Bivitri menilai, modus ketua KPPS TPS 028, Pinang Ranti, Makassar, Jaktim yang mencoblos 19 surat suara milik Pramono-Rano bukan hal baru. Menurut dia, kecurangan juga terjadi di Pilpres 2024.
“Dan ini menurut saya, ini adalah praktik dari penyalahgunaan kekuasaan, karena para petugas itu pasti ada instruksinya, enggak mungkin dia inisiatif sendiri,” kata Bivitri yang hadir dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (2/12).
Bivitri yakin betul, pelaku yang sudah dipecat oleh KPU Jakarta tersebut mendapatkan iming-iming dari seseorang. Sehingga melakukan pencoblosan terhadap surat suara Pramono-Rano.
“Penyalahgunaan satu, tapi juga biasanya dikuasai dengan Politik uang, maksudnya saya tahu dari kawan-kawan saya bahwa adalah lazim dalam tanda kutip untuk bayar petugas-petugas itu untuk nyoblosin,” terang Bivitri.
Sebelumnya, Ketua KPPS di Jaktim sengaja mencoblos belasan surat suara untuk pasangan Pramono-Rano Karno dengan alasan agar partisipasi pemilih meningkat.
Pelanggaran itu dilakukan di TPS 028, Kelurahan Pinang Ranti, Kecamatan Makasar, Jaktim, pada Rabu (27/11/2024).
Komisioner KPU Jaktim, Rio Verieza, menampik ada alasan politis seperti arahan khusus dari pihak tertentu di balik tindakan melanggar aturan yang diambil oleh kedua petugas tersebut.
“Berdasar pengakuan Ketua KPPS dan petugas Pamsung TPS, mereka melakukan secara spontan. Tujuannya, agar laporan partisipasi pemilih di TPS tersebut tinggi,” ucapnya.
“Sejauh yang kami periksa semalam, ini tidak ada unsur politis. Jadi, kalau misalkan ketua KPPS itu dia beralasan bahwa, kita hanya spontan saja gitu, hanya spontan. Menyuruh petugas ketertiban supaya absensi artinya partisipasi (pemilih) meningkat gitu. Itulah yang tidak betul. Bagaimana pun itu tidak bisa dibenarkan,” imbuhnya.
Secara keseluruhan, kata dia, ada 19 surat suara yang sudah tercoblos untuk pasangan calon nomor urut 3, Pramono Anung-Rano Karno. Tindakan itu, kata dia, sudah masuk kategori pelanggaran kode etik berat.
“Jadi, kami sudah memberhentikan per hari ini. Ketua KPPS itu juga petugas Pamsung, karena sudah melakukan pelanggaran kode etik yang menurut kami berat. Kemudian yang kedua adalah, kami meyakini itu tidak masuk dalam kriteria PSU (pemungutan suara ulang),” ucapnya.