Juga oknum anggota Satresnarkoba Polrestabes Semarang, Aipda Robig Zaenudin (38).
Peristiwa penembakan terjadi di depan Alfamart Jalan Candi Penataran Raya, Ngaliyan, Kota Semarang, Minggu (22/11/2024) dini hari.
Akibat peristiwa ini, ketiga pelajar tersebut terkena peluru panas yang melesat dari tangan Robig Zaenudin.
Dua pelajar dinyatakan selamat atas insiden ini.
Sementara, satu pelajar lainnya, Gamma meninggal dunia akibat ditembak satu kali di bagian pinggul.
Korban sempat dilarikan ke RSUP Kariadi Semarang.
Menurut polisi, pihak yang membawa korban ke rumah sakit adalah lawan tawurannya dan anggota polisi yang terlibat.
“Identitas korban baru diketahui sekitar pukul 10 pagi. Hal ini karena yang membawanya ke rumah sakit adalah lawan tawurannya,” kata Kombes Irwan Anwar.
Satpam Perumahan Paramount Bantah Klaim Polisi Soal Tawuran
Namun, klaim polisi soal lokasi tawuran di Perumahan Paramount dibantah oleh salah satu satpam di kawasan tersebut.
“Tidak ada tawuran di sini. Rekan saya yang bertugas malam juga memastikan tidak ada kejadian seperti itu. Kalau ada tawuran, kami pasti tahu dan melapor ke atasan,” ujar satpam yang enggan disebutkan namanya.
Pihak sekolah juga membantah dugaan bahwa korban merupakan anggota gangster.
Staf kesiswaan SMK N 4 Semarang, Nanang Agus B, menyatakan bahwa korban dikenal sebagai siswa berprestasi.
“Kalau korban tergabung dalam gangster, kami tidak tahu. Tapi dari rekam jejaknya, dia itu anak yang baik dan berprestasi. Jadi, kesimpulan kami, kecil kemungkinan dia terlibat gangster,” terangnya.
Periksa 14 Saksi
Komnas HAM juga sudah meminta keterangan kepada 14 saksi, terutama para saksi di sekitar lokasi yang disebut sebagai lokasi penembakan yakni di Jalan Candi Penataran Raya.
“Tinjauan ke lapangan untuk memastikan temuan-temuan kami dan memastikan fakta-faktanya yang ada,” beber Ulil.
Uli mengatakan, Komnas HAM telah meminta kepada polisi supaya adanya penegakan hukum yang transparan dalam kasus ini.
Pihaknya juga mengingatkan agar polisi menertibkan masyarakat dengan cara yang baik.
“Penanganan kasus tawuran sudah seharusnya menggunakan tindakan humanis (bukan ditembak),” ungkap Ulil.
Lebih lanjut, pihaknya juga memastikan akan memberikan perlindungan kepada para saksi dan korban dengan merekomendasikan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Kompolnas: Jejak Digital Kunci Pengungkap Kasus Penembakan
Komisioner Kompolnas, Muhammad Choirul Anam, menegaskan jejak digital menjadi kunci utama dalam mengungkap kasus.
Anam menjelaskan jejak digital yang ditemukan di lokasi kejadian dapat memperjelas bagaimana peristiwa penembakan itu terjadi.
“Jejak digital ini menjadi salah satu bahan utama untuk membuat peristiwa lebih terang dan menegakkan keadilan,” kata Anam usai mengunjungi keluarga korban di Padas, Kelurahan Sine, Kecamatan Sragen, Sabtu (30/11/2024).
Bukti yang diambil dari titik yang relevan, kata Anam, dapat menggambarkan inti dari peristiwa penembakan.
“Titik itu membawa kita memahami bagaimana peristiwa terjadi, mulai dari penembakan hingga hilangnya nyawa korban,” jelas Anam.
Kompolnas menekankan penanganan kasus anak juga harus mengedepankan sistem hukum yang berlaku.
“Tolong sensitif terhadap problem anak-anak, karena mereka adalah masa depan bangsa kita. Penanganan kasus anak tidak boleh menggunakan kekerasan,” tambah Anam.
Menurut Anam, kasus ini harus menjadi pelajaran bagi Polda Jawa Tengah dan kepolisian di seluruh Indonesia agar lebih hati-hati, terutama dalam menangani kasus yang melibatkan anak.
Komisioner Kompolnas lainnya, Supardi Hamid, menyatakan pihaknya akan terus mengawal penanganan kasus ini agar prosesnya berjalan profesional, proporsional, dan sesuai dengan aturan hukum.
“Kami melihat kepolisian antusias untuk membuat kasus ini terang.”
“Pelaku penembakan sudah menjalani sidang kode etik, dan tindak pidananya akan diproses lebih lanjut,” ujar Supardi