NASIONAL
NASIONAL

Prof Jimly Dukung Ridwan Kamil-Suswono Gugat Kecurangan ke MK: Tunjukkan Ada yang Tak Beres di Pilkada Jakarta

BANDA ACEH – Tim Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) akan melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hasil Pilkada Jakarta 2024. Dalam hasil rekapitulasi jenjang kecamatan, pasangan Pramono-Rano menang kontestasi satu putaran.

Mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie mendukung langkah Tim RIDO dalam mencari keadilan di Pilkada Jakarta melalui jalur MK.

Jimly pun yakin, MK nantinya akan menerima gugatan Tim RIDO.

“Walaupun kalah, tapi kan jutaan orang yang memilih dia. Jadi pengadilan itu juga bukan soal menang kalah saja, tapi dia problem solusi. Solusi kesalahan,” kata Jimly saat dihubungi wartawan, Jumat (6/12/2024).

Jimly juga menekankan, gugatan ke MK juga bukan soal kalah atau menang. Tapi juga sebagai wadah menunjukkan kepada publik bahwa ada ketidakberesan dalam penyelenggaraan pemilu atau pilkada. 

“Karena ini bukan soal menang-kalah. Tapi kita mau menunjukkan kepada rakyat, kepada sejarah. Ini ada yang tidak beres. Ini penting untuk jadi catatan sejarah,” tegas Jimly.

Jimly juga melihat gugatan paslon RIDO baik untuk kehidupan demokrasi. Terlebih, sebagai penyelenggara pemilu jadi tahu apa yang kurang dan perlu diperbaiki di masa depan.

“Supaya jangan terulang lagi di masa depan. KPU-Bawaslu ini tidak beres kerjanya. Jadi ada gunanya juga (gugat ke MK). Jadi ini bukan sekadar menang-kalah. Ini soal memperbaiki praktik penyelenggaraan pemilu di masa depan,” terang Jimly.

Dalil pemohon kepada MK, kata Jimly, harus memasukkan demi memperbaiki kualitas pemilu di masa depan.

“Kuat sekali. Jadi semua ada penjelasannya. Asal jangan emosional,” tambah Jimly.

Sebelumnya, Koordinator Tim Pemenangan pasangan Ridwan Kamil-Suswono (RIDO), Ramdan Alamsyah, menuding Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak profesional dalam menyelenggarakan Pilkada Jakarta 2024. 

Ia menyebut narasi KPU yang menyatakan rendahnya partisipasi pemilih karena dianggap Pilkada dan Pilpres serta Pileg berdekatan sehingga memunculkan kejenuhan masyarakat sebagai bentuk upaya cuci tangan. 

“Ini kan KPU sendiri menarasikan pemilu kali ini terlalu berdekatan (antara Pilpres dan Pilkada) dan masyarakat jengah. Ini menurut saya narasi yang menurut saya pribadi dan menurut kami tim, ini narasi yang memang terkesan cuci tangan,” ujar Ramdan pada Kamis (5/11/2024).

Ramdan menyoroti rendahnya partisipasi pemilih di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS), terutama di Jakarta Timur, di mana beberapa TPS hanya mencatat partisipasi 15 hingga 23 persen.

Menurutnya, hal ini bukan sekadar akibat kejenuhan masyarakat, melainkan karena kesalahan administrasi dan kurangnya sosialisasi yang dilakukan KPU.

“Nah karena tidak profesional yang sudah jelas-jelas bahwa hampir di seluruh TPS terjadi penurunan daripada partisipasi padahal pemerintah sudah mengintervensi tentang adanya hari libur, kemudian diberikan keleluasan kepada masyarakat” kata Ramdan. 

“Yang kami temukan informasi pula bahwa sosialisasi yang dilakukan selain daripada tim teknis, daripada KPU yang memberikan undangan ini tidak cermat dan tidak terampil,” tambah Ramdan. 

Selain itu, Ramdan juga mengkritik penyelenggara di tingkat Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang menurutnya banyak diisi oleh orang-orang baru tanpa pengalaman yang memadai. 

“Bahkan ada RT yang tidak mendapatkan surat suara, padahal mereka biasanya bagian dari panitia. Ini menunjukkan buruknya koordinasi KPU,” kata Ramdan.

Ramdan menegaskan bahwa masalah-masalah ini sudah dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). 

“Kami berharap DKPP bisa mengusut tuntas pelanggaran ini, karena dampaknya sangat merugikan proses demokrasi di Jakarta,” katanya. 

Tim Rido sebelumnya melaporkan jajaran KPU Provinsi Jakarta dan KPU Kota Jakarta Timur ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) karena dinilai tidak profesional dalam melaksanakan Pilkada Jakarta 2024.

Sebelumnya, Ketua KPPS TPS 028, Pinang Ranti, ketahuan mencoblosi 19 surat suara milik Pramono-Rano pada 27 November lalu. Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti tak heran dengan peristiwa kecurangan-kecurangan yang terjadi di setiap gelaran Pilkada. Dia yakin, setiap pelaku kecurangan ada yang mengorkestrasi atau memerintahkan.

1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya