang orang menjadi kaya, nanti mereka akan buat kekayaan itu menyebar secara natural.

Sebaliknya, kaum sosialis, seperti partai buruh di Inggris, Australia dan partai Demokrat di US, melihat pertumbuhan dan pemerataan itu harus dilakukan secara paralel. Bahkan, lebih ekstrim lagi teori “growth through equity”, mendorong adanya pertumbuhan setelah dilakukan pemerataan.

Keynesian teori misalnya di era depresi ekonomi menyarankan pemerataan dilakukan secara total sehingga daya beli masyarakat menguat. Setelahnya akan ada pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi.

Sebagai anak dari pendiri Partai Sosialis Indonesia, Prof Soemitro Djojohadikusumo, tentu Prabowo melihat pembangunan dari perspektif sosialistik. Dalam teori pertumbuhan, kelompok neoliberalisme menekankan pentingnya pertumbuhan, kemudian baru ada pemerataan.

Prinsip ini dikembangkan Adam Smith dan pengikutnya seperti Fredrick Hayek dan Milton Friedman, bahwa “trickle down” effect akan terjadi setelah adanya pertumbuhan ekonomi. Jadi biarkan segelintir orang orang menjadi kaya, nanti mereka akan buat kekayaan itu menyebar secara natural.

Sebaliknya, kaum sosialis, seperti partai buruh di Inggris, Australia dan partai Demokrat di US, melihat pertumbuhan dan pemerataan itu harus dilakukan secara paralel. Bahkan, lebih ekstrim lagi teori “growth through equity”, mendorong adanya pertumbuhan setelah dilakukan pemerataan.

Keynesian teori misalnya di era depresi ekonomi menyarankan pemerataan dilakukan secara total sehingga daya beli masyarakat menguat. Setelahnya akan ada pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi.

Keynes mengkritik, jika mengikuti kelompok pemikir Neoliberalisme, “in the long run, we are all dead”. Jika menunggu keadilan terlalu lama, segelintir orang menjadi kaya, sisanya mati.

1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya