BANDA ACEH – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan tidak berwenang mengadili gugatan terkait penyitaan tas dan handphone (HP) milik Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rossa Purbo Bekti. PN Jaksel menyatakan, hanya pengadilan tindak pidana korupsi yang berwenang mengadili perkara korupsi.
“Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili perkara perdata nomor 651/Pdt.G/2024/PN JKT SEL,” tulis amar putusan, yang dikutip Selasa (3/12).
Putusan itu dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Estiono dengan anggota Afrizal Hady dan Imelda Herawati Dewi Prihatin yang diucapkan dalam persidangan, pada Senin (2/12).
Dalam pertimbangannya, PN Jaksel menyatakan bahwa penyitaan dan permintaan pengembalian yang menyangkut perkara merupakan
kewenangan pengadilan Tindak pidana korupsi.
Hal itu berdasarkan Pasal 5 UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan pengadilan tindak pidana korupsi merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi.
“Dengan mengacu kepada ketentuan tersebut, majelis berpendapat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili perkara perdata nomor 651/Pdt.G/2024/PN Jkt Sel, karena merupakan kewenangan peradilan tindak pidana korupsi,” tulis pertimbangan majelis hakim PN Jaksel.
Putusan itu diketok setelah PN Jaksel menerima gugatan dari pengurus DPC PDIP Jakarta Selatan Yuke Yurike yang bertindak untuk dan atas nama DPP PDIP menggugat langkah tim penyidik KPK menggeledah dan menyita tas serta HP Hasto Kristiyanto.
Penyitaan itu terjadi saat Hasto sedang diperiksa sebagai saksi kasus suap mantan caleg PDIP, Harun Masiku, Senin (10/6) lalu. Tim penyidik KPK menyita tas dan HP itu dari staf Hasto bernama Kusnadi yang sedang menunggu Hasto menjalani pemeriksaan.
DPP PDIP keberatan dengan penyitaan itu lantaran buku agenda PDIP salah satunya berisi strategi pemenangan Pilkada 2024 turut disita tim penyidik. DPP PDIP menilai, buku itu menyangkut kedaulatan partai.